1.1.
Pengertian Cinta
Cinta
ternyata sangat sulit untuk didefinisikan. Semakin didefinisikan justru
semakin tidak jelas dan semakin kabur makna cinta tersebut. Ternyata cinta lebih mudah dirasakan, dilakukan dan
dinikmati. Dan semua dari kita adalah para perasa, pelaku dan penikmat cinta.
Namun jejak-jejak cinta dapat dengan mudah dilukiskan. Dalam
cinta ada bahagia, gembira, senang, lembut, indah, cantik, tampan, tenang,
rayuan, putus asa, sedih, luka, sakit hati,
berpelukan hingga berciuman.
Sosiolog Jhon M. Shepard menyatakan, ”Cinta adalah salah satu term yang
paling banyak disalahgunakan, susah didefinisikan dalam bahasa inggris.
Ia dipakai untuk menggambarkan perasaan senang kepada anjing, kucing, kuda,
rumah, sepeda motor, mobil, orang tua, anak-anak, istri, gundik. Makna cinta
dapat dikembangka, disederhanakan, dan digunakan untuk mengartikan sekedar apa
saja yang kita senang.”[1]
Dalam Alqur’an terdapat dua kata yang bermakna cinta.
Yaitu mahabbah dan mawaddah. Kata mahabbah berasal dari
kata kerja dasar H-B-B (habba-yahubbu-hubb-mahabbah).
Dapat juga dibentuk dari kata ahabba-yuhibbu-ahbib-mahabbah.[2]
Lalu mawaddah yang berasal dari kata W-D-D (wadda-yawaddu
wuddan-mawaddatan). Dan ’Asyaqa yang bermakna cinta pula, namun
ada juga yang mengartikannya rindu. Polanya adalah ’asyaqa-ya’syiqu-isyqan-’aasyiq).[3]
Menurut Al Junaid, seorang ahli tasawuf, cinta adalah ”Peleburan di dalam keagungan Sang Kekasih dalam wahana kekuatan cinta sang
pecinta.”
Adapun Abu Abdullah Al Qurasyi berpendapat bahwa cinta adalah ”Memberikan semua yang engkau miliki kepadaNya (Allah) yang sangat engkau
cintai, sehingga tidak lagi ada sisa dalam dirimu.” Dengan kata lain cinta
adalah api yang akan melahap semua kecuali
kehendak Ilahi.[4]
Sedangkan Ibnu Arabi menyatakan, ”Cinta tidak dapat memiliki definisi yang melaluinya esensi cinta menjadi
bisa dikenal. Sebaliknya yang dimilikinya hanyalah definisi-definisi dengan
sifat deskriptif dan verbal, tidak lebih dari itu. Siapa yang mendefinisikan
cinta sesungguhnya tidak pernah mengenal cinta, siapapun yang tidak pernah
mereguknya, tidak pernah mengenalnya, dan siapupun yang mengatakan bahwa mereka
telah merasa puas olehnya berarti tidak pernah mengenalnya, karena cinta adalah
mereguk tanpa pernah merasa puas.”[5]
Namun demikian cinta memiliki jejak diantaranya yaitu
adanya naluri (intuitif). Cinta itu sifatnya naluri. Sebagaimana kata
orang , "cinta itu di hati". Bercinta yang hangat bila kita dapat
merasai apa yang dirasai oleh orang yang kita sayang.
Lalu adanya nature atau fitrah. Karena dalam cinta
ada perasaan ingin disayangan dan menyayangi yang merupakan fitrah manusia. Ada
kecenderung wanita kepada laki-laki atau sebaliknya.
Kemudian ada Top atau puncak. Dengan adanya cinta kita
akan saling bekerjasama dan saling memberi. Sehingga kita dapat mencapai puncak
cinta dalam mengarungi kehidupan ini.
Dalam cinta ada Altruistic. Yang bermakna
melebihkan orang lain dibandingkan diri sendiri. Orang yang mencintai biasanya
senang membantu dan memberikan sesuatu kepada yang dicintai. Bahkan rela
memberikan harta, tenaga, waktu dan nyawa.[6]
Menurut ahli psikologi, Sternberg yang terkenal dengan
teorinya tentang “Segitiga Cinta” (bukan cinta segitiga lho…!). Segitiga cinta
itu mengandung komponen : (1). Keintiman (Intimacy), (2). Gairah (Passion)
dan (3). Komitmen.
Keintiman adalah elemen emosi, yang didalamnya terdapat
kehangatan, kepercayaan (trust), dan keinginan untuk membina hubungan.
Ciri-cirinya antara lain seseorang akan merasa dekat dengan seseorang, senang
bercakap-cakap dengannya sampai waktu yang lama, merasa rindu bila lama tidak
bertemu. Gairah adalah elemen motivasional yang didasari oleh dorongan dari
dalam diri yang bersifat seksual. Komitmen adalah elemen kognitif, berupa
keputusan untuk secara sinambung dan tetap menjalankan suatu kehidupan bersama.
Menurut Sternberg, setiap komponen itu pada tiap-tiap
orang berbeda derajatnya. Ada yang hanya tinggi di gairah, tapi rendah pada
komitmen. Sedangkan cinta yang ideal adalah apabila ketiga komitmen itu berada
dalam proporsi yang sesuai pada suatu waktu tertentu. Misalnya pada tahap awal
hubungan, yang paling besar adalah komponen keintiman. Setelah keintiman
berlanjut pada gairah yang lebih besar (dalam beberapa budaya) harus disertai
dengan komitmen yang lebih besar, misalnya melalui perkawinan.
Seperti telah diuraikan sebelumnya, pada hubungn
cinta seseorang sangat ditentukan oleh pengalamannya sendiri mulai dari masa
kanak-kanak. Bagaimana orang tuanya saling mengekspresikan perasaan cinta
mereka (atau malah bertengkar melulu..). Hubungan awal denga n teman-teman
dekat, kisah-kisah romantis sampai yang horor, dsb. akan membekas dan
mempengaruhi seseorang dalam berhubungan. Karenanya setiap orang disarankan
untuk menyadari kisah cinta yang ditulis untuk dirinya sendiri.
Memang teori Sternberg tentang cinta ini belumlah
lengkap dan memuaskan semua orang misalnya bagaimana teori ini dapat
menjelaskan cinta ibu terhadap anak-anaknya? Atau bagaimana cinta dapat
dipertentangkan dengan perang dan kebencian? Hanya saja, sebagai sebuah
deskripsi ilmiah terhadap fenomena cinta, teori ini dapat dikatakan cukup
membantu dalam memetakan pola-pola hubungan cinta antar individu.[7]
Berdasarkan berbagai teori tersebut penulis
menyimpulkan bahwa cinta adalah hubungan antara dua orang/dzat atau lebih
untuk mendapatkan ketenangan, kebahagiaan, ketentraman atau ketenangan hingga kepuasan baik dalam
bentuk lahir maupun bathin.
Kuncinya ada tiga yaitu adanya hubungan. Dalam cinta
sellau ada hubungan. Apakah itu dalam bentuk anak dengan orang tua, sesama
teman, dengan lawan jenis, dengan hewan, tumbuhan hingga benda atau dengan Sang
Kekasih sejati yaitu Allah SWT.
Selanjutnya hubungan itu dapat terjadi antara dua
orang/dzat atau lebih. Yaitu terjadi antara suami dengan istri. Antara atasan
dengan bawahan. Atau antara manusia dengan hewan. Misalnya kita mencintai
hewan-hewan kesayangan kita seperti burung, kucing dan ikan. Atau antara orang
dengan tumbuhan. Atau aantara manusia dengan Rabbnya.
Tujuannya tiada lain adalah
untuk mendapatkan ketenangan atau ketentraman atau kebahagiaan atau kepuasaan,
baik dalam bentuk lahir maupun bathin.
Kita mencintaai istri,
tujuannya tiada lain adalah bahagia. Atau sakinah (tentang), mawaddah (cinta)
atau wa rahmah (kasih sayang). Kita menyayangi hewan peliharaan kita, juga
dalam rangka mendapatkan ketenangan, ketentraman dan kebahagiaan. Ketika kita
melihat burung perkutut yang suaranya merdu kita menjadi tenteram. Ketika
melihat gelombang cinta, hati menjadi sejuk dan damai.
Ketika berdzikir kepada Allah,
hati menjadi tenang. Ketika menyebut Nabi, hati menjadi rindu. Ketika mengingat
sahabat, hati menjadi mantap. Semuanya itu didorong oleh rasa cinta.
1.2.
Hakekat Cinta
No comments:
Post a Comment