BAB I
PENDAHULUAN
Urgensi Masjid Yang Berkah
Masjid memiliki banyak
peran atau urgensi yang sangat menentukan dalam membangun, memberdayakan dan
mencapai kejayaan Islam wal muslimiin. Karena itulah Rasulullah
menjadikan Masjid sebagai pilar pembentukan masyarakat Medinah sejak beliau
pertama kali melangkahkan kakinya hijrah ke Medinah.
Sebagai gambaran nyata
betapa pentingnya Masjid dalam kehidupan, dapat kita lihat dari beberapa aspek.
Pertama dari aspek keuangan. Mari kita hitung Masjid yang ada di Jakarta.
Hampir setiap RW memiliki masjid. Dengan rata-rata per-RT ada 60 kepala
keluarga (KK) maka per RW dengan rata-rata 10 RT ada 600 KK. Misalnya muslimnya
ada 90%, berarti ada 540 KK.
Seandainya disetiap RW
tersebut ada 20% KK yang miskin (108 KK), maka masih ada 70% KK yang mampu (432
KK). Berarti setiap 4 KK dapat membantu 1 KK yang miskin. Dengan model
pemberdayaan seperti itu, Insya Allah dalam waktu yang relatif pendek kita
dapat menanggulangi kemiskinan. Dan kita tidak membutuhkan lagi bantuan dari
gerakan pemurtadan yang ada di Jakarta.
Semuanya itu dapat tercapai
jika Masjid dapat menjadi LAZ (Lembaga Amil Zakat) yang profesional, kompeten,
kredibel dan terpercaya. Sehingga dapat mengkoordinir dan memobilisasi dana
zakat, infak dan sedekah kaum muslimin yang ada di setiap RW.
|
Kedua,
dari aspek pendidikan. Diantara 432 KK yang mampu tentu saja ada orang-orang
yang memiliki keahlian, pengetahuan dan pengalaman yang sangat berharga.
Mungkin ada yang ahli agama, ahli hukum, programmer, ahli bangunan, ahli
menjahit, ahli menulis, ahli pidato, ahli keuangan dan akuntansi, ahli
matematika, fisika, kimia dll.
Mereka dapat dimanfaatkan oleh Masjid untuk memberikan
pendidikan atau pelatihan kepada jama’ah. Sehingga jama’ah menjadi cerdas dan
memiliki bekal yang mamadai untuk mandiri, berkembang serta memperbaiki taraf
hidupnya.
Selain itu, Masjid juga dapat memanfaatkan para ahli
tersebut untuk melakukan pembinaan yang terus menerus dan berkelanjutan yang
terprogram dengan baik, khususnya terhadap anak-anak dan remaja Masjid.
|
Ketiga,
dari aspek kemakmuran Masjid. Masjid di Jakarta penuh hanya di saat bulan
Ramadhan dan sholat Jum’at saja. Tapi coba kita tengok pada saat sholat subuh,
maghrib dan ‘isya, maka jama’ahnya tinggal 1 atau 2 shof saja. Ini tentu sangat
memprihatinkan. Seharusnya kalau hanya kepala keluarganya saja yang sholat di
Masjid seharusnya Masjid terisi 540 orang. Namun ini hanya menjadi mimpi,
selama kita mengelola Masjid dengan cara-cara tradisional. Karena itu kalau ada
Masjid yang kosong berarti pengurusnya tidak berfungsi, untuk itu harus segera dibenahi
atau diganti.
|
Keempat,
dari aspek ukhuwwah Islamiyyah. Masjid yang dikelola dengan baik akan
membentuk masyarakat muslim yang bersatu padu. Saling mengenal (ta’aruf),
memahami (tafahum), tolong menolong (ta’awun) dan saling menanggung (takaful).
Menjadi umat yang satu (ummatan wahidah), bershof-shof bagaikan bangunan
yang kokoh.
|
Kelima,
dari aspek problem – solving. Masjid yang dikelola dengan baik dan benar
akan menjadi pusat penyelesaian masalah (problem solver), bukan menjadi
sumber/pembuat masalah (problem source/problem maker). Sehingga ketika
orang datang ke Masjid menjadi senang dan hatinya tenang. Permasalahannya
menjadi berkurang dan hidupnya menjadi lebih baik. Namun anehnya betapa banyak
Masjid disekitar kita yang justru menjadi masalah. Sehingga Masjid identik
dengan kekumuhan, kejumudan, bau pesing, sumbangan yang tidak jelas pemakaian
dan pertanggungjawabannya serta penyalahgunaan dana umat. Dan betapa banyak kita
temukan orang yang hidup dari Masjid, bukan menghidupi Masjid.
|
Keenam,
dan ini menurut penulis sangat penting. Yaitu dalam rangka menghadang gerakan PEMURTADAN
di sekitar kita. Mereka telah bergerak dengan berbagai cara. Baik dengan
terang-terangan maupun secara sembunyi-sembunyi. Misalnya dengan memberikan bea
siswa, bantuan sandang, pangan dan obat-obatan.
Target mereka bukan hanya agar orang Islam menjadi
murtad. Tapi yang lebih penting dari itu adalah membuat anak-anak dan saudara
kita tidak memiliki jati diri Islam lagi. Tidak bangga terhadap Islam,
Rasulullah dan sunnahnya. Sehingga mereka akan menjadi anak-anak yang masa
bodoh dan tidak peduli dengan agamanya. Menjadi orang-orang yang termakan
perang pemikiran (ghazwul fikri). Sehingga terbaratkan dan tersibghah
(terwarnai) oleh budaya barat dan orang-orang kafir.
|
Mungkin masih banyak lagi urgensi
lainnya yang sangat penting, yang dapat kita tambahkan. Namun pada prinsipnya
urgensi Masjid adalah sebagai pusat kehidupan (center of life). Disana
kaum muslimin berkumpul, saling mengenal (ta’aruf), salaing memahami (tafahum),
bekerjasama, tolong menolong (ta’awun), saling menanggung (takaful),
saling berbagi ilmu dan saling beramal shalih sebanyak -banyaknya untuk
kejayaan Islam dan kaum muslimin.
Life
Center
BAB II
BEBERAPA PERSEPSI YANG KELIRU
DALAM PENGELOLAAN MASJID
Yang dimaksud dengan persepsi adalah
gambaran atau pandangan subjektif manusia terhadap sebuah gejala. Dalam hal ini
adalah pandangan kaum muslimin terhadap pengelolaan Masjid. Pandangan ini tidak
selamanya benar. Namun karena sudah mendekam dalam otak atau memori dan
mempengaruhi qalbu, menyebabkan orang sulit melakukan perubahan ke arah
yang lebih baik.
A.
Masjid Hanya tempat
Sholat
Banyak diantara
kita yang masih beranggapan bahwa Masjid
hanya berfungsi sebagai tempat sholat. Akibat pemahaman seperti ini
banyak kita temukan Masjid yang hanya memiliki bangunan utama berupa Masjid,
tempat wudhu dan buang air. Sehingga jama’ah yang datangpun hanya ingin sholat
atau buang hajat.
Dampak pemahaman semacam
ini menyebabkan Masjid menjadi kaku, terkunci rapat dan jarang kegiatan. Bahkan
juga menyebabkan orang yang lemah imannya lari dari Masjid. Karena mereka tidak
mendapatkan sesuatu yang dapat menyelesaikan persoalan hidupnya. Di Masjid
mereka hanya disuruh ini, dilarang itu. Tapi jarang kita temukan
Masjid yang memberikan ini dan itu untuk membuat jama’ah menjadi senang,
tenteran dan damai di lingkungan Masjid.
B.
Masjid Identik
Dengan Sumbangan
Persepsi ini
lahir karena kurang terbukanya informasi
yang berkaitan dengan pertanggungjawaban uang keluar oleh pengurus Masjid.
Pengurus lebih banyak berbicara masalah sumbangan, infak…infak dan
sedekah. Tapi jarang melaporkan secara terbuka dan terperinci pemanfaatan
sumbangan tersebut. Sehingga Masjid
cenderung menjadi tempat keluar masuknya uang saja. Bukan menjadi tempat yang
dapat mengembangkan uang masuk menjadi kegiatan yang bermakna dan dibutuhkan
oleh kaum muslimin disekitarnya. Atau bahkan menjadikan uang yang masuk menjadi
bertambah dengan adanya kegiatan ekonomi yang dikembangkan di sekitar
lingkungan Masjid.
Bisa jadi karena salah
dalam melakukan komunikasi. Sehingga seolah-olah masjid hanya bisa meminta
bukan memberi. Untuk itu pola komunikasinya harus dirubah yaitu dengan cara
menawarkan program kerja dan prestasi.
C.
Masjid Identik
Dengan Orang Tua
Coba kita sholat
berjama’ah berkeliling dari Masjid satu ke Masjid yang lain. Maka kita akan
dapati kebanyakan Masjid diisi oleh orang tua dan para pensiunan. Bukan hanya
itu, pengurusnya juga didominasi oleh orang-orang yang sudah tua. Pokoknya tua,
tidak peduli apakah mereka memahami manajemen, organisasi dan syariat Islam
atau tidak. Bahkan kalau kita perhatikan kegiatannya juga cenderung bernafaskan
keinginan orang tua. Kegiatan anak-anak muda yang cenderung “bebas”, inofatif
dan kreatif lebih banyak dihambat daripada didukung dan diarahkan.
D.
Masjid Tidak Menarik
Banyak
remaja, anak muda bahkan orang tua yang tidak tertarik dengan Masjid. Mereka
lebih tertarik nonton televisi atau belanja ke Mall. Gejala ini hampir merata
diseluruh Masjid yang ada disekitar kita. Tarikan dunia ternyata lebih kuat
daripada tarikan akherat. Untuk itulah maka dibutuhkan tarikan Masjid yang
lebih kuat dan kencang. Tarikan yang membuat anak-anak muda betah berlama-lama
berada di Masjid.
E.
Membentak-bentak
Anak Kecil
Banyak kita
temukan pengurus yang melarang atau dengan muka sinis dan galak menegur
anak-anak kecil yang berada di Masjid. Tindakan semacam ini menimbulkan dampak
psikologis bagi anak-anak, sehingga mereka merasakan betapa Masjid tidak
mencerminkan keramahan, cinta dan kasih sayang. Akibatnya setelah remaja mereka
menjadi anak-anak yang tidak menyukai Masjid. Sebab mereka menemukan keramahan,
cinta dan kasih sayang justru di luar Masjid, di tempat-tempat hiburan,
bioskop, mall bahkan di tangan misionaris.
F.
Segala-galanya Kyai
Gejala lainnya
adalah adanya orang yang di-kyai-kan atau dianggap guru atau merasa
menjadi guru/tokoh. Sehingga segala hal yang berkaitan dengan pengelolaan
Masjid harus dimintakan restu kepadanya. Bahkan kadang-kadang para remaja harus
mencium tangan dan mengemis-ngemis untuk mendapatkan restunya. Meskipun banyak
kegiatan sesuai dengan Alqur’an dan sunnah Nabi, namun karena tidak direstui
oleh sang kyai atau karena sang kyai memang tidak paham permasalahannya,
sehingga banyak kegiatan atau usulan remaja dan masyarakat sekitar tidak
digubris dan dianggap angin lalu.
G.
Merasa Benar Sendiri
Tidak sedikit
para pengurus Masjid dan orang yang merasa di-kyai-kan sering bersikap merasa
benar sendiri. Usulan, saran dan masukan dari jama’ah sering diabaikan.
Seolah-olah ia adalah pakar fikih dan imam madzhab yang memahami hukum sampai
detil. Bahkan ada yang merasa dirinya adalah aswaja (ahli sunnah wal
jama’ah) sementara yang lain bukan, hanya karena perbedaan dalam masalah khilafiyah.
Padahal ketika didesak lebih jauh apa itu aswaja dan apa kriterianya,
mereka tidak paham kecuali hanya taklid kepada orang yang dianggapnya
sebagai guru. Sehingga ketika ada orang yang dinilai dari organisasi lain ingin
memanfaatkan masjid tersebut, buru-buru ditolak karena dinilai bukan aswaja.
H.
Tertutup/Dikunci
Kebanyakan Masjid
dalam keadaan terkunci, dibuka hanya pada jam-jam menjelang sholat saja. Seolah-olah Masjid itu milik pengurus bukan
milik umat. Padahal banyak orang yang membutuhkan masjid setiap saat, baik
karena ingin menjalankan sholat sunnah, baca Alqur’an, berdzikir atau sekedar
melepas lelah. Hal ini diakibatkan karena Masjid terlalu banyak dipenuhi oleh assesoris
dan pajangan harta kekayaan sehingga takut dicuri orang.
I.
Terlalu Banyak
Mengatur Remaja Masjid
Tidak
sedikit orang tua dan pengurus Masjid
yang merasa paling pintar dan paling pandai dan tidak tahu bahwa zaman telah berubah, bahwa saat ini
adalah zaman kebo nyusu gudel. Sehingga tetap menempatkan anak-anak muda
dan para remaja sebagai anak yang tidak paham agama dan tidak mengerti fikih.
Akibatnya semua kegiatan harus ijin dan diatur oleh orang tua. Lama-lama para
remaja dan anak muda bosan dan tidak happy dan tidak enjoy di
masjid.
J.
Memilih pengurus
karena usianya
Salah satu
penyebab gagalnya fungsi dan peran masjid dalam pembangunan umat adalah
kesalahan dalam melakukan rekrutmen pengurus Masjid. Yaitu lebih banyak
didasarkan kepada masalah usia atau adanya kedekatan dengan pemilik tanah.
Padahal kita tahu, banyak sekali orang yang memberikan kontribusi dalam
pembangunan masjid, namun mereka lebih suka sembunyi-sembunyi karena khawatir riya.
Akibatnya jama’ah yang potensial, cerdas, memiliki komitmen, paham agama dan
manajemen tersingkir dari pemilihan pengurus Masjid.
Akhirnya tidak sedikit
Masjid hanya dikelola oleh orang-orang yang hanya memahami bagaimana mengelola
sholat lima waktu , sholat jum’at dan sholat ‘id. Sementara orang-orang yang
memahami bagaimana membangun dan memberdayakan umat lewat Masjid, menyelamatkan
umat dari gerakan pemurtadan dan penjajahan budaya asing menjadi penonton yang
sudah tidak didengar lagi usulan, saran dan pendapatnya. Anehnya ada pengurus
masjid dengan cara kekerasan menenteng-nenteng golok meng-gol-kan jagoannya
untuk menjadi ketua DKM (Dewan Kepengurusan Masjid).
K. Masjid Milik Pengurus
Sudah menjadi
kesepakatan umum bahwa Masjid itu milik umat Islam bukan milik pengurus. Namun
aneh tapi nyata, tidak sedikit pengurus yang memposisikan diri sebagai pemilik
masjid. Mereka dapat berbuat apa saja di masjid yang diurusnya, sementara
jama’ah dibatasi seketat-ketatnya. Bahkan ada juga pengurus yang cari hidup
dari Masjid, sehingga lebih senang masjidnya kosong daripada dikelola oleh
orang yang dianggap bukan golongannya.
BAB III
MASJID SECARA UMUM DAN HARAPAN KITA
A.
Masjid Secara Umum
Kondisi Masjid di
Indonesia secara umum dapat dikatakan sangat memprihatinkan. Sepi itulah
kata kunci yang bisa kita lihat dari hari ke hari. Penulis tidak ingin
berpanjang kata, karena itu pada bab ini kami hanya menampilkan hal-hal yang
menjadi keprihatinan kita bersama tersebut secara garis besar adalah sebagai
berikut :
Ø
Sepi dari jama’ah
Ø
Sepi dari remaja dan pemuda
Ø
Sepi dari kegiatan
Ø
Didominasi orang tua dan
kakek – nenek
Ø
Sibuk dengan seremonial
Ø
Yang kerja itu-itu saja
Ø
Aturan mainnya tidak jelas
Ø
Tidak memiliki prosedur
kerja yang baku
Ø
Tidak memiliki visi dan
misi yang jelas
Ø
Tidak memiliki strategi,
target dan ukuran keberhasilan yang jelas
Ø
Kurang menarik hati umat
Ø
Kasnya pas-pasan
Ø
Pemakaian dana yang
cenderung konsumtif
Ø
Kurang mampu menghadang
gerakan pemurtadan, pembaratan dan perang pemikiran yang dilancarkan oleh
musuh-musuh Islam.
B. Masjid Harapan Umat
Masjid harapan umat adalah masjid yang dapat menjadi
pusat penyelesaian terhadap berbagai permasalahan yang menimpa umat Islam. Dan
dapat memerankan dirinya dalam membentuk generasi qur’an, syakhsiyyah
rabbaniyyah (keribadian rabbani) atau al hawariyyun (penolong agama
Allah). Yaitu Masjid yang memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
Ø Jama’ahnya penuh setiap
sholat lima waktu (khususnya subuh, maghrib dan ‘isya)
Ø Dipenuhi oleh remaja dan
pemuda
Ø Kegiatannya menarik dan
bermanfaat baik dari sisi akherat maupun keduniaan
Ø Sebagian besar pengurusnya
aktif
Ø Kegiatannya banyak dan
bermashlahat bagi umat
Ø Kasnya penuh
Ø Dapat menghadang gerakan
pemurtadan, pembaratan dan perang pemikiran yang dilancarkan oleh musuh-musuh
Islam.
Ø Memiliki visi, misi,
target, kriteria keberhasilan, pedoman, prosedur dan aturan main yang jelas
Ø Menjadi pusat penyelesaian
berbagai permasalahan yang menimpa umat Islam.
Ka’bah tempo dulu
BAB V
BEBERAPA KIAT
A. Pengurus Siap dan Mau Berubah
Dalam kelompok sosial
manapun juga, kunci sebuah perbaikan adalah adanya perubahan. Dimulai dari
perubahan mental, pikiran dan kemudian perbuatan. Intinya adalah adanya kemauan
untuk berubah, kemudian belajar dan mencoba menerapkan apa yang dipelajari.
Selama tidak ada kemauan, meskipun memiliki kemampuan yang tinggi, tidak
mungkin terjadi perbaikan dan peningkatan.
Perubahan ini harus
dimulai dari pengurus. Karena pengurus adalah motor kegiatan organisasi atau
kelompok. Perubahan ini menyangkut masalah persepsi dan pemahaman yang benar
mengenai peran dan fungsi Masjid. Masalah ini sebenarnya sudah terlalu banyak
dibahas oleh para penulis. Namun dalam tulisan ini penulis hanya ingin
menegaskan. Bahwa fungsi dan peran Masjid bukan hanya untuk ibadah mahdhah
(ibadah yang telah ditentukan syarat dan rukunnya seperti sholat, dzikir dan
do’a). Tapi juga ibadah dalam arti luas yaitu politik, ekonomi, sosial, budaya
dan pertahanan keamanan (POLEKSOSBUD-HANKAM). Atau istilah lainnya adalah
menjadikan Masjid sebagai LIFE CENTER (pusat kehidupan kaum muslimin).
Selama pemahaman semacam ini tidak berubah jangan harap masjid dapat memerankan
diri menjadi problem solver problematika umat.
Karena itulah harus
diidentifikasi tipe-tipe pengurus yang mengelola masjid. Berdasarkan ke-mau-an
dan ke-mampu-annya dapat dibedakan menjadi 4 model pengurus. Pertama,
pengurus yang mau dan mampu berubah. Orang semacam inilah yang wajib dan harus
dipertahankan. Kedua, pengurus yang mau tapi tidak mampu, maka tugas
kita adalah melatih, membantu dan membinanya. Selanjutnya adalah pengurus yang
mampu tapi tidak mau. Tugas kita adalah memeberikan motivasi dan pengarahan
bahwa tugas mengurus Masjid merupakan tugas mulia yang harus dikerjakan secara
ikhlash, konsisten melalui kerjasama, kerja keras dan cerdas. Yang terakhir
adalah pengurus yang tidak mampu dan tidak mau. Inilah yang disebut dengan
istilah “kutu busuk.” Pengurus
semacam ini lebih baik dipecat dan disingkirkan dari kepengurusan masjid. Tapi
penulis yakin, tidak ada pengurus masjid semacam ini.
Mampu tapi tidak mau
Anak Nakal
|
Mau dan mampu
Bintang
|
||
Tidak mau dan tidak mampu
Kutu Busuk
|
Mau tapi tidak mampu
Pekerja
|
Kalau kemauan berubah
sudah ada, insya Allah semuanya akan menjadi mudah. Asalkan kita semuanya mau
bekerja sama, bekerja keras dan bekerja cerdas. Serta mau menerima masukan dan
saran dari manapun dan dari siapapun juga. Selanjutnya baru kita bangun visi,
misi, strategi, pedoman dan program kerja yang jelas, terukur, konsisten dan
berkesinambungan. Yang dalam buku ini penulis akan memfokuskan strategi kita
melalui pemberdayaan lembaga amil zakat Masjid. Baru dari sini kita akan
melakukan perubahan masyarakat untuk berbondong -bondong kembali ke masjid dan
menjadikan masjid sebagai pusat kemajuan umat dan bangsa.
B. Pengurus Komitmen dan Konsisten Mengelola Perubahan
Tugas selanjutnya adalah bagaimana pengurus
konsisten dan komitmen mengelola perubahan. Sebab perubahan tidak serta merta
terjadi, apalagi hal ini harus melibatkan ratusan jama’ah masjid. Disinilah
dibutuhkan kesabaran, ketabahan dan motivasi yang kuat untuk mewujudkan visi,
mimpi atau cita-cita yang telah dicanangkan. Kita harus sadari bahwa kerja ini
merupakan kerja berat, jangka panjang dan maraton yang benar-benar penuh dengan
onak dan duri, tantangan dan halangan di sepanjang jalan.
C. Mengaktifkan Lembaga Amil Zakat Masjid
Di banyak masjid sebenarnya sudah ada lembaga amil
zakat, infak dan sedekah. Namun sayang hal tersebut hanya aktif di saat bulan
ramadhan saja. Setelah itu kepanitiaannya dibubarkan. Padahal jika diteruskan
menjadi amil yang profesional, terbuka dan amanah, lembaga ini memiliki peran
yang cukup signifikan untuk menjadikan masjid sebagai lembaga untuk turut serta
menyelesaikan permasalahan umat. Yang menurut penulis secara mendasar
problematika umat terdiri dari dua yaitu kebodohan dan kemiskinan.
1. Organisasi dan Mekanisme Kerja
Untuk masuk ke wilayah ini maka kita harus terlebih
dadulu menata mekanisme kerja dan organisasi lembaga ini. Kita harus menjadikan
lembaga ini bukan hanya lembaga yang memungut dan menyalurkan zakat, infak
maupun sedekah. Tapi juga menjadi lembaga yang dapat menjalankan atau membiayai
program-program yang berkesinambungan dalam rangka mencerdaskan umat, memberantas
kemiskinan dan meningkatkan iman. Karena itulah dibutuhkan monitoring, control,
evaluasi dan perbaikan yang berkelanjutan (continuous improvement). Yang secara organisasi, mekanisme
dan program dapat dilihat pada bagan berikut ini.
2. Pengumpulan dan Pemasaran
Tugas utama dari bidang
ini adalah melakukan pengumpulan zakat, infak dan sedekah dari jama’ah yang
berada di sekitar Masjid. Agar tugas ini dapat berjalan dengan baik maka
dibutuhkan program pemasaran terpadu. Artinya bahwa semua bagian yang ada dalam
organisasi tersebut berupaya menampilkan prestasi sebaik-baiknya. Karena yang
dijual ke jama’ah adalah prestasi dan program kerja. Tentunya dengan berbagai
bentuk laporan dan komunikasi secara terbuka kepada para muzakki.
Salah satu tugas yang penting adalah melakukan
sosialisasi penyadaran kepada orang kaya untuk membayar zakat. Sehingga mereka
dapat membedakan antara zakat, infak, sedekah dan apa saja yang menjadi objek
zakat. Serta dapat menghitung dengan mudah berapa zakat yang wajib
dikeluarkannya. Dibawah ini gambaran umum untuk mengetahui perbedaan zakat,
infak, sedekah dan wakaf.
|
||||||
|
|||||||||||
Zakat ini harus terus menerus disosialisasikan
kepada jama’ah. Bahwa zakat adalah salah satu rukun Islam yang lima. Bahkan Abu
Bakar pernah memerangi orang yang tidak membayar zakat meskipun mereka sholat.
Karena antara sholat dan zakat merupakan satu kesatuan utuh yang tidak terpisahkan.
Sehingga dalam ayat-ayat Alqur’an banyak ditemukan perintah sholat yang
bergandengan dengan perintah membayar zakat. Ayat Alqur’an juga banyak sekali
mengajak kepada orang-orang beriman untuk berjihad, baik dengan harta (amwal)
maupun jiwa (anfus).
Tahapan penyadaran ini dapat dilakukan melalui
seminar, ceramah di Masjid atau dari pintu ke pintu. Setelah mereka sadar dan
tertarik, ditawarkan kepada mereka dengan berbagai model. Baik dengan mengisi
formulir kesediaan atau kartu, menempatkan krenceng /tabungan. Dilakukan dengan
transfer melalui rekening, dijemput petugas, melalui kotak-kotak infak yang ada
di warung, melalui SMS maupun pada saat acara-acara besar yang diselenggarakan
oleh Masjid.
Daya tarik lainnya adalah layanan pelanggan. Salah satunya
kuncinya adalah adanya laporan yang transparan dan diterima tepat waktu. Untuk
muzakki-muzakki tertentu sebaiknya disampaikan melalui surat. Sedangkan muzakki
pada umumnya dapat diumumkan di majalah-majalah dinding masjid atau karang
taruna RT.
Layanan pelanggan juga dapat dilakukan melalui
acara temu muzakki-mustahik. Sehingga muzakki dapat mengetahui secara
langsung kemana dan siapa saja orang yang menerima zakat. Sekaligus sebagai
upaya untuk membangun tali persaudaraan antara si kaya dan si miskin. Atau pada
acara-acara tertentu muzakki turut dilibatkan. Baik sebagai undangan saja, nara
sumber, pengajar atau mungkin panitia, bila mereka berkenan membantunya.
3.
Pendayagunaan Zakat,
Infak dan Sedekah
Menurut surat At Taubah ayat 60 ada 8 kelompok yang
berhak menerima zakat. Yaitu fakir, miskin, amil, muallaf , gharrimin
(penghutang), riqab (budak), fi sabiilillah, ibnu sabil. Dari 8 kelompok
tersebut fakir dan miskin merupakan kelompok yang paling layak diprioritaskan.
Pertama karena Allah memprioritaskannya sehingga disebutkan pada awal ayat.
Kedua karena realitas hidup bangsa Indonesia yang sebagian besar masyarakatnya
memang dalam keadaan fakir dan miskin. Karena itulah program-program yang
dirancang sebaiknya memiliki kaitan erat dengan kebutuhan fakir miskin.
Dalam pendayagunaannya sebaiknya tidak didasarkan
pada masalah asnaf tapi difokuskan pada masalah program kerja. Sebagai contoh
kita dapat fokuskan pada lima program utama yaitu program ketrampilan kerja,
program pemberdayaan ekonomi, program bea siswa, program kesehatan dan program
darurat untuk korban bencana alam maupun kerusuhan masal. Adapun pembagiannya
sebagai contoh dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
PROGRAM (PEOSENTASE)
|
PENERIMA (PROSENTASE)
|
||||
FAKIR
MISKIN
|
MUALLAF
|
GHARIMIN
|
FISABILI
LILLAH
|
IBNU
SABIL
|
|
Ketrampilan
Kerja (25%)
|
75 %
|
-
|
25%
|
-
|
-
|
Pemberdayaan
ekonomi (30%)
|
75%
|
-
|
25%
|
-
|
-
|
Bea
Siswa (25%)
|
75%
|
-
|
-
|
-
|
25%
|
Kesehatan
(10%)
|
90 %
|
-
|
-
|
-
|
10%
|
Darurat
(10%)
|
75%
|
-
|
-
|
25%
|
|
4.
Monitoring, Evaluasi
dan Kriteria Keberhasilan
Agar program pendayagunaan tersebut diatas dapat
berjalan dengan baik maka dibutuhkan monitoring yang berkesinambungan, evaluasi
dan kriteria keberhasilan dari sebuah program. Para penerima zakat harus dibina
secara berkesinambungan minimal seminggu sekali dengan pedoman ataupun silabus
yang jelas. Secara umum masalah ibadah
harian seperti sholat lima waktu, puasa ramadhan dan membaca Alqur’an merupakan
hal yang sangat mendasar untuk terus menerus dimonitoring. Sehingga di akhir program
tercapai salah satu tujuan program zakat yaitu merubah muslim biasa menjadi
muslim yang shalih. Tujuan lainnya yaitu merubah mustahik menjadi muzakki dan
dari bodoh menjadi cerdas.
Untuk itu maka dibutuhkan kriteria keberhasilan
terhadap program yang dijalankan. Contohnya untuk program bea siswa, maka
setiap siswa yang memperoleh bantuan zakat harus mengikuti program pembinaan
yang disusun oleh amil zakat. Dengan kriteria keberhasilan misalnya pada tahun
pertama semua siswa melaksanakan sholat wajib lima kali sehari. Melaksanakan
puasa ramadhan sebulan penuh (kecuali yang berhalangan), mampu membaca Alqur’an
sesuai dengan tajwidnya. Bisa juga ditambahkan rata-rata rapornya minimal 7,5
setiap semester.
Karenanya amil zakat harus kreatif dan inovatif
untuk menemukan metode-metode baru agar tujuan penyaluran ZIS tepat sasaran dan
berdaya guna. Caranya yaitu dengan melakukan evaluasi triwulanan, semesteran
atau tahunan dari perkembangan program yang dijalankannya. Berdasarkan evaluasi
inilah akan ditemukan kekurangan-kekurangan dan berbagai kendala yang kemudian
dicarikan jalan keluar terbaik untuk memecahkannya.
Agar amil zakat tidak terlalu berat dapat
memanfaatkan mitra kerja, baik perorangan atau lembaga dengan perjanjian atau
surat perintah kerja yang jelas. Atau memanfaatkan pengurus Masjid di bidang
dakwah dan pendidikan untuk menangani pembinaan terhadap mustahik. Pekerjaan
monitoring dan evaluasi ini memang tidak mudah. Untuk itu dibutuhkan komitmen,
ketekunan, ketabahan dan kesabaran dalam melaksanakannya.
BAB VI
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kita
sepakat bahwa masjid merupakan salah satu pilar menuju kemenangan Islam.
Sekaligus sebagai tolok ukur tentang sebuah masyarakat Islam. Namun sayang, tidak sedikit masjid atau
musholla disekitar kita kosong dari jama’ah dan kegiatan dakwah Islam. Karena
itulah dibutuhkan strategi pemberdayaan yang tepat guna dan dapat menarik
jamaa’ah untuk berbondong-bondong memakmurkan masjid. Sehingga menjadi masjid
super berkah, yang mampu meningkatkan keimanan, mencerdaskan umat dan
mengentaskan kemiskinan.
Salah
satu caranya yaitu dengan memberdayakan dan mengoptimalkan fungsi lembaga amil
zakat, infak dan sedekah yang ada di setiap masjid. Sehingga lembaga tersebut
dapat berperan aktif untuk merubah umat, dari bodoh menjadi cerdas dari kurang
shalih menjadi shalih dan dari mustahik menjadi muzakki. Dengan
program yang jelas, terukur dan berkesinambungan serta melibatkan seluruh
jama’ah diharapkan masjid menjadi makmur dan berkontribusi secara nyata dalam
memecahkan berbagai macam problematika kehidupan.
Namun
sebelum itu, pengurus harus mau berubah. Karena inilah kunci utama untuk menuju
perubahan yang lebih besar. Menuju kejayaan umat dan kemenangan dakwah Islam
melalui pemberdayaan fungsi dan peran masjid.
B. Bahan Bacaan
Hafidhuddin,
Didin. Panduan Praktis Tentang Zakat, Infak dan Sedekah. Jakarta : Gema Insani Press, 1998.
Suharsono, H.
M. Panduan Zakat Praktis. Jakarta : Lembaga Amil Zakat Al Hakim, 2004.
Hasan, A.
Pedoman Sholat…………………………….
Ulwan, Abdullah Nashih. Pedoman
Pendidikan Anak Dalam Islam. Diterjemahkan oleh Syaifullah Kamalie dan Hery
Noer Ali. Cet. II. (Bandung : Asy Syifa, 1988).
Ash Shabuni, M. Ali. Tafsir
Ayat-Ayat Hukum Dalam Alqur’an Jilid I. Diterjemehkan oleh Soleh Mahfoed. Cet. 10, (Bandung : PT. Alma’arif).
Departemen Agama. Alqur’an dan Terjemahnya. 1971.
Agustian, Ary Gunanjar. Rahasia
Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan Spiritual Berdasarkan 6 Rukun Iman dan 5
Rukun Islam. Cet. IV. (Jakarta : Arga, 2001).
Khalid, Muhammad Khalid. Kehidupan
Para Khalifah Teladan. Diterjemahkan oleh Zaid Husein Alhamid. Cet. I.
(Jakarta : Pustaka Amani, 1995).
No comments:
Post a Comment