Translate

Mencari Artikel

FIND(Mencari)

Sunday 22 July 2018

Masjid Berkah


BAB I
PENDAHULUAN


Urgensi Masjid Yang Berkah


Masjid memiliki banyak peran atau urgensi yang sangat menentukan dalam membangun, memberdayakan dan mencapai kejayaan Islam wal muslimiin. Karena itulah Rasulullah menjadikan Masjid sebagai pilar pembentukan masyarakat Medinah sejak beliau pertama kali melangkahkan kakinya hijrah ke Medinah.

Sebagai gambaran nyata betapa pentingnya Masjid dalam kehidupan, dapat kita lihat dari beberapa aspek. Pertama dari aspek keuangan. Mari kita hitung Masjid yang ada di Jakarta. Hampir setiap RW memiliki masjid. Dengan rata-rata per-RT ada 60 kepala keluarga (KK) maka per RW dengan rata-rata 10 RT ada 600 KK. Misalnya muslimnya ada 90%, berarti ada 540 KK.
Seandainya disetiap RW tersebut ada 20% KK yang miskin (108 KK), maka masih ada 70% KK yang mampu (432 KK). Berarti setiap 4 KK dapat membantu 1 KK yang miskin. Dengan model pemberdayaan seperti itu, Insya Allah dalam waktu yang relatif pendek kita dapat menanggulangi kemiskinan. Dan kita tidak membutuhkan lagi bantuan dari gerakan pemurtadan yang ada di Jakarta.
Semuanya itu dapat tercapai jika Masjid dapat menjadi LAZ (Lembaga Amil Zakat) yang profesional, kompeten, kredibel dan terpercaya. Sehingga dapat mengkoordinir dan memobilisasi dana zakat, infak dan sedekah kaum muslimin yang ada di setiap RW.

MASJID YANG BERKAH AKAN MENGHAPUSKAN KEMISKINAN

 
 



Kedua, dari aspek pendidikan. Diantara 432 KK yang mampu tentu saja ada orang-orang yang memiliki keahlian, pengetahuan dan pengalaman yang sangat berharga. Mungkin ada yang ahli agama, ahli hukum, programmer, ahli bangunan, ahli menjahit, ahli menulis, ahli pidato, ahli keuangan dan akuntansi, ahli matematika, fisika, kimia dll.
Mereka dapat dimanfaatkan oleh Masjid untuk memberikan pendidikan atau pelatihan kepada jama’ah. Sehingga jama’ah menjadi cerdas dan memiliki bekal yang mamadai untuk mandiri, berkembang serta memperbaiki taraf hidupnya.
Selain itu, Masjid juga dapat memanfaatkan para ahli tersebut untuk melakukan pembinaan yang terus menerus dan berkelanjutan yang terprogram dengan baik, khususnya terhadap anak-anak dan remaja Masjid.

MASJID YANG BERKAH AKAN MENGHAPUSKAN KEBODOHAN


 
 

Ketiga, dari aspek kemakmuran Masjid. Masjid di Jakarta penuh hanya di saat bulan Ramadhan dan sholat Jum’at saja. Tapi coba kita tengok pada saat sholat subuh, maghrib dan ‘isya, maka jama’ahnya tinggal 1 atau 2 shof saja. Ini tentu sangat memprihatinkan. Seharusnya kalau hanya kepala keluarganya saja yang sholat di Masjid seharusnya Masjid terisi 540 orang. Namun ini hanya menjadi mimpi, selama kita mengelola Masjid dengan cara-cara tradisional. Karena itu kalau ada Masjid yang kosong berarti pengurusnya tidak berfungsi, untuk itu harus segera dibenahi atau diganti.

MASJID YANG BERKAH  AKAN MAKMUR DAN JAMAAHNYA PENUH


 
 



            Keempat, dari aspek ukhuwwah Islamiyyah. Masjid yang dikelola dengan baik akan membentuk masyarakat muslim yang bersatu padu. Saling mengenal (ta’aruf), memahami (tafahum), tolong menolong (ta’awun) dan saling menanggung (takaful). Menjadi umat yang satu (ummatan wahidah), bershof-shof bagaikan bangunan yang kokoh.

MASJID YANG BERKAH  AKAN MENYATUKAN UMAT


 
 



Kelima, dari aspek problem – solving. Masjid yang dikelola dengan baik dan benar akan menjadi pusat penyelesaian masalah (problem solver), bukan menjadi sumber/pembuat masalah (problem source/problem maker). Sehingga ketika orang datang ke Masjid menjadi senang dan hatinya tenang. Permasalahannya menjadi berkurang dan hidupnya menjadi lebih baik. Namun anehnya betapa banyak Masjid disekitar kita yang justru menjadi masalah. Sehingga Masjid identik dengan kekumuhan, kejumudan, bau pesing, sumbangan yang tidak jelas pemakaian dan pertanggungjawabannya serta penyalahgunaan dana umat. Dan betapa banyak kita temukan orang yang hidup dari Masjid, bukan menghidupi Masjid.

MASJID YANG BERKAH AKAN MENJADI PUSAT PENYELESAIAN MASALAH


 
 



Keenam, dan ini menurut penulis sangat penting. Yaitu dalam rangka menghadang gerakan PEMURTADAN di sekitar kita. Mereka telah bergerak dengan berbagai cara. Baik dengan terang-terangan maupun secara sembunyi-sembunyi. Misalnya dengan memberikan bea siswa, bantuan sandang, pangan dan obat-obatan.
Target mereka bukan hanya agar orang Islam menjadi murtad. Tapi yang lebih penting dari itu adalah membuat anak-anak dan saudara kita tidak memiliki jati diri Islam lagi. Tidak bangga terhadap Islam, Rasulullah dan sunnahnya. Sehingga mereka akan menjadi anak-anak yang masa bodoh dan tidak peduli dengan agamanya. Menjadi orang-orang yang termakan perang pemikiran (ghazwul fikri). Sehingga terbaratkan dan tersibghah (terwarnai) oleh budaya barat dan orang-orang kafir.

MASJID YANG BERKAH AKAN MAMPU MENGHADANG GERAKAN PEMURTADAN


 
 



Mungkin masih banyak lagi urgensi lainnya yang sangat penting, yang dapat kita tambahkan. Namun pada prinsipnya urgensi Masjid adalah sebagai pusat kehidupan (center of life). Disana kaum muslimin berkumpul, saling mengenal (ta’aruf), salaing memahami (tafahum), bekerjasama, tolong menolong (ta’awun), saling menanggung (takaful), saling berbagi ilmu dan saling beramal shalih sebanyak -banyaknya untuk kejayaan Islam dan kaum muslimin.

 


                                      









Life Center













BAB II
BEBERAPA PERSEPSI YANG KELIRU
DALAM PENGELOLAAN MASJID

            Yang dimaksud dengan persepsi adalah gambaran atau pandangan subjektif manusia terhadap sebuah gejala. Dalam hal ini adalah pandangan kaum muslimin terhadap pengelolaan Masjid. Pandangan ini tidak selamanya benar. Namun karena sudah mendekam dalam otak atau memori dan mempengaruhi qalbu, menyebabkan orang sulit melakukan perubahan ke arah yang lebih baik.

A.           Masjid Hanya tempat Sholat
            Banyak diantara kita yang masih beranggapan bahwa Masjid  hanya berfungsi sebagai tempat sholat. Akibat pemahaman seperti ini banyak kita temukan Masjid yang hanya memiliki bangunan utama berupa Masjid, tempat wudhu dan buang air. Sehingga jama’ah yang datangpun hanya ingin sholat atau buang hajat.
            Dampak pemahaman semacam ini menyebabkan Masjid menjadi kaku, terkunci rapat dan jarang kegiatan. Bahkan juga menyebabkan orang yang lemah imannya lari dari Masjid. Karena mereka tidak mendapatkan sesuatu yang dapat menyelesaikan persoalan hidupnya. Di Masjid mereka hanya disuruh ini, dilarang itu. Tapi jarang kita temukan Masjid yang memberikan ini dan itu untuk membuat jama’ah menjadi senang, tenteran dan damai di lingkungan Masjid.
           
B.           Masjid Identik Dengan Sumbangan
            Persepsi ini lahir karena kurang terbukanya  informasi yang berkaitan dengan pertanggungjawaban uang keluar oleh pengurus Masjid. Pengurus lebih banyak berbicara masalah sumbangan, infak…infak dan sedekah. Tapi jarang melaporkan secara terbuka dan terperinci pemanfaatan sumbangan tersebut.       Sehingga Masjid cenderung menjadi tempat keluar masuknya uang saja. Bukan menjadi tempat yang dapat mengembangkan uang masuk menjadi kegiatan yang bermakna dan dibutuhkan oleh kaum muslimin disekitarnya. Atau bahkan menjadikan uang yang masuk menjadi bertambah dengan adanya kegiatan ekonomi yang dikembangkan di sekitar lingkungan Masjid. 
            Bisa jadi karena salah dalam melakukan komunikasi. Sehingga seolah-olah masjid hanya bisa meminta bukan memberi. Untuk itu pola komunikasinya harus dirubah yaitu dengan cara menawarkan program kerja dan prestasi.
           


C.           Masjid Identik Dengan Orang Tua
            Coba kita sholat berjama’ah berkeliling dari Masjid satu ke Masjid yang lain. Maka kita akan dapati kebanyakan Masjid diisi oleh orang tua dan para pensiunan. Bukan hanya itu, pengurusnya juga didominasi oleh orang-orang yang sudah tua. Pokoknya tua, tidak peduli apakah mereka memahami manajemen, organisasi dan syariat Islam atau tidak. Bahkan kalau kita perhatikan kegiatannya juga cenderung bernafaskan keinginan orang tua. Kegiatan anak-anak muda yang cenderung “bebas”, inofatif dan kreatif lebih banyak dihambat daripada didukung dan diarahkan.
                       
D.           Masjid Tidak Menarik
            Banyak remaja, anak muda bahkan orang tua yang tidak tertarik dengan Masjid. Mereka lebih tertarik nonton televisi atau belanja ke Mall. Gejala ini hampir merata diseluruh Masjid yang ada disekitar kita. Tarikan dunia ternyata lebih kuat daripada tarikan akherat. Untuk itulah maka dibutuhkan tarikan Masjid yang lebih kuat dan kencang. Tarikan yang membuat anak-anak muda betah berlama-lama berada di Masjid.

E.            Membentak-bentak Anak Kecil
            Banyak kita temukan pengurus yang melarang atau dengan muka sinis dan galak menegur anak-anak kecil yang berada di Masjid. Tindakan semacam ini menimbulkan dampak psikologis bagi anak-anak, sehingga mereka merasakan betapa Masjid tidak mencerminkan keramahan, cinta dan kasih sayang. Akibatnya setelah remaja mereka menjadi anak-anak yang tidak menyukai Masjid. Sebab mereka menemukan keramahan, cinta dan kasih sayang justru di luar Masjid, di tempat-tempat hiburan, bioskop, mall bahkan di tangan misionaris.

F.            Segala-galanya Kyai
            Gejala lainnya adalah adanya orang yang di-kyai-kan atau dianggap guru atau merasa menjadi guru/tokoh. Sehingga segala hal yang berkaitan dengan pengelolaan Masjid harus dimintakan restu kepadanya. Bahkan kadang-kadang para remaja harus mencium tangan dan mengemis-ngemis untuk mendapatkan restunya. Meskipun banyak kegiatan sesuai dengan Alqur’an dan sunnah Nabi, namun karena tidak direstui oleh sang kyai atau karena sang kyai memang tidak paham permasalahannya, sehingga banyak kegiatan atau usulan remaja dan masyarakat sekitar tidak digubris dan dianggap angin lalu.



G.           Merasa Benar Sendiri
            Tidak sedikit para pengurus Masjid dan orang yang merasa di-kyai-kan sering bersikap merasa benar sendiri. Usulan, saran dan masukan dari jama’ah sering diabaikan. Seolah-olah ia adalah pakar fikih dan imam madzhab yang memahami hukum sampai detil. Bahkan ada yang merasa dirinya adalah aswaja (ahli sunnah wal jama’ah) sementara yang lain bukan, hanya karena perbedaan dalam masalah khilafiyah. Padahal ketika didesak lebih jauh apa itu aswaja dan apa kriterianya, mereka tidak paham kecuali hanya taklid kepada orang yang dianggapnya sebagai guru. Sehingga ketika ada orang yang dinilai dari organisasi lain ingin memanfaatkan masjid tersebut, buru-buru ditolak karena dinilai bukan aswaja.

H.           Tertutup/Dikunci
            Kebanyakan Masjid dalam keadaan terkunci, dibuka hanya pada jam-jam menjelang sholat saja.  Seolah-olah Masjid itu milik pengurus bukan milik umat. Padahal banyak orang yang membutuhkan masjid setiap saat, baik karena ingin menjalankan sholat sunnah, baca Alqur’an, berdzikir atau sekedar melepas lelah. Hal ini diakibatkan karena Masjid terlalu banyak dipenuhi oleh assesoris dan pajangan harta kekayaan sehingga takut dicuri orang.

I.            Terlalu Banyak Mengatur Remaja Masjid
            Tidak sedikit  orang tua dan pengurus Masjid yang merasa paling pintar dan paling pandai dan tidak tahu  bahwa zaman telah berubah, bahwa saat ini adalah zaman kebo nyusu gudel. Sehingga tetap menempatkan anak-anak muda dan para remaja sebagai anak yang tidak paham agama dan tidak mengerti fikih. Akibatnya semua kegiatan harus ijin dan diatur oleh orang tua. Lama-lama para remaja dan anak muda bosan dan tidak happy dan tidak enjoy di masjid.

J.            Memilih pengurus karena usianya
            Salah satu penyebab gagalnya fungsi dan peran masjid dalam pembangunan umat adalah kesalahan dalam melakukan rekrutmen pengurus Masjid. Yaitu lebih banyak didasarkan kepada masalah usia atau adanya kedekatan dengan pemilik tanah. Padahal kita tahu, banyak sekali orang yang memberikan kontribusi dalam pembangunan masjid, namun mereka lebih suka sembunyi-sembunyi karena khawatir riya. Akibatnya jama’ah yang potensial, cerdas, memiliki komitmen, paham agama dan manajemen tersingkir dari pemilihan pengurus Masjid.
            Akhirnya tidak sedikit Masjid hanya dikelola oleh orang-orang yang hanya memahami bagaimana mengelola sholat lima waktu , sholat jum’at dan sholat ‘id. Sementara orang-orang yang memahami bagaimana membangun dan memberdayakan umat lewat Masjid, menyelamatkan umat dari gerakan pemurtadan dan penjajahan budaya asing menjadi penonton yang sudah tidak didengar lagi usulan, saran dan pendapatnya. Anehnya ada pengurus masjid dengan cara kekerasan menenteng-nenteng golok meng-gol-kan jagoannya untuk menjadi ketua DKM (Dewan Kepengurusan Masjid).
K.         Masjid Milik Pengurus
            Sudah menjadi kesepakatan umum bahwa Masjid itu milik umat Islam bukan milik pengurus. Namun aneh tapi nyata, tidak sedikit pengurus yang memposisikan diri sebagai pemilik masjid. Mereka dapat berbuat apa saja di masjid yang diurusnya, sementara jama’ah dibatasi seketat-ketatnya. Bahkan ada juga pengurus yang cari hidup dari Masjid, sehingga lebih senang masjidnya kosong daripada dikelola oleh orang yang dianggap bukan golongannya.

 



























BAB III
MASJID SECARA UMUM DAN HARAPAN KITA

A.        Masjid Secara Umum

            Kondisi Masjid di Indonesia secara umum dapat dikatakan sangat memprihatinkan. Sepi itulah kata kunci yang bisa kita lihat dari hari ke hari. Penulis tidak ingin berpanjang kata, karena itu pada bab ini kami hanya menampilkan hal-hal yang menjadi keprihatinan kita bersama tersebut secara garis besar adalah sebagai berikut :

Ø  Sepi dari jama’ah
Ø  Sepi dari remaja dan pemuda
Ø  Sepi dari kegiatan
Ø  Didominasi orang tua dan kakek – nenek
Ø  Sibuk dengan seremonial
Ø  Yang kerja itu-itu saja
Ø  Aturan mainnya tidak jelas
Ø  Tidak memiliki prosedur kerja yang baku
Ø  Tidak memiliki visi dan misi yang jelas
Ø  Tidak memiliki strategi, target dan ukuran keberhasilan yang jelas
Ø  Kurang menarik hati umat
Ø  Kasnya pas-pasan
Ø  Pemakaian dana yang cenderung konsumtif
Ø  Kurang mampu menghadang gerakan pemurtadan, pembaratan dan perang pemikiran yang dilancarkan oleh musuh-musuh Islam.

B.       Masjid Harapan Umat
           
Masjid harapan umat adalah masjid yang dapat menjadi pusat penyelesaian terhadap berbagai permasalahan yang menimpa umat Islam. Dan dapat memerankan dirinya dalam membentuk generasi qur’an, syakhsiyyah rabbaniyyah (keribadian rabbani) atau al hawariyyun (penolong agama Allah). Yaitu Masjid yang memiliki ciri-ciri sebagai berikut :

Ø  Jama’ahnya penuh setiap sholat lima waktu (khususnya subuh, maghrib dan ‘isya)
Ø  Dipenuhi oleh remaja dan pemuda
Ø  Kegiatannya menarik dan bermanfaat baik dari sisi akherat maupun keduniaan
Ø  Sebagian besar pengurusnya aktif
Ø  Kegiatannya banyak dan bermashlahat bagi umat
Ø  Kasnya penuh
Ø  Dapat menghadang gerakan pemurtadan, pembaratan dan perang pemikiran yang dilancarkan oleh musuh-musuh Islam.
Ø  Memiliki visi, misi, target, kriteria keberhasilan, pedoman, prosedur dan aturan main yang jelas
Ø  Menjadi pusat penyelesaian berbagai permasalahan yang menimpa umat Islam.


Ka’bah tempo dulu









BAB V

BEBERAPA KIAT

A.       Pengurus Siap dan Mau Berubah
Dalam kelompok sosial manapun juga, kunci sebuah perbaikan adalah adanya perubahan. Dimulai dari perubahan mental, pikiran dan kemudian perbuatan. Intinya adalah adanya kemauan untuk berubah, kemudian belajar dan mencoba menerapkan apa yang dipelajari. Selama tidak ada kemauan, meskipun memiliki kemampuan yang tinggi, tidak mungkin terjadi perbaikan dan peningkatan.
Perubahan ini harus dimulai dari pengurus. Karena pengurus adalah motor kegiatan organisasi atau kelompok. Perubahan ini menyangkut masalah persepsi dan pemahaman yang benar mengenai peran dan fungsi Masjid. Masalah ini sebenarnya sudah terlalu banyak dibahas oleh para penulis. Namun dalam tulisan ini penulis hanya ingin menegaskan. Bahwa fungsi dan peran Masjid bukan hanya untuk ibadah mahdhah (ibadah yang telah ditentukan syarat dan rukunnya seperti sholat, dzikir dan do’a). Tapi juga ibadah dalam arti luas yaitu politik, ekonomi, sosial, budaya dan pertahanan keamanan (POLEKSOSBUD-HANKAM). Atau istilah lainnya adalah menjadikan Masjid sebagai LIFE CENTER (pusat kehidupan kaum muslimin). Selama pemahaman semacam ini tidak berubah jangan harap masjid dapat memerankan diri menjadi problem solver problematika umat.
Karena itulah harus diidentifikasi tipe-tipe pengurus yang mengelola masjid. Berdasarkan ke-mau-an dan ke-mampu-annya dapat dibedakan menjadi 4 model pengurus. Pertama, pengurus yang mau dan mampu berubah. Orang semacam inilah yang wajib dan harus dipertahankan. Kedua, pengurus yang mau tapi tidak mampu, maka tugas kita adalah melatih, membantu dan membinanya. Selanjutnya adalah pengurus yang mampu tapi tidak mau. Tugas kita adalah memeberikan motivasi dan pengarahan bahwa tugas mengurus Masjid merupakan tugas mulia yang harus dikerjakan secara ikhlash, konsisten melalui kerjasama, kerja keras dan cerdas. Yang terakhir adalah pengurus yang tidak mampu dan tidak mau. Inilah yang disebut dengan istilah “kutu busuk.”  Pengurus semacam ini lebih baik dipecat dan disingkirkan dari kepengurusan masjid. Tapi penulis yakin, tidak ada pengurus masjid semacam ini.








 




Mampu tapi tidak mau
Anak Nakal

Mau dan mampu
Bintang
Kemauan
 

Tidak mau dan tidak mampu
Kutu Busuk

Mau tapi tidak mampu
Pekerja


Kalau kemauan berubah sudah ada, insya Allah semuanya akan menjadi mudah. Asalkan kita semuanya mau bekerja sama, bekerja keras dan bekerja cerdas. Serta mau menerima masukan dan saran dari manapun dan dari siapapun juga. Selanjutnya baru kita bangun visi, misi, strategi, pedoman dan program kerja yang jelas, terukur, konsisten dan berkesinambungan. Yang dalam buku ini penulis akan memfokuskan strategi kita melalui pemberdayaan lembaga amil zakat Masjid. Baru dari sini kita akan melakukan perubahan masyarakat untuk berbondong -bondong kembali ke masjid dan menjadikan masjid sebagai pusat kemajuan umat dan bangsa.

B.       Pengurus Komitmen dan Konsisten Mengelola Perubahan
Tugas selanjutnya adalah bagaimana pengurus konsisten dan komitmen mengelola perubahan. Sebab perubahan tidak serta merta terjadi, apalagi hal ini harus melibatkan ratusan jama’ah masjid. Disinilah dibutuhkan kesabaran, ketabahan dan motivasi yang kuat untuk mewujudkan visi, mimpi atau cita-cita yang telah dicanangkan. Kita harus sadari bahwa kerja ini merupakan kerja berat, jangka panjang dan maraton yang benar-benar penuh dengan onak dan duri, tantangan dan halangan di sepanjang jalan.

C.        Mengaktifkan Lembaga Amil Zakat Masjid
Di banyak masjid sebenarnya sudah ada lembaga amil zakat, infak dan sedekah. Namun sayang hal tersebut hanya aktif di saat bulan ramadhan saja. Setelah itu kepanitiaannya dibubarkan. Padahal jika diteruskan menjadi amil yang profesional, terbuka dan amanah, lembaga ini memiliki peran yang cukup signifikan untuk menjadikan masjid sebagai lembaga untuk turut serta menyelesaikan permasalahan umat. Yang menurut penulis secara mendasar problematika umat terdiri dari dua yaitu kebodohan dan kemiskinan.
1.  Organisasi dan Mekanisme Kerja          

Untuk masuk ke wilayah ini maka kita harus terlebih dadulu menata mekanisme kerja dan organisasi lembaga ini. Kita harus menjadikan lembaga ini bukan hanya lembaga yang memungut dan menyalurkan zakat, infak maupun sedekah. Tapi juga menjadi lembaga yang dapat menjalankan atau membiayai program-program yang berkesinambungan dalam rangka mencerdaskan umat, memberantas kemiskinan dan meningkatkan iman. Karena itulah dibutuhkan monitoring, control, evaluasi dan perbaikan yang berkelanjutan (continuous improvement).             Yang secara organisasi, mekanisme dan program dapat dilihat pada bagan berikut ini.
 



























2.    Pengumpulan dan Pemasaran

Tugas utama dari bidang ini adalah melakukan pengumpulan zakat, infak dan sedekah dari jama’ah yang berada di sekitar Masjid. Agar tugas ini dapat berjalan dengan baik maka dibutuhkan program pemasaran terpadu. Artinya bahwa semua bagian yang ada dalam organisasi tersebut berupaya menampilkan prestasi sebaik-baiknya. Karena yang dijual ke jama’ah adalah prestasi dan program kerja. Tentunya dengan berbagai bentuk laporan dan komunikasi secara terbuka kepada para muzakki.
Salah satu tugas yang penting adalah melakukan sosialisasi penyadaran kepada orang kaya untuk membayar zakat. Sehingga mereka dapat membedakan antara zakat, infak, sedekah dan apa saja yang menjadi objek zakat. Serta dapat menghitung dengan mudah berapa zakat yang wajib dikeluarkannya. Dibawah ini gambaran umum untuk mengetahui perbedaan zakat, infak, sedekah dan wakaf.

520 kg beras
 
 












Sedekah
 
 








Zakat ini harus terus menerus disosialisasikan kepada jama’ah. Bahwa zakat adalah salah satu rukun Islam yang lima. Bahkan Abu Bakar pernah memerangi orang yang tidak membayar zakat meskipun mereka sholat. Karena antara sholat dan zakat merupakan satu kesatuan utuh yang tidak terpisahkan. Sehingga dalam ayat-ayat Alqur’an banyak ditemukan perintah sholat yang bergandengan dengan perintah membayar zakat. Ayat Alqur’an juga banyak sekali mengajak kepada orang-orang beriman untuk berjihad, baik dengan harta (amwal) maupun jiwa (anfus).
Tahapan penyadaran ini dapat dilakukan melalui seminar, ceramah di Masjid atau dari pintu ke pintu. Setelah mereka sadar dan tertarik, ditawarkan kepada mereka dengan berbagai model. Baik dengan mengisi formulir kesediaan atau kartu, menempatkan krenceng /tabungan. Dilakukan dengan transfer melalui rekening, dijemput petugas, melalui kotak-kotak infak yang ada di warung, melalui SMS maupun pada saat acara-acara besar yang diselenggarakan oleh Masjid.
Daya tarik lainnya adalah layanan pelanggan. Salah satunya kuncinya adalah adanya laporan yang transparan dan diterima tepat waktu. Untuk muzakki-muzakki tertentu sebaiknya disampaikan melalui surat. Sedangkan muzakki pada umumnya dapat diumumkan di majalah-majalah dinding masjid atau karang taruna RT.
Layanan pelanggan juga dapat dilakukan melalui acara temu muzakki-mustahik. Sehingga muzakki dapat mengetahui secara langsung kemana dan siapa saja orang yang menerima zakat. Sekaligus sebagai upaya untuk membangun tali persaudaraan antara si kaya dan si miskin. Atau pada acara-acara tertentu muzakki turut dilibatkan. Baik sebagai undangan saja, nara sumber, pengajar atau mungkin panitia, bila mereka berkenan membantunya.

3.        Pendayagunaan Zakat, Infak dan Sedekah
Menurut surat At Taubah ayat 60 ada 8 kelompok yang berhak menerima zakat. Yaitu fakir, miskin, amil, muallaf , gharrimin (penghutang), riqab (budak), fi sabiilillah, ibnu sabil. Dari 8 kelompok tersebut fakir dan miskin merupakan kelompok yang paling layak diprioritaskan. Pertama karena Allah memprioritaskannya sehingga disebutkan pada awal ayat. Kedua karena realitas hidup bangsa Indonesia yang sebagian besar masyarakatnya memang dalam keadaan fakir dan miskin. Karena itulah program-program yang dirancang sebaiknya memiliki kaitan erat dengan kebutuhan fakir miskin.
Dalam pendayagunaannya sebaiknya tidak didasarkan pada masalah asnaf tapi difokuskan pada masalah program kerja. Sebagai contoh kita dapat fokuskan pada lima program utama yaitu program ketrampilan kerja, program pemberdayaan ekonomi, program bea siswa, program kesehatan dan program darurat untuk korban bencana alam maupun kerusuhan masal. Adapun pembagiannya sebagai contoh dapat dilihat pada tabel dibawah ini.


PROGRAM (PEOSENTASE)
PENERIMA (PROSENTASE)
FAKIR
MISKIN
MUALLAF
GHARIMIN
FISABILI
LILLAH
IBNU
SABIL
Ketrampilan Kerja (25%)
75 %
-
25%
-
-
Pemberdayaan ekonomi (30%)
75%
-
25%
-
-
Bea Siswa (25%)
75%
-
-
-
25%
Kesehatan (10%)
90 %
-
-
-
10%
Darurat (10%)
75%
-
-
25%


4.        Monitoring, Evaluasi dan Kriteria Keberhasilan
Agar program pendayagunaan tersebut diatas dapat berjalan dengan baik maka dibutuhkan monitoring yang berkesinambungan, evaluasi dan kriteria keberhasilan dari sebuah program. Para penerima zakat harus dibina secara berkesinambungan minimal seminggu sekali dengan pedoman ataupun silabus yang jelas.  Secara umum masalah ibadah harian seperti sholat lima waktu, puasa ramadhan dan membaca Alqur’an merupakan hal yang sangat mendasar untuk terus menerus dimonitoring. Sehingga di akhir program tercapai salah satu tujuan program zakat yaitu merubah muslim biasa menjadi muslim yang shalih. Tujuan lainnya yaitu merubah mustahik menjadi muzakki dan dari bodoh menjadi cerdas.
Untuk itu maka dibutuhkan kriteria keberhasilan terhadap program yang dijalankan. Contohnya untuk program bea siswa, maka setiap siswa yang memperoleh bantuan zakat harus mengikuti program pembinaan yang disusun oleh amil zakat. Dengan kriteria keberhasilan misalnya pada tahun pertama semua siswa melaksanakan sholat wajib lima kali sehari. Melaksanakan puasa ramadhan sebulan penuh (kecuali yang berhalangan), mampu membaca Alqur’an sesuai dengan tajwidnya. Bisa juga ditambahkan rata-rata rapornya minimal 7,5 setiap semester.
Karenanya amil zakat harus kreatif dan inovatif untuk menemukan metode-metode baru agar tujuan penyaluran ZIS tepat sasaran dan berdaya guna. Caranya yaitu dengan melakukan evaluasi triwulanan, semesteran atau tahunan dari perkembangan program yang dijalankannya. Berdasarkan evaluasi inilah akan ditemukan kekurangan-kekurangan dan berbagai kendala yang kemudian dicarikan jalan keluar terbaik untuk memecahkannya.
Agar amil zakat tidak terlalu berat dapat memanfaatkan mitra kerja, baik perorangan atau lembaga dengan perjanjian atau surat perintah kerja yang jelas. Atau memanfaatkan pengurus Masjid di bidang dakwah dan pendidikan untuk menangani pembinaan terhadap mustahik. Pekerjaan monitoring dan evaluasi ini memang tidak mudah. Untuk itu dibutuhkan komitmen, ketekunan, ketabahan dan kesabaran dalam melaksanakannya.

BAB VI
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Kita sepakat bahwa masjid merupakan salah satu pilar menuju kemenangan Islam. Sekaligus sebagai tolok ukur tentang sebuah masyarakat Islam.  Namun sayang, tidak sedikit masjid atau musholla disekitar kita kosong dari jama’ah dan kegiatan dakwah Islam. Karena itulah dibutuhkan strategi pemberdayaan yang tepat guna dan dapat menarik jamaa’ah untuk berbondong-bondong memakmurkan masjid. Sehingga menjadi masjid super berkah, yang mampu meningkatkan keimanan, mencerdaskan umat dan mengentaskan kemiskinan.
Salah satu caranya yaitu dengan memberdayakan dan mengoptimalkan fungsi lembaga amil zakat, infak dan sedekah yang ada di setiap masjid. Sehingga lembaga tersebut dapat berperan aktif untuk merubah umat, dari bodoh menjadi cerdas dari kurang shalih menjadi shalih dan dari mustahik menjadi muzakki. Dengan program yang jelas, terukur dan berkesinambungan serta melibatkan seluruh jama’ah diharapkan masjid menjadi makmur dan berkontribusi secara nyata dalam memecahkan berbagai macam problematika kehidupan.
Namun sebelum itu, pengurus harus mau berubah. Karena inilah kunci utama untuk menuju perubahan yang lebih besar. Menuju kejayaan umat dan kemenangan dakwah Islam melalui pemberdayaan fungsi dan peran masjid.

B.    Bahan Bacaan

Hafidhuddin, Didin. Panduan Praktis Tentang Zakat, Infak dan Sedekah.  Jakarta : Gema Insani Press, 1998.
Suharsono, H. M. Panduan Zakat Praktis. Jakarta : Lembaga Amil Zakat Al Hakim, 2004.

Hasan, A. Pedoman Sholat…………………………….

Ulwan, Abdullah Nashih. Pedoman Pendidikan Anak Dalam Islam. Diterjemahkan oleh Syaifullah Kamalie dan Hery Noer Ali. Cet. II. (Bandung : Asy Syifa, 1988).
Ash Shabuni, M. Ali.  Tafsir Ayat-Ayat Hukum Dalam Alqur’an Jilid I. Diterjemehkan oleh  Soleh Mahfoed. Cet. 10,  (Bandung : PT. Alma’arif).
Departemen Agama. Alqur’an dan Terjemahnya. 1971.
Agustian, Ary Gunanjar. Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan Spiritual Berdasarkan 6 Rukun Iman dan 5 Rukun Islam. Cet. IV. (Jakarta : Arga, 2001).
Khalid, Muhammad Khalid. Kehidupan Para Khalifah Teladan. Diterjemahkan oleh Zaid Husein Alhamid. Cet. I. (Jakarta : Pustaka Amani, 1995).

No comments: