Translate

Mencari Artikel

FIND(Mencari)

Tuesday 16 July 2013

Serahkan Pada Ahlinya

IV.10.  SERAHKAN PADA AHLINYA
          Selanjutnya mari kita serahkan permasalahan, perbedaan pendapat dan perselisihan yang terjadi kepada para ahlinya. Yaitu para ulama yang berakhlak mulia. Bukan para da’i atau muballigh atau ustadz yang mudah tersulut emosinya. Mudah marah dan mudah memberikan ancaman. Serta mudah membuat julukan-julukan yang aneh-aneh.

وَمِنَ النَّاسِ وَالدَّوَابِّ وَالْأَنْعَامِ مُخْتَلِفٌ أَلْوَانُهُ كَذَلِكَ إِنَّمَا يَخْشَى اللَّهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاءُ إِنَّ اللَّهَ عَزِيزٌ غَفُورٌ
“Dan demikian (pula) di antara manusia, binatang-binatang melata dan binatang-binatang ternak ada yang bermacam-macam warnanya (dan jenisnya). Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.” (Al Faathir 35:28).
            Para ulama hanya takut kepada Allah SWT bukan kepada manusia. Tidak kepada AS. Tidak kepada Israel. Tidak kepada Eropa. Tidak kepada Firaun. Tidak kepada Namrudz. Tidak kepada thagut. Tidak kepada raja. Tidak kepada harta, tahta dan wanita.
          Menurut Ibnu Abbas maksudnya adalah orang-orang yang mengetahui bahwasanya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.[1] Yaitu orang yang takut kepada Allah dan siksaNya dengan cara mentaati Allah SWT. Dengan menerima ketentuanNya dalam segala sesuatu. Dikarenakan ilmunya dia takut melakukan kemaksiyatan. Maka ia takut kepadaNya dengan ketakukan yang amat sangat kepada Allah SWT.
          Itulah para ulama. Yang sangat hati-hati lisannya. Tidak mudah memvonis seseorang. Tidak mudah mengkafirkan kaum muslimin.
          وَمَا أَرْسَلْنَا قَبْلَكَ إِلَّا رِجَالًا نُوحِي إِلَيْهِمْ فَاسْأَلُوا أَهْلَ الذِّكْرِ إِنْ كُنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ
          “Kami tiada mengutus rasul rasul sebelum kamu (Muhammad), melainkan beberapa orang-laki-laki yang Kami beri wahyu kepada mereka, maka tanyakanlah olehmu kepada orang-orang yang berilmu, jika kamu tiada mengetahui. “(Al Anbiyaa’ 21:7).
          Maksudnya mereka adalah para ahli taurat dan injil.[2] Dalam konteks sekarang maksudnya adalah orang-orang yang memahami Alqur’an dengan baik. Yaitu para ahli tafsir. Para ahli fiqih dan para mujtahid. Mereka itulah para ulama penerang kehidupan. Yang memahami hukum-hukum agama dan syareat Islam.
          Dibawah ini beberapa ciri ulama menurut sebuah artikel. Namun sayang penulis lupa sumbernya. Tapi tidak masalah yang penting isinya sangat bermanfaat bagi kita semua. Diantara ciri-ciri ulama adalah:
1. Ibnu Rajab Al-Hambali rahimahullah mengatakan: “Mereka adalah orang-orang yang tidak menginginkan kedudukan, dan membenci segala bentuk pujian serta tidak menyombongkan diri atas seorang pun.” Al-Hasan mengatakan: “Orang faqih adalah orang yang zuhud terhadap dunia dan cinta kepada akhirat, bashirah (berilmu) tentang agamanya dan senantiasa dalam beribadah kepada Rabbnya.” Dalam riwayat lain: “Orang yang tidak hasad kepada seorang pun yang berada di atasnya dan tidak menghinakan orang yang ada di bawahnya dan tidak mengambil upah sedikitpun dalam menyampaikan ilmu Allah.” (Al-Khithabul Minbariyyah, 1/177).
2. Ibnu Rajab Al-Hambali rahimahullah mengatakan: “Mereka adalah orang yang tidak mengaku-aku berilmu, tidak bangga dengan ilmunya atas seorang pun, dan tidak serampangan menghukumi orang yang jahil sebagai orang yang menyelisihi As-Sunnah.”
3. Ibnu Rajab rahimahullah mengatakan: “Mereka adalah orang yang berburuk sangka kepada diri mereka sendiri dan berbaik sangka kepada ulama salaf. Dan mereka mengakui ulama-ulama pendahulu mereka serta mengakui bahwa mereka tidak akan sampai mencapai derajat mereka atau mendekatinya.”
4. Mereka berpendapat bahwa kebenaran dan hidayah ada dalam mengikuti apa-apa yang diturunkan Allah Subhanahu wa Ta'ala. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

وَيَرَى الَّذِيْنَ أُوْتُوْا الْعِلْمَ الَّذِي أُنْزِلَ إِلَيْكَ مِنْ رَبِّكَ هُوَ الْحَقَّ وَيَهْدِي إِلَى صِرَاطِ الْعَزِيْزِ الْحَمِيْدِ
Dan orang-orang yang diberikan ilmu memandang bahwa apa yang telah diturunkan kepadamu (Muhammad) dari Rabbmu adalah kebenaran dan akan membimbing kepada jalan Allah Yang Maha Mulia lagi Maha Terpuji.” (Saba’:6).
5. Mereka adalah orang yang paling memahami segala bentuk permisalan yang dibuat Allah Subhanahu wa Ta'ala di dalam Al Qur’an, bahkan apa yang dimaukan oleh Allah dan Rasul-Nya. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

وَتِلْكَ اْلأَمْثاَلُ نَضْرِبُهاَ لِلنَّاسِ وَماَ يَعْقِلُهاَ إِلاَّ الْعاَلِمُوْنَ
“Demikianlah permisalan-permisalan yang dibuat oleh Allah bagi manusia dan tidak ada yang memahaminya kecuali orang-orang yang berilmu.” (Al-’Ankabut: 43)
6. Mereka adalah orang-orang yang memiliki keahlian melakukan istinbath(mengambil hukum) dan memahaminya. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

وَإِذَا جآءَهُمْ أَمْرٌ مِنَ اْلأَمْنِ أَوْ الْخَوْفِ أَذَاعُوْا بِهِ وَلَوْ رَدُّوْهُ إِلَى الرَّسُوْلِ وَإِلَى أُولِي اْلأَمْرِ مِنْهُمْ لَعَلِمَهُ الَّذِيْنَ يَسْتَنْبِطُوْنًهُ مِنْهُمْ وَلَوْ لاَ فَضْلَ اللهِ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَتُهُ لاَتَّبَعْتُمُ الشَّيْطاَنَ إِلاَّ قَلِيْلاً
Apabila datang kepada mereka suatu berita tentang keamanan atau ketakutan, mereka lalu menyiarkannya. Kalau mereka menyerahkan kepada rasul dan ulil amri diantara mereka, tentulah orang-orang yang mampu mengambil hukum (akan dapat) mengetahuinya dari mereka (rasul dan ulil amri). Kalau tidak dengan karunia dan rahmat dari Allah kepada kalian, tentulah kalian mengikuti syaithan kecuali sedikit saja.” (An-Nisa: 83).
7. Mereka adalah orang-orang yang tunduk dan khusyu’ dalam merealisasikan perintah-perintah Allah Subhanahu wa Ta'ala. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

قُلْ آمَنُوا بِهِ أَوْ لاَ تُؤْمِنُوا إِنَّ الَّذِيْنَ أَوْتُوا الْعِلْمَ مِنْ قَبْلِهِ إِذِا يُتْلَى عَلَيْهِمْ يَخِرُّوْنَ لِلأًذْقاَنِ سُجَّدًا. وَيَقُوْلُوْنَ سُبْحاَنَ رَبِّناَ إِنْ كاَنَ وَعْدُ رَبِّناَ لَمَفْعُوْلاً. وَيَخِرُّوْنَ لِلأَذْقاَنِ يَبْكُوْنَ وَيَزِيْدُهُمْ خُشُوْعاً

“Katakanlah: ‘Berimanlah kamu kepadanya atau tidak usah beriman (sama saja bagi Allah). Sesungguhnya orang-orang yang diberi pengetahuan sebelumnya apabila Al Qur’an dibacakan kepada mereka, mereka menyungkur atas muka mereka sambil bersujud, dan mereka berkata: “Maha Suci Tuhan kami; sesungguhnya janji Tuhan kami pasti dipenuhi”. Dan mereka menyungkur atas muka mereka sambil menangis dan mereka bertambah khusyu’.” (Al-Isra: 107-109) [Mu’amalatul ‘Ulama karya Asy-Syaikh Muhammad bin ‘Umar bin Salim Bazmul, Wujub Al-Irtibath bil ‘Ulama karya Asy-Syaikh Hasan bin Qasim Ar-Rimi].
Inilah beberapa sifat ulama hakiki yang dijelaskan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala di dalam Al-Qur’an dan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam di dalam Sunnahnya.
Dalam artikel lainnya[3] : Al-Imam Abu Qasim Al-Ashbahani pernah menyinggung tentang hal ini. Beliau mengatakan : “ Ulama Salaf menegaskan: Seseorang tidak dinyatakan sebagai Imam dalam agama Islam sampai dia memiliki beberapa hal sebagai berikut :
·                    Hapal berbagai bidang ilmu bahasa arab beserta perselisihannya.
·                    Hapal beraneka ragam perselisihan para fuqaha dan para ulama.
·                    Berilmu, paham dan hapal tentang i’irab (harakat akhir kata untuk menentukan kedudukan kata tersebut pada kalimat bahasa arab dan perselisihannya.
·                    Berilmu tentang Kitabullah (Al-Qur’an) yang mencakup variasi bacaan beserta perselisihan para ulama tentangnya, tafsir ayat-ayat muhkam dan mutasyabih, nasikh mansukh dan kisah-kisah yang tertera didalamnya.
·                    Berilmu tentang hadist-hadist Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan berkemampuan untuk membedakan shahih dan dlaif(lemah), bersambung atau terputus (sanadnya), mursal daan musnadnya, masyhur dan gharibnya.
·                    Berilmu tentang atsar-atsar sahabat.
·                    Wara’.
·                    Memelihara muru’ah (kehormatan diri).
·                    Jujur.
·                    Terpercaya.
·                    Melandasi agamanya dengan Al-Quran dan Sunah



[1] Tafsir Thabari 20:462
[2] Tafsir Thabari 18:413
[3] Penulis lupa sumbernya dari mana

No comments: