IV. 15. Membuat
Standar
Langkah teknis lainnya yaitu
membuat standar. Baik standar lembaga atau jama’ah atau da’i atau ustadz atau
muballigh atau khatib beserta materi, kurikulum, silabus dan sarana
prasarananya.
Penulis kadang heran, ketika kita
mengelola dunia atau pekerjaan kita memiliki banyak sekali standar
internasional atau nasional. Mulai dari ISO 9000, ISO 18.000, ISO 14.000, MBNQA
(Malcolm Baldridge Nasional Quality Award) hingga Deming Prize.
Tapi sampai hari ini ummat tidak
memiliki standar seorang khatib atau da’i atau ustadz atau muballigh atau kyai
atau ulama. Sehingga setiap orang meskipun tidak memiliki kapasitas ilmu dan
moral dengan mudah menjadi da’i atau kyai atau ulama.
Akibatnya ada artis yang jadi da’i. Ada koruptor jadi kyai. Ada tukang fitnah dan
pencela menjadi ustadz atau ulama. Ada
tukang bohong dan pendusta menjadi kyai. Ada
tukang do’a, dzikir dan membaca cerita dianggap ulama. Bahkan ada dukun
dielu-elukan sebagai ustadz.
Karena tidak adanya standar sehingga
pengajian dari waktu ke waktu hanya membahas atau membaca hal-hal yang itu-itu
saja. Tidak ada peningkatan dan berhenti di tempat. Akibatnya umat tidak tahu
apa itu hudud, hukum tata Negara, qishash, ekonomi Islam hingga bagaimana
menghitung warisan.
Demikian halnya dengan lembaganya.
Jarang sekali lembaga-lembaga milik umat, mulai dari pesantren, majelis taklim
atau madrasah diaudit keuangan dan kurikulumnya. Dari mana sumber keuangannya
dan dimanfaatkan untuk hal-hal apa saja. Sehingga ummat tidak tahu apakah
uangnya memang dipergunakan untuk kepentingan ummat atau justru untuk
kepentingan keluarga dan kelompoknya.
Disinilah salah satu kelemahan kita.
Yaitu kurang peduli dengan kualitas dan sistem mutu dalam mengurus dakwah. Atau
urusan-urusan akherat. Padahal Alqur’an menyuruh kita bersikap seimbang antara
urusan dunia dan akherat. Antara urusan agama dan sosial. Antara hablum
minallah dan hablun minannas.
فَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَقُولُ رَبَّنَا
آَتِنَا فِي الدُّنْيَا وَمَا لَهُ فِي الْآَخِرَةِ مِنْ خَلَاقٍ (200) وَمِنْهُمْ
مَنْ يَقُولُ رَبَّنَا آَتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآَخِرَةِ حَسَنَةً
وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ (201)
“….Maka di antara manusia
ada orang yang bendoa: "Ya Tuhan kami, berilah kami (kebaikan) di
dunia", dan tiadalah baginya bahagian (yang menyenangkan) di akhirat.
Dan di antara mereka ada orang yang berdoa: "Ya Tuhan
kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah
kami dari siksa neraka" (Al Baqarah 2:200:201).
وَابْتَغِ فِيمَا آَتَاكَ اللَّهُ الدَّارَ
الْآَخِرَةَ وَلَا تَنْسَ نَصِيبَكَ مِنَ الدُّنْيَا وَأَحْسِنْ كَمَا أَحْسَنَ اللَّهُ
إِلَيْكَ وَلَا تَبْغِ الْفَسَادَ فِي الْأَرْضِ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ الْمُفْسِدِينَ
“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu
(kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari
(kenikmatan) duniawi dan
berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik,
kepadamu, dan janganlah
kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai
orang-orang yang berbuat kerusakan.”(Al Qashash 28:77).
بَلْ تُؤْثِرُونَ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا
(16) وَالْآَخِرَةُ خَيْرٌ وَأَبْقَى (17)
“Tetapi kamu (orang-orang kafir)
memilih kehidupan duniawi. Sedang kehidupan akhirat adalah lebih baik dan lebih kekal.” (Al
A’laa 87:16-17).
فَإِذَا قُضِيَتِ الصَّلَاةُ فَانْتَشِرُوا
فِي الْأَرْضِ وَابْتَغُوا مِنْ فَضْلِ اللَّهِ وَاذْكُرُوا اللَّهَ كَثِيرًا لَعَلَّكُمْ
تُفْلِحُونَ
“Apabila telah ditunaikan shalat,
maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan
carilah karunia Allah dan
ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.” (Al Jumu’ah 62:10).
No comments:
Post a Comment