Translate

Mencari Artikel

FIND(Mencari)

Tuesday 18 June 2013

Syarat Sahnya Perjanjian


1.1.      Syarat Sahnya Perjanjian

Syarat sahnya Perjanjian secara umum diatur dalam Pasal 1320 KUH Perdata. Yang berbunyi :

Syarat sahnya perjanjian diperlukan empat syarat :
1.     Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya;
2.     kecakapan untuk melakukan perikatan;
3.     suatu hal tertentu;
4.     suatu sebab yang halal.
Syarat nomor 1 (satu) dan nomor 2 (dua) dinamakan syarat subyektif, karena mengenai orang atau subjek yang mengadakan perjanjian, sedangkan syarat nomor 3 (tiga) dan nomor 4 (empat)  dari syahnya suatu perjanjian kerja tersebut dinamakan syarat obyektif, karena mengenai perjanjiannya sendiri atau obyek dari perbuatan hukum yang dilakukan itu.
Dalam hal suatu syarat subyektif itu tidak terpenuhi, maka perjanjian itu dapat dibatalkan,  artinya salah satu pihak mengajukan pembatalan ke Pengadilan Negeri. Dalam hal suatu syarat obyektif itu tidak terpenuhi, maka perjanjiannya batal demi hukum artinya dari awal tidak pernah ada perjanjian.
Contoh syarat subjektif adalah perjanjian kerja yang dibuat oleh anak-anak. Maka walinya dapat meminta pembatalan ke pengadilan.
Sedangkan contoh syarat objektif adalah perjanjian kerja untuk melakukan perbuatan yang melanggar hukum. Maka secara otomatis perjanjian dianggap tidak ada karena bertentangan dengan ketentuan yang berlaku. Misalnya perjanjian kerja di perusahaan yang mengedarkan narkoba secara ilegal.
Sedangkan berdasarkan Pasal 52 ayat (1) Undang-Undang 13 Tahun 2003 menyatakan bahwa Perjanjian kerja dibuat atas dasar :
a.   kesepakatan kedua belah pihak;                                
b.   kemampuan atau kecakapan melakukan perbuatan hukum;    
c.   adanya pekerjaan yang diperjanjikan; dan               
d.   pekerjaan yang diperjanjikan tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan, dan peraturan perundang‑undangan yang berlaku.
Kemudian ayat selanjutnya menyatakan : (2) Perjanjian kerja yang dibuat oleh para pihak yang bertentangan dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan b dapat dibatalkan. Ayat (3)menyatakan Perjanjian kerja yang dibuat oleh para pihak yang bertentangan dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dan d  batal demi hukum.    Selanjutnya perjanjian yang telah disepakati tersebut menjadi undang-undang bagi kedua belah pihak. Dimana kedua belah pihak harus mematuhinya. Perjanjian ini tidak dapat ditarik kembali kecuali atas kesepakatan kedua belah pihak atau karena alasan undang-undang. Untuk itu maka perjanjian harus dilakukan dengan itikad baik.[1]
Dalam hal tertentu perjanjian dapat diubah yaitu dengan cara melakukan amandemen jika ada perubahan atau dengan addendum jika terdapat penambahan isi perjanjian.



[1] KUH Perdata, Pasal 1338 

No comments: