Translate

Mencari Artikel

FIND(Mencari)

Sunday 23 June 2013

Pro dan Kontra Bid'ah

PANDANGAN UMAT TERHADAP BID’AH



……… pada hari Ini Telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan Telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan Telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu….” (AL Maidah ayat 3)

Tiga Kelompok

Dalam mensikapi masalah bid’ah umat Islam terbagi menjadi tiga kelompok besar. Kelompok pertama adalah kelompok yang kerjanya tiada lain hanya membid’ahkan segala sesuatu yang tidak sesuai dengan doktrin guru/syaikhnya. Bahkan kadang sampai berlebihan hingga masuk ke wilayah muamalah. Misalnya membid’ahkan musyawarah anggota, musyawarah kerja dan membentuk sebuah organisasi da’wah. Padahal dalilnya sangat jelas. Pepatah menyatakan bukan mata yang buta tapi hatilah yang buta.

Diantaranya adalah ayat-ayat Allah yang menyuruh kita bermusyawarah. Wa amruhun syura bainahum (Dan urusan mereka dimusyawarahkan diantara mereka). Wa syawirhum fil amri (dan mereka bermusyawarah dalam urusan mereka).
Allah juga menyuruh kita untuk berjuang dengan rapi bershof-shof bagaikan bangunan yang kokoh (Ash Shof ayat 4). Serta menyuruh kita untuk membuat perencanaan. Waltanzhur nafsun maa qaddamat lighad ( Dan hendaklah setiap jiwa memperhatikan pa-apa yang telah diperbuatkan untuk hari esok). Dan menyuruh ada segolongan umat Islam untuk berda’wah. Waltakun minkum ummatun yad’uuna ilal khair. (Dan hendaklah ada sebagian dari kalian yang menyeru kepada kebaikan).
Tidak berhenti sampai disitu kelompok ini juga membid’ahkan hal-hal yang masih khilafiyah / ikhtilaful ummah (perbedaan pendapat dikalangan umat). Contohnya membid’ahkan qunut, dzikir berjamaah setelah sholat, dizkir dengan tasbih, sajadah di atas sajadah, memotong jenggot, perempuan menyopir mobil dll. Maaf jangan-jangan suatu saat mereka akan sholat pakai sandal, karena Rasulullah sholat dengan sandal. Atau membid’ahkan naik pesawat karena Rasulullah dulu naik onta dan keledai. Sekali lagi afwan jiddan.
Kelompok kedua adalah kelompok yang tidak peduli sama sekali dengan bid’ah. Mereka sibuk dengan ritual-ritual yang baru yang tidak memiliki dasar hukum atau dasar hukumnya lemah seperti sarang laba-laba. Padahal jika mereka mau sunnah Rasulullah sangat banyak. Misalnya puasa Daud , Senin Kamis sudah sangat membuat kita sibuk. Membaca Alqur’an dan sholat malam yang dengan tegas dierintahkan oleh Allah dalam Alqur’an (baca surat Al Muzammil dan Al Muddatsir). Belum lagi berdzikir dalam keadaan berdiri, duduk dan berbaring.
Kelompok ketiga adalah kelompok pertengahan. Yaitu kelompok yang membedakan mana bid’ah dan mana ikhtilaful ummah. Kelompok ini memprioritaskan memerangi bid’ah-bid’ah yang kubro. Seperti kejawen, sekaten, sihir, puasa untuk sakti, puasa ngebleng, puasa mutih, santet dan pelet. Serta bid’ah-bid’ah di bidang aqidah seperti Ahmadiyah, syiah, LDII, wihdatul wujud (manunggaling kawula gusti), nyanyian sebagai sarana ibadah sambil thawaf mengelilingi syaikhnya dll. Bagi yang ingin mendalami silahkan baca buku Aliran-Aliran Sesat di Indonesia karangan Hartono A. Jaiz dan buku terbitan WAMY tentang aliran-aliran pemikiran di dunia.

Membatasi Pengertian dan Memprioritaskan

Dalam hadits Rasulullah yang diriwayatkan oleh Bukhari-Muslim dan Imam Muslim Rasulullah bersabda yang artinya : “Barangsiapa yang membuat sesuatu yang baru dalam urusan kami (agama) yang tidak kami perintahkan maka tertolak. “Barang siapa membuat amal yang tidak kami perintahkan maka tertolak”.
Berdasarkan dua hadits ini ulama berkesimpulan bahwa bid’ah adalah urusan-urusan baru di bidang aqidah dan ibadah. Bukan di bidang muamalah. Ini sesuau kaidah fiqih bahwa pada dasarnya ibadah adalah haram kecuali yang diperintahkan sementara muamalah pada dasarnya mubah kecuali yang dilarang. Khulafaur rasyidin juga membuat hal-hal yang baru seperti membuat peradilan, mengumpulkan dan membukukan Alqur’an, adzan jum’at dua kali, membuat kesatuan-kesatuan militer dan barak militer, belajar membaca dan menulis dll. Apa-apa yang baru di zaman khalifah empat tersebut bukan bid’ah karena ada dalilnya yaitu hadits Nabi yang artinya “hendaklah kalian berada di atas sunnahku dan sunnah khulafaur rasyidin.Jadi sekali lagi bid’ah adalah di bidang Aqidah dan ibadah bukan mua’amalah.
Bahkan pasca generasi terbaik umat Islam juga mulai meriwayatkan, mengumpulkan dan membukukan hadits Nabi. Padahal sebelumnya dilarang memperbanyak meriwayatkannya karena akan melalaikan dari Alqur’an. Melakukan kodifikasi di bidang fikih. Membuat metodologi pengambilan hukum (istimbath) dll.
Selanjutnya dalam memerangi bid’ah kita perlu memprioritaskan bid’ah-bid’ah di bidang Aqidah sebagaimana yang dilakukan oleh  Ustadz Hartono A. Jaiz dengan LPPI-nya. Serta bid’ah-bid’ah yang disepakati oleh ummat (bukan bid’ah yang masih ikhtilaf). Sebagaimana yang dilakukan oleh majalah Ghaib dengan menghantam bid’ah perdukunan, jimat, ajian, churafat, sesaji, ruwat, nginjek telor (untung ayamnya kagak protes), mandi kembang 7 warna, puasa ngebleng   dll.
Sedangkan untuk masalah ikhtilaf penulis menyarankan lebih baik dijauhi atau kita hindarkan.  Lebih baik kita menyibukkan diri pada hal-hal yang sudah jelas dalil hukumnya. Seperti puasa sunnah, baca Qur’an, dzikir, baca buku, sholat malam, sholat dhuha, sholat sunnah tahiyatul masjid, istikhrah, ‘Id, qabliyah dan ba’diyah  dll.
Mudah-mudahan kita termasuk orang-orang yang selalu ingat ayat di mukadimah yang menjelaskan bahwa Islam telah sempurna, jadi tidak perlu membuat ibadah-ibadah baru lagi. Dan ingat hadits Nabi yang artinya “Setiap yang baru adalah bid’ah, setiap yang bid’ah adalah sesat, dan setiap yang sesat tempatnya di neraka.” Wallahu ‘alam bish showab.  

No comments: