Translate

Mencari Artikel

FIND(Mencari)

Thursday 20 June 2013

Hukum Berdakwah

HUKUM BERDA’WAH


(RINGKASAN MATERI KAJIAN ISLAM INTENSIF SELASA, 7 JUNI  2005 oleh USTADZ HABIBULLAH KOMARUDIN, LC dengan beberapa tambahan dari Penulis)


Dan siapakah yang lebih baik perkataannya dari pada orang yang menyeru kepada Allah dan beramal shalih dan dia berkata sesungguhnya aku adalah bagian dari orang-orang Islam” ( 41:33)


Dalam kitab-kitab fiqih dinyatakan bahwa hukum dakwah adalah fardhu kifayah. Yaitu sebuah kewajiban bila ada sebagian orang yang telah melaksanakannya maka yang lain terbebas dari sebuah dosa.


Pemahaman seperti itu perlu dikoreksi. Karena cenderung membuat umat malas. Akhirnya umat hanya menggantungkan pada sekelompok orang. Sehingga mereka tidak merasa bersalah hanya menjadi muslim yang pasif.

Bagaimana kalau dari 200 juta penduduk Indonesia hanya ada 1.000 orang yang berdakwah. Berdasarkan hukum fiqih 199 juta lainnya terbebas dari dosa. Karena kewajiban tersebut telah ditunaikan oleh sebagian kaum muslimin. Pemahaman semacam ini tentu saja akan membuat dakwah menjadi mandul. Karena hanya 1.000 orang yang bergerak. Perbandingannya sangat berat 1.000 dibagi 199 juta atau 0,0005 %. Sangat-sangat-sangat kecil.

Apakah kita tega melihat sebagian kecil saudara kita jatuh bangun berdakwah, sementara kita berdiam diri? Apakah kita rela melihat mereka berdakwah membimbing ratusan ribu umat sementara kita berpangku tangan?

Yang lebih parah lagi, apakah kita tega menjadi orang-orang yang menghambat dakwah. Memusuhinya dan membuat makar-makar untuk menggagalkannya. Karena dalam Islam,  pasif  tidak boleh apalagi menjadi musuh dalam selimut bagi da’wah ilallaah.

Berdasarkan kajian terhadap nash Alqur’an dan hadits maka dapat disimpulkan bahwa hukum da’wah terbagi menjadi dua. Pertama fardhu jama’i (kewajiban kolektif). Istilah ini lebih memotivasi dan merangsang orang untuk berdakwah daripada istilah fardhu kifayah.

Karena dakwah pada dasarnya adalah kewajiban kolektif yang harus dikelola secara kelembagaan. Yang memiliki POAC (Planning, organizaing, actuating dan controlling) yang jelas. Sehingga dakwah bukan kembali kepada perorangan tapi pada sebuah institusi. Sehingga disana ada kerjasama (ta’awuun), kerja keras dan kerja cerdas. Disana ada visi, misi, sasaran dan tahapan yang jelas.

Kedua, dakwah hukumnya fardhu ‘ain. Artinya setiap orang memiliki kewajiban untuk berkontribusi dalam dakwah. Bukan berarti ia harus menjadi muballigh atau ahli fatwa (mufti). Tapi ia berkewajiban mendorong dakwah pada tiga hal.

Yaitu dari sisi moral, ia harus menjadi pendukung-pendukung dakwah dan menjadi barisan yang berada di belakang da’i dalam menegakkan amar ma’ruf nahii munkar.

Kedua dari sisi sumber daya, setiap muslim wajib memikirkan dan memberikan kontribusi dana, do’a, tenaga dan pikirannya dalam menegakkan kalimat Allah.

 Ketiga dari sisi mobilisasi. Umat harus turut melakukan mobilisasi yang dibutuhkan oleh gerakan dakwah. Jangan sampai ia menjadi orang yang hanya diam-diam-diam dan tidak peduli. Misalnya ketika di kampung marak perjudian. Pada saat itu pengurus Masjid melakukan mobilisasi untuk menutup gardu-gardu ronda tempat judi togel/tokam, maka setiap umat di wilayah tersebut harus turut serta membantu, melindungi dan membelanya.

Ustadz bukankah orang berdakwah harus memiliki ilmu yang memadai sehingga ia tidak salah dalam memberikan pendapat, sebagaimana Allah berfirman fas’alu ahladz dzikri in kuntum laa ta’lamuuna?

Benar bahwa Allah berfirman “Tanyakanlah kepada ahlu ilmu jika kalian tidak mengetahuinya.”  Ayat ini berkaitan dengan masalah fatwa. Karena berkaitan dengan fatwa maka yang berhak melakukannya adalah para ulama yang memahami fiqih Islam.

Namun berkaitan dengan kontribusi sumber daya, moral dan mobilisasi dakwah maka setiap orang tidak dituntut memiliki kapasitas setingkat ulama. Karena setiap muslim mampu melakukannya. Buruh dapat memberikan kontribusi tenaga dan do’nya. Pegawai dapat memberikan kontribusi infak, zakat, pemikiran maupun dalam pembuatan sistem, prosedur, kurikulum dan materi dakwah.

Bahkan Rasulullah mengatakan “Ballighuu ‘anni walau aayah”, sampaikan dariku meskipun satu ayat. Kita yakin bahwa kita semua sudah banyak memahami ayat-ayat Alqur’an. Berdasarkan hal tersebut maka kita memiliki kewajiban untuk menyampaikannya.

Contohnya ketika kita membaca Surat Al Ma’uun, kita paham, kita hapal dan kita mengerti. Untuk itu kita wajib menyampaikan dan merealisasikannya dalam kehidupan. Misalnya dengan membentuk Lembaga Amil Zakat, melakukan bakti sosial dan memberikan santunan bagi kaum dhu’afa.

Sekali lagi perlu digarisbawahi bahwa dakwah memiliki dua hukum. Pertama fardhu jama’i , kedua fardhu ain.

Untuk itulah marilah kita jadi muslim yang aktif berdakwah. Baik dari sisi moral,  lisan, tulisan. sumber daya maupun turut berpartisipasi dalam kegiatan dakwah.  Wallahu ‘alam


No comments: