Translate

Mencari Artikel

FIND(Mencari)

Wednesday 26 June 2013

Fitrah Kehidupan

II.2.  Fitrah Kehidupan
         
Alasan kedua adalah karena secara fitrah manusia dilahirkan dengan keunikannya masing-masing. Manusia dilahirkan bersuku-suku dan berbangsa-bangsa. Manusia juga memiliki cita rasa, kecenderungan, kemauan, sudut pandang dan koridor yang berbeda-beda dalam mengenali dan memahami permasalahan kehidupan. Demikian halnya dengan umat Islam, juga memiliki kecenderungan, cita rasa dan pemikiran yang berbeda-beda.


يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَى وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ
          Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.’(Al Hujuraat 49:13).
          Karenanya wajar apabila dalam kehidupan dunia ini lahir berbagai macam aliran, kelompok dan organisasi keagamaan dengan warna dan coraknya yang berbeda-beda pula.
          Secara fitrah manusia juga ingin tampil beda. Ingin sesuatu yang baru yang tidak umum, agak nyentrik dan unik. Untuk itu maka mereka melakukan berbagai kreatifitas dalam rangka berlomba-lomba dalam kebaikan. Mereka ingin menunjukkan jati diri dan kelompoknya sehingga dikenal, diakui hingga mendapatkan lisensi.
DR. Thaha Jabir Al ’Alwani berkata, ”Dilihat dari berbagai aspek, perbedaan merupakan kondisi alami (fitrah).  Perbedaan terkait erat dengan kondisi perbedaan personal dalam batasan yang lebih jauh. Sangat mustahil terbentuk sistem kehidupan dan membangun interaksi sosial diantara manusia yang sama rata dalam berbagai hal. Sebab kalau begitu tidak akan ada proses take and give diantara manusia.”[1]
Kenyataannya, interaksi kehidupan menghendaki adanya perbedaan kemampuan dan kepintaran (keahlian). Keinginan Allah yang bersifat ilmiah (hikmatullah) menghendaki bahwa diantara manusia harus ada perbedaan yang akan bisa membangun kehidupan mereka.”[2]
          Muslim satu dengan yang lain juga memiliki ilmu, pengetahuan, pemahaman, agenda,  prioritas, spesialisasi dan cita rasa yang berbeda. Muslim yang senang dengan dunia pendidikan mereka mendirikan jama’ah tarbiyah. Yang senang dengan sebutan ulama mendirikan jama’ah para ulama. Yang senang dengan orang-orang terdahulu mereka membuat ajaran orang-orang terdahulu. Yang senang dengan kesucian jiwa mereka membuat thariqah atau jama’ah tasawuf. Yang senang dengan tabligh mendirikan jama’ah yang berdakwah . Yang senang dengan kebebasan mendirikan partai pembebasan. Yang senang dengan para nabi dan rasul mendirikan jama’ah rusuli.
          Jadi merupakan hal yang wajar jika dalam tubuh umat Islam lahir berbagai aliran, organisasi, kelompok, madzab maupun manhaj. Ini adalah realitas kehidupan dan fitrah umat manusia yang akan terus berlangsung hingga akhir zaman.
          Rasulullah SAW bersabda, ”Aku meminta kepada Allah tiga hal lalu Dia memberikan dua hal dan menolak yang satu. Aku minta kepada Allah agar tidak membinasakan umatku dengan bencana kelaparan lalu Dia mengabulkannya. Aku meminta-Nya agar tidak membinasakan umatku dengan bencana banjir lalu Dia mengabulkannya. Dan aku meminta-Nya agar tidak menimpakan keganasan sebagian umatku kepada sebagian yang lain tetapi Ia menolak permintaanku ini” (HR Muslim bab Fitan).[3]
          Imam Ahmad, An Nasaai dan Ibnu Hibban meriwayatkan hal yang sama dari Khabbab bin Arit, ”Aku pernah menyertai Rasulullah SAW melaksanakan sholat semalam penuh. Setelah fajar Rasulullah SAW mengakhiri sholatnya, aku bertanya :”Wahai Rasulullah, pada malam ini engkau melakukan sholat tidak seperti hari-hari lainnya? Kemudian Rasulullah menjawab :”Ya...itu adalah sholat permohonan dan keprihatinan. Dalam sholat tadi aku memohon kepada Allah tiga hal........................” Dan seterusnya.
          Namun syaikh Qardhawi berpendapat bahwa hadits itu tidak menyebutkan bahwa keganasan tersebut akan terjadi sepanjang sejarah, sepanjang tempat dan sepanjang waktu. ”Mungkin ”penyakit” perpecahan itu terjadi di suatu tempat , tetapi tidak demikian di tempat lainnya, atau antar suatu kaum tetapi tidak demikian halnya di suatu kaum yang lain.”[4]
          ”Hadits-hadits tersebut juga dapat ditafsirkan dengan apa yang pernah terjadi pada beberapa kurun yang lampau. Fitnah-fitnah (perpecahan) telah terjadi pada masa sahabat dan masa-masa sesudahnya, seperti di  masa Umawi dan Abbasi.[5]
          DR. Muhammad Imarah menyatakan bahwa perbedaan dan kemajemukan dalam tubuh umat Islam merupakan fitrah kehidupan. ”...Maka manusia tidak akan pernah menjadi satu tipe tertentu saja, tetapi mereka akan terus berbeda-beda satu sama lain.”[6]

وَلَوْ شَاءَ رَبُّكَ لَجَعَلَ النَّاسَ أُمَّةً وَاحِدَةً وَلَا يَزَالُونَ مُخْتَلِفِينَ (118) إِلَّا مَنْ رَحِمَ رَبُّكَ وَلِذَلِكَ خَلَقَهُمْ وَتَمَّتْ كَلِمَةُ رَبِّكَ لَأَمْلَأَنَّ جَهَنَّمَ مِنَ الْجِنَّةِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ (119)
         
Jikalau Tuhanmu menghendaki, tentu Dia menjadikan manusia umat yang satu, tetapi mereka senantiasa berselisih pendapat, kecuali orang-orang yang diberi rahmat oleh Tuhanmu. Dan untuk itulah Allah menciptakan mereka. Kalimat Tuhanmu (keputusan-Nya) telah ditetapkan: sesungguhnya Aku akan memenuhi neraka Jahannam dengan jin dan manusia (yang durhaka) semuanya.”(Huud 11: 118-119).

كَانَ النَّاسُ أُمَّةً وَاحِدَةً فَبَعَثَ اللَّهُ النَّبِيِّينَ مُبَشِّرِينَ وَمُنْذِرِينَ وَأَنْزَلَ مَعَهُمُ الْكِتَابَ بِالْحَقِّ لِيَحْكُمَ بَيْنَ النَّاسِ فِيمَا اخْتَلَفُوا فِيهِ وَمَا اخْتَلَفَ فِيهِ إِلَّا الَّذِينَ أُوتُوهُ مِنْ بَعْدِ مَا جَاءَتْهُمُ الْبَيِّنَاتُ بَغْيًا بَيْنَهُمْ فَهَدَى اللَّهُ الَّذِينَ آَمَنُوا لِمَا اخْتَلَفُوا فِيهِ مِنَ الْحَقِّ بِإِذْنِهِ وَاللَّهُ يَهْدِي مَنْ يَشَاءُ إِلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ
            Manusia itu adalah umat yang satu. (setelah timbul perselisihan), maka Allah mengutus para nabi, sebagai pemberi peringatan, dan Allah menurunkan bersama mereka Kitab yang benar, untuk memberi keputusan di antara manusia tentang perkara yang mereka perselisihkan. Tidaklah berselisih tentang Kitab itu melainkan orang yang telah didatangkan kepada mereka Kitab, yaitu setelah datang kepada mereka keterangan-keterangan yang nyata, karena dengki antara mereka sendiri. Maka Allah memberi petunjuk orang-orang yang beriman kepada kebenaran tentang hal yang mereka perselisihkann itu dengan kehendak-Nya. Dan Allah selalu memberi petunjuk orang yang dikehendaki-Nya kepada jalan yang lurus.” (Al Baqarah 2:213).
Setelah periode pertama itu diikuti dengan periode pluralitas risalah, rasul-rasul dan nabi-nabi, dengan beragamnya umat dan berkembang biaknya generasi-generasi, agama mereka satu, sementara syariat-syariat mereka beragam dan kitab-kitab mereka beragam pula.”[7]



[1]DR. Thaha Jabir Fayyadh Al ‘Alwani, Etika Berbeda Pendapat Dalam Islam, Pustaka Hidayah (Bandung:2001), hal. 14.
[2]Ibid.
[3]Prof. DR. Yusuf Al Qaradhawi, Fiqhul Ikhtilaf, Rabbani Press (Jakarta:1995), hal. 44-45. Lihat juga Terjemah Shahih Muslim, Widjaya Karya (Jakarta:1993), HR Muslim bab Fitnah no. 2464.
[4]Fiqhul Ikhtilaf hal. 50.
[5]Ibid.
[6]DR. Muhammad Imarah, Islam dan Pluralitas, Gema Insani Press (Jakarta:1999), hal. 32.
[7]Ibid hal. 33.

No comments: