Translate

Mencari Artikel

FIND(Mencari)

Thursday 23 May 2013

Energi Cinta


1.1.         Pengertian Cinta


Cinta ternyata sangat sulit untuk didefinisikan. Semakin didefinisikan justru semakin tidak jelas dan semakin kabur makna cinta tersebut. Ternyata cinta lebih mudah dirasakan, dilakukan dan dinikmati. Dan semua dari kita adalah para perasa, pelaku dan penikmat cinta.
Namun jejak-jejak cinta dapat dengan mudah dilukiskan. Dalam cinta ada bahagia, gembira, senang, lembut, indah, cantik, tampan, tenang, rayuan, putus asa, sedih, luka, sakit hati,  berpelukan hingga berciuman.
Sosiolog Jhon M. Shepard menyatakan, ”Cinta adalah salah satu term yang  paling banyak disalahgunakan, susah didefinisikan dalam bahasa inggris. Ia dipakai untuk menggambarkan perasaan senang kepada anjing, kucing, kuda, rumah, sepeda motor, mobil, orang tua, anak-anak, istri, gundik. Makna cinta dapat dikembangka, disederhanakan, dan digunakan untuk mengartikan sekedar apa saja yang kita senang.[1]
Dalam Alqur’an terdapat dua kata yang bermakna cinta. Yaitu mahabbah dan mawaddah. Kata mahabbah berasal dari kata kerja dasar H-B-B (habba-yahubbu-hubb-mahabbah). Dapat juga dibentuk dari kata ahabba-yuhibbu-ahbib-mahabbah.[2]
Lalu mawaddah yang berasal dari kata W-D-D (wadda-yawaddu wuddan-mawaddatan). Dan ’Asyaqa yang bermakna cinta pula, namun ada juga yang mengartikannya rindu. Polanya adalah ’asyaqa-ya’syiqu-isyqan-’aasyiq).[3]
Menurut Al Junaid, seorang ahli tasawuf, cinta adalah ”Peleburan di dalam keagungan Sang Kekasih dalam wahana kekuatan cinta sang pecinta.” Adapun Abu Abdullah Al Qurasyi berpendapat bahwa cinta adalah ”Memberikan semua yang engkau miliki kepadaNya (Allah) yang sangat engkau cintai, sehingga tidak lagi ada sisa dalam dirimu.” Dengan kata lain cinta adalah api yang akan melahap semua kecuali kehendak Ilahi.[4]
Sedangkan Ibnu Arabi menyatakan, ”Cinta tidak dapat memiliki definisi yang melaluinya esensi cinta menjadi bisa dikenal. Sebaliknya yang dimilikinya hanyalah definisi-definisi dengan sifat deskriptif dan verbal, tidak lebih dari itu. Siapa yang mendefinisikan cinta sesungguhnya tidak pernah mengenal cinta, siapapun yang tidak pernah mereguknya, tidak pernah mengenalnya, dan siapupun yang mengatakan bahwa mereka telah merasa puas olehnya berarti tidak pernah mengenalnya, karena cinta adalah mereguk tanpa pernah merasa puas.”[5]
Namun demikian cinta memiliki jejak diantaranya yaitu adanya naluri (intuitif). Cinta itu sifatnya naluri. Sebagaimana kata orang , "cinta itu di hati". Bercinta yang hangat bila kita dapat merasai apa yang dirasai oleh orang yang kita sayang.
Lalu adanya nature atau fitrah. Karena dalam cinta ada perasaan ingin disayangan dan menyayangi yang merupakan fitrah manusia. Ada kecenderung wanita kepada laki-laki atau sebaliknya.
Kemudian ada Top atau puncak. Dengan adanya cinta kita akan saling bekerjasama dan saling memberi. Sehingga kita dapat mencapai puncak cinta dalam mengarungi kehidupan ini.
Dalam cinta ada Altruistic. Yang bermakna melebihkan orang lain dibandingkan diri sendiri. Orang yang mencintai biasanya senang membantu dan memberikan sesuatu kepada yang dicintai. Bahkan rela memberikan harta, tenaga, waktu dan nyawa.[6]
Menurut ahli psikologi, Sternberg yang terkenal dengan teorinya tentang “Segitiga Cinta” (bukan cinta segitiga lho…!). Segitiga cinta itu mengandung komponen : (1). Keintiman (Intimacy), (2). Gairah (Passion) dan (3). Komitmen.
Keintiman adalah elemen emosi, yang didalamnya terdapat kehangatan, kepercayaan (trust), dan keinginan untuk membina hubungan. Ciri-cirinya antara lain seseorang akan merasa dekat dengan seseorang, senang bercakap-cakap dengannya sampai waktu yang lama, merasa rindu bila lama tidak bertemu. Gairah adalah elemen motivasional yang didasari oleh dorongan dari dalam diri yang bersifat seksual. Komitmen adalah elemen kognitif, berupa keputusan untuk secara sinambung dan tetap menjalankan suatu kehidupan bersama.
Menurut Sternberg, setiap komponen itu pada tiap-tiap orang berbeda derajatnya. Ada yang hanya tinggi di gairah, tapi rendah pada komitmen. Sedangkan cinta yang ideal adalah apabila ketiga komitmen itu berada dalam proporsi yang sesuai pada suatu waktu tertentu. Misalnya pada tahap awal hubungan, yang paling besar adalah komponen keintiman. Setelah keintiman berlanjut pada gairah yang lebih besar (dalam beberapa budaya) harus disertai dengan komitmen yang lebih besar, misalnya melalui perkawinan.
Seperti telah diuraikan sebelumnya, pada hubungn cinta seseorang sangat ditentukan oleh pengalamannya sendiri mulai dari masa kanak-kanak. Bagaimana orang tuanya saling mengekspresikan perasaan cinta mereka (atau malah bertengkar melulu..). Hubungan awal denga n teman-teman dekat, kisah-kisah romantis sampai yang horor, dsb. akan membekas dan mempengaruhi seseorang dalam berhubungan. Karenanya setiap orang disarankan untuk menyadari kisah cinta yang ditulis untuk dirinya sendiri.
Memang teori Sternberg tentang cinta ini belumlah lengkap dan memuaskan semua orang misalnya bagaimana teori ini dapat menjelaskan cinta ibu terhadap anak-anaknya? Atau bagaimana cinta dapat dipertentangkan dengan perang dan kebencian? Hanya saja, sebagai sebuah deskripsi ilmiah terhadap fenomena cinta, teori ini dapat dikatakan cukup membantu dalam memetakan pola-pola hubungan cinta antar individu.[7]
Berdasarkan berbagai teori tersebut penulis menyimpulkan bahwa cinta adalah hubungan antara dua orang/dzat atau lebih untuk mendapatkan ketenangan, kebahagiaan, ketentraman atau ketenangan hingga kepuasan baik dalam bentuk lahir maupun bathin.
Kuncinya ada tiga yaitu adanya hubungan. Dalam cinta selalu ada hubungan. Apakah itu dalam bentuk anak dengan orang tua, sesama teman, dengan lawan jenis, dengan hewan, tumbuhan hingga benda atau dengan Sang Kekasih sejati yaitu Allah SWT.
Selanjutnya hubungan itu dapat terjadi antara dua orang/dzat atau lebih. Yaitu terjadi antara suami dengan istri. Antara atasan dengan bawahan. Atau antara manusia dengan hewan. Misalnya kita mencintai hewan-hewan kesayangan kita seperti burung, kucing dan ikan. Atau antara orang dengan tumbuhan. Atau aantara manusia dengan Rabbnya.
Tujuannya tiada lain adalah untuk mendapatkan ketenangan atau ketentraman atau kebahagiaan atau kepuasaan, baik dalam bentuk lahir maupun bathin.
Kita mencintai istri, tujuannya tiada lain adalah bahagia. Atau sakinah (tentang), mawaddah (cinta) atau wa rahmah (kasih sayang). Kita menyayangi hewan peliharaan kita, juga dalam rangka mendapatkan ketenangan, ketentraman dan kebahagiaan. Ketika kita melihat burung perkutut yang suaranya merdu kita menjadi tenteram. Ketika melihat gelombang cinta, hati menjadi sejuk dan damai.
Ketika berdzikir kepada Allah, hati menjadi tenang. Ketika menyebut Nabi, hati menjadi rindu. Ketika mengingat sahabat, hati menjadi mantap. Semuanya itu didorong oleh rasa cinta.


[1] Muhammad Asyhari, Tafsir Cinta, Hikmah (Jakarta:2006), hal. 39
[2] Ibid hal. 36.
[3] Ibid hal. 37.
[4] Ibid hal. 41.
[5] Ibid hal. 42-43

No comments: