IV.10. SERAHKAN PADA AHLINYA
Selanjutnya mari kita serahkan
permasalahan, perbedaan pendapat dan perselisihan yang terjadi kepada para
ahlinya. Yaitu para ulama yang berakhlak mulia. Bukan para da’i atau muballigh
atau ustadz yang mudah tersulut emosinya. Mudah marah dan mudah memberikan
ancaman. Serta mudah membuat julukan-julukan yang aneh-aneh.
وَمِنَ النَّاسِ وَالدَّوَابِّ وَالْأَنْعَامِ مُخْتَلِفٌ أَلْوَانُهُ
كَذَلِكَ إِنَّمَا يَخْشَى اللَّهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاءُ إِنَّ اللَّهَ عَزِيزٌ
غَفُورٌ
“Dan demikian (pula) di antara
manusia, binatang-binatang melata dan binatang-binatang ternak ada yang
bermacam-macam warnanya (dan jenisnya). Sesungguhnya yang takut kepada Allah di
antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama
Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.” (Al Faathir 35:28).
Menurut Ibnu Abbas maksudnya adalah
orang-orang yang mengetahui bahwasanya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.[1] Yaitu orang yang takut kepada Allah
dan siksaNya dengan cara mentaati Allah SWT. Dengan menerima ketentuanNya dalam
segala sesuatu. Dikarenakan ilmunya dia takut melakukan kemaksiyatan. Maka ia
takut kepadaNya dengan ketakukan yang amat sangat kepada Allah SWT.
Itulah para ulama. Yang sangat
hati-hati lisannya. Tidak mudah memvonis seseorang. Tidak mudah mengkafirkan
kaum muslimin.
وَمَا أَرْسَلْنَا قَبْلَكَ
إِلَّا رِجَالًا نُوحِي إِلَيْهِمْ فَاسْأَلُوا أَهْلَ الذِّكْرِ إِنْ كُنْتُمْ لَا
تَعْلَمُونَ
“Kami tiada
mengutus rasul rasul sebelum kamu (Muhammad), melainkan beberapa
orang-laki-laki yang Kami beri wahyu kepada mereka, maka tanyakanlah olehmu kepada orang-orang yang
berilmu, jika kamu tiada mengetahui. “(Al Anbiyaa’ 21:7).
Maksudnya mereka adalah para ahli
taurat dan injil.[2] Dalam konteks sekarang maksudnya
adalah orang-orang yang memahami Alqur’an dengan baik. Yaitu para ahli tafsir. Para ahli fiqih dan para mujtahid. Mereka itulah para
ulama penerang kehidupan. Yang memahami hukum-hukum agama dan syareat Islam.
Dibawah ini beberapa ciri ulama
menurut sebuah artikel. Namun sayang penulis lupa sumbernya. Tapi tidak masalah
yang penting isinya sangat bermanfaat bagi kita semua. Diantara ciri-ciri ulama adalah:
1. Ibnu
Rajab Al-Hambali rahimahullah mengatakan: “Mereka adalah orang-orang yang tidak
menginginkan kedudukan, dan membenci segala bentuk pujian serta tidak
menyombongkan diri atas seorang pun.”
Al-Hasan mengatakan: “Orang faqih adalah orang yang zuhud terhadap dunia dan
cinta kepada akhirat, bashirah (berilmu) tentang agamanya dan senantiasa dalam
beribadah kepada Rabbnya.” Dalam
riwayat lain: “Orang yang tidak hasad kepada seorang pun yang berada di
atasnya dan tidak menghinakan orang yang ada di bawahnya dan tidak mengambil
upah sedikitpun dalam menyampaikan ilmu Allah.” (Al-Khithabul Minbariyyah, 1/177).
2. Ibnu
Rajab Al-Hambali rahimahullah mengatakan: “Mereka adalah orang yang tidak mengaku-aku
berilmu, tidak bangga dengan ilmunya atas seorang pun, dan tidak serampangan
menghukumi orang yang jahil sebagai orang yang menyelisihi As-Sunnah.”
3. Ibnu Rajab rahimahullah mengatakan: “Mereka adalah orang yang berburuk sangka kepada diri mereka sendiri dan berbaik sangka kepada ulama salaf. Dan mereka mengakui ulama-ulama pendahulu mereka serta mengakui bahwa mereka tidak akan sampai mencapai derajat mereka atau mendekatinya.”
3. Ibnu Rajab rahimahullah mengatakan: “Mereka adalah orang yang berburuk sangka kepada diri mereka sendiri dan berbaik sangka kepada ulama salaf. Dan mereka mengakui ulama-ulama pendahulu mereka serta mengakui bahwa mereka tidak akan sampai mencapai derajat mereka atau mendekatinya.”
4. Mereka
berpendapat bahwa kebenaran dan hidayah ada dalam mengikuti apa-apa yang
diturunkan Allah Subhanahu wa Ta'ala. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
وَيَرَى الَّذِيْنَ أُوْتُوْا الْعِلْمَ الَّذِي أُنْزِلَ إِلَيْكَ مِنْ رَبِّكَ هُوَ الْحَقَّ وَيَهْدِي إِلَى صِرَاطِ الْعَزِيْزِ الْحَمِيْدِ
“Dan orang-orang yang diberikan ilmu memandang bahwa apa yang telah diturunkan kepadamu (Muhammad) dari Rabbmu adalah kebenaran dan akan membimbing kepada jalan Allah Yang Maha Mulia lagi Maha Terpuji.” (
5. Mereka
adalah orang yang paling memahami segala bentuk permisalan yang dibuat Allah
Subhanahu wa Ta'ala di dalam Al Qur’an, bahkan apa yang dimaukan oleh Allah dan
Rasul-Nya. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
وَتِلْكَ اْلأَمْثاَلُ نَضْرِبُهاَ لِلنَّاسِ وَماَ يَعْقِلُهاَ إِلاَّ الْعاَلِمُوْنَ
“Demikianlah permisalan-permisalan yang dibuat oleh Allah bagi manusia dan tidak ada yang memahaminya kecuali orang-orang yang berilmu.” (Al-’Ankabut: 43)
6. Mereka adalah orang-orang yang memiliki keahlian melakukan istinbath(mengambil hukum) dan memahaminya. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
وَإِذَا جآءَهُمْ أَمْرٌ مِنَ اْلأَمْنِ أَوْ الْخَوْفِ أَذَاعُوْا بِهِ وَلَوْ رَدُّوْهُ إِلَى الرَّسُوْلِ وَإِلَى أُولِي اْلأَمْرِ مِنْهُمْ لَعَلِمَهُ الَّذِيْنَ يَسْتَنْبِطُوْنًهُ مِنْهُمْ وَلَوْ لاَ فَضْلَ اللهِ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَتُهُ لاَتَّبَعْتُمُ الشَّيْطاَنَ إِلاَّ قَلِيْلاً
“Apabila datang kepada mereka suatu berita tentang keamanan atau ketakutan, mereka lalu menyiarkannya. Kalau mereka menyerahkan kepada rasul dan ulil amri diantara mereka, tentulah orang-orang yang mampu mengambil hukum (akan dapat) mengetahuinya dari mereka (rasul dan ulil amri). Kalau tidak dengan karunia dan rahmat dari Allah kepada kalian, tentulah kalian mengikuti syaithan kecuali sedikit saja.” (An-Nisa: 83).
7. Mereka
adalah orang-orang yang tunduk dan khusyu’ dalam merealisasikan
perintah-perintah Allah Subhanahu wa Ta'ala. Allah Subhanahu wa Ta'ala
berfirman:
قُلْ آمَنُوا بِهِ أَوْ لاَ تُؤْمِنُوا إِنَّ الَّذِيْنَ أَوْتُوا الْعِلْمَ مِنْ قَبْلِهِ إِذِا يُتْلَى عَلَيْهِمْ يَخِرُّوْنَ لِلأًذْقاَنِ سُجَّدًا. وَيَقُوْلُوْنَ سُبْحاَنَ رَبِّناَ إِنْ كاَنَ وَعْدُ رَبِّناَ لَمَفْعُوْلاً. وَيَخِرُّوْنَ لِلأَذْقاَنِ يَبْكُوْنَ وَيَزِيْدُهُمْ خُشُوْعاً
“Katakanlah: ‘Berimanlah kamu kepadanya atau tidak
usah beriman (sama saja bagi Allah). Sesungguhnya orang-orang yang diberi
pengetahuan sebelumnya apabila Al Qur’an dibacakan kepada mereka, mereka
menyungkur atas muka mereka sambil bersujud, dan mereka berkata: “Maha Suci
Tuhan kami; sesungguhnya janji Tuhan kami pasti dipenuhi”. Dan mereka
menyungkur atas muka mereka sambil menangis dan mereka bertambah khusyu’.” (Al-Isra: 107-109) [Mu’amalatul ‘Ulama karya
Asy-Syaikh Muhammad bin ‘Umar bin Salim Bazmul, Wujub Al-Irtibath bil ‘Ulama
karya Asy-Syaikh Hasan bin Qasim Ar-Rimi].
Inilah
beberapa sifat ulama hakiki yang dijelaskan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala di
dalam Al-Qur’an dan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam di dalam
Sunnahnya.
Dalam
artikel lainnya[3]
: Al-Imam Abu Qasim Al-Ashbahani pernah menyinggung tentang hal ini. Beliau
mengatakan : “ Ulama Salaf menegaskan: Seseorang tidak dinyatakan sebagai Imam
dalam agama Islam sampai dia memiliki beberapa hal sebagai berikut :
·
Hapal berbagai bidang ilmu bahasa
arab beserta perselisihannya.
·
Hapal beraneka ragam perselisihan
para fuqaha dan para ulama.
·
Berilmu, paham dan hapal tentang
i’irab (harakat akhir kata untuk menentukan kedudukan kata tersebut pada
kalimat bahasa arab dan perselisihannya.
·
Berilmu tentang Kitabullah
(Al-Qur’an) yang mencakup variasi bacaan beserta perselisihan para ulama
tentangnya, tafsir ayat-ayat muhkam dan mutasyabih, nasikh mansukh dan
kisah-kisah yang tertera didalamnya.
·
Berilmu tentang hadist-hadist
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan berkemampuan untuk membedakan
shahih dan dlaif(lemah), bersambung atau terputus (sanadnya), mursal daan
musnadnya, masyhur dan gharibnya.
·
Berilmu tentang atsar-atsar
sahabat.
·
Wara’.
·
Memelihara muru’ah (kehormatan
diri).
·
Jujur.
·
Terpercaya.
·
Melandasi agamanya dengan Al-Quran
dan Sunah
No comments:
Post a Comment