Translate

Mencari Artikel

FIND(Mencari)

Monday 21 May 2018

Obat Gelisah


BAB II
PENDAHULUAN

2.1.          Pengertian Gelisah
Menurut Imam Ibnu Qayyim rahimahullah dalam Madarijus Saalikiin, hammi dan hazan sebagaimana tertera dalam do’a Rasul di atas memiliki perbedaan. Hammi adalah bentuk kesedihan atas sesuatu yang akan datang. Sedangkan hazan adalah perasaan sedih atas sesuatu yang sudah dialami. Dalam tafsir Jalalain ketakutan akan masa yang akan datang disebut khauf, sedangkan terhadap apa yang sudah terjadi disebut hazan.[1]

Hammi dalam bahasa Indonesia diartikan gelisah. Yang artinya adalah tidak tenteram hatinya, selalu merasa khawatir, tidak tenang, tidak sabar dan cemas. Kegelisahan dapat diketahui dari gejala tingkah laku atau gerak-gerik dalam situasi tertentu yang lain dari biasanya.  Kegelisahan pada dasarnya merupakan ekspresi dari kecemasan. Karena itu dalam kehidupan sehari-hari kegelisahan juga diartikan sebagai kecemasan, kekhawatiran ataupun ketakutan.

2.2.          Ciri-Ciri Gelisah

Untuk mengetahui seseorang sedang gelisah atau tidak dapat dilakukan dengan melihat pembicaraan, tingkah laku maupun perasaannya. Berdasarkan pembicaraannya maka dia akan banyak berbicara tentang hal-hal yang menakutkan pada masa yang akan datang. Dia nampak pesimis akan kehidupan hari esok. Atau karena adanya ancaman terhadap diri, keluarganya, karir dan kehidupannya.
Berdasarkan tingkah laku biasanya ditunjukkan dengan berjalan tak tentu tujuan, mondar-mandir, menundukkan badan, mengepal-kepalkan tangannya, murung, lemas, tiduran hingga wajahnya sayu.
Adapun dari perasaannya dapat dilihat melalui tes psikologi oleh psikolog. Berdasarkan tes tersebut maka akan dapat ditentukan seberapa besar tingkat stres yang bersangkutan sehingga dapat ditentukan tingkat keparahan kegelisahannya.

2.3.          Dampak Gelisah
Gelisah memiliki dampak mulai dari yang ringan hingga yang berat. Mulai tidak bergairah, lesu, letih, lemah, pesimis, sakit kepala, saraf, sakit pencernaan, maag, penyakit dalam lainnya hingga bunuh diri.
Gelisah pada mulanya menyerang pikiran berupa ketakutan terhadap masa depan. Bila dibiarkan maka kegelisahan ini akan menyelimuti otak dan pikiran setiap saat. Akibatnya makan, tidur dan istirahat menjadi tidak nyaman. Bila dibiarkan maka lama-kelamaan akan menyerang perut karena tidak enak makan. Dari perut inilah maka akan lahir berbagai macam penyakit yang berbahaya. Semisal maag, tipus, darah tinggi, stroke hingga hilangnya keseimbangan tubuh.
Di dunia entertainment banyak kita temui orang yang hidup dalam kegelisahan. Banyaknya artis yang terjangkit narkoba, para penyanyi pop yang kecanduan alkohol hingga mereka yang bunuh diri dan menembakkan pistol ke kepalanya.

2.4.          Mengobati Gelisah
Dalam mengobati gelisah banyak cara dilakukan oleh manusia. Mulai dari cara yang baik hingga yang berbahaya. Mulai dari relaksasi, olah raga, rekreasi, menonton tv, bioskop, film, minum obat penenang, mengkonsumsi narkoba bahkan hingga mengakhiri hidupnya. Lalu bagaimanakah Al Islam memberikan bimbingan dan petunjuk dalam menghadapi kegelisahan hidup ini?

2.4.1.      Naqli (Alqur’an dan Sunnah)

إِنَّ الَّذِينَ قَالُوا رَبُّنَا اللَّهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوا تَتَنَزَّلُ عَلَيْهِمُ الْمَلَائِكَةُ أَلَّا تَخَافُوا وَلَا تَحْزَنُوا وَأَبْشِرُوا بِالْجَنَّةِ الَّتِي كُنْتُمْ تُوعَدُونَ
            Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: "Tuhan kami ialah Allah" kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka dengan mengatakan: "Janganlah kamu takut dan janganlah merasa sedih; dan gembirakanlah mereka dengan jannah yang telah dijanjikan Allah kepadamu” (Al Fushshilat 41:3).
            Imam Thabari menyatakan bahwa yang dimaksud dengan Tuhan kami ialah Allah bermakna Allah yang tunggal tiada sekutu bagiNya dan tiada tuhan maupun tandingan-tandingan bagiNya. ”Kemudian istiqomah: maksudnya mentauhidkan Allah dan tidak mengotorinya dengan kemusyrikan maupun selainnya dengan cara mentaatiNya, mengamalkan perintahNya dan menjauhi laranganNya.
            Para ulama berbeda pendapat dalam menafsirkan, namun intinya adalah tidak menyekutukan Allah atau menjauhi dosa terhadapNya. Tunduk patuh kepadaNya. Atau meninggal di atas kalimat tauhid. Atau isitiqomah di atas kalimat syahadat Laa Ilaaha Illallaah. Turunnya malaikat artinya datangnya malaikat pada saat kematian.
            Janganlah takut maksudnya adalah terhadap apa-apa yang akan datang, menurut imam Ibnu Katsir adalah urusan-urusan akherat . Adapun janganlah bersedih adalah terhadap apa-apa yang ada di belakang, menurut ibnu Katsir adalah urusan-urusan dunia.
            Sedangkan ulama lainnya menyatakan Janganlah takut terhadap apa-apa yang didepannya (setelah kematian). Dan janganlah sedih terhadap apa-apa yang sudah terjadi.[2]
            Berdasarkan pendapat tafsir Thabari, tafsir Jalalain, maka dapat disimpulkan bahwau khauf adalah hammi yaitu gelisah atau sedih terhadap masa depan. Penulis tidak hanya membatasai dalam urusan akherat tapi juga masa depan kita mulai dari hari ini hingga hari kiamat kelak. Sedangkan hazan adalah sedih terhadap hal-hal yang telah berlalu.
            Oleh karena itu untuk mencari obat atas kegelisahan (hammi) maka kita perlu menelusuri ayat-ayat Alqur’an yang terkait dengan kata-kata khauf dan padanannya.   
             Berdasarkan penelusuran tersebut maka ada beberapa terapi yang diajarkan Allah melalui Alqur’an dalam menghadapi hammi ini.

            Dari Takut Kepada Makhluk Menjadi Takut KepadaNya
            Diantaranya yaitu mengobati takut dengan takut. Yaitu dari takut kepada makhluk menjadi takut kepada Allah. Dengan kata lain berani terhadap makhluk dan takut kepadaNya.
الَّذِينَ يُبَلِّغُونَ رِسَالَاتِ اللَّهِ وَيَخْشَوْنَهُ وَلَا يَخْشَوْنَ أَحَدًا إِلَّا اللَّهَ وَكَفَى بِاللَّهِ حَسِيبًا
            (yaitu) orang-orang yang menyampaikan risalah-risalah Allah (para Rasul), mereka takut kepada-Nya dan mereka tiada merasa takut kepada seorang(pun) selain kepada Allah. Dan cukuplah Allah sebagai Pembuat Perhitungan.” (Al Ahzab 33:39).
            مَنْ خَشِيَ الرَّحْمَنَ بِالْغَيْبِ وَجَاءَ بِقَلْبٍ مُنِيبٍ
            (Yaitu) orang yang takut kepada Tuhan Yang Maha Pemurah sedang Dia tidak kelihatan (olehnya) dan dia datang dengan hati yang bertaubat” (Qaaf 50:33).
            Yang dimaksud takut kepada Allah adalah orang-orang yang takut kepada Allah di dunia sebelum bertemu Allah dengan cara taat kepadaNya. Dan mengikuti apa-apa yang diperintahkanNya. [3]
            Dalam tafsir Thabari sebagaimana diriwayatkan oleh Anas Bin Malik bahwa Rasululah menceritakan tentang dialog antara neraka dan syurga. Neraka berkata, ”Masuklah ke neraka orang-orang yang berkuasa dan orang-orang yang sombong.” Berkata syurga, ”Masuk ke dalam syurga orang-orang yang fakir dan miskin.”
            Dan Allah SWT berfirman kepada surga, ”engkau adalah rahmatku yang diberikan kepada siapa saja yang Dia kehendaki.” Dan dia mewahyukan kepada neraka, ”engkau adalah adzabku yang ditimpakan kepada siapa saja yang Allah kehendaki.”[4]
            Karena takut terhadap Allah ternyata memberikan fadhilah yang besar diantaranya berupa ampunan dan pahala yang besar.
إِنَّمَا تُنْذِرُ مَنِ اتَّبَعَ الذِّكْرَ وَخَشِيَ الرَّحْمَنَ بِالْغَيْبِ فَبَشِّرْهُ بِمَغْفِرَةٍ وَأَجْرٍ كَرِيمٍ
            ”Sesungguhnya kamu hanya memberi peringatan kepada orang-orang yang mau mengikuti peringatan dan yang takut kepada Tuhan Yang Maha Pemurah walaupun dia tidak melihatnya. Maka berilah mereka kabar gembira dengan ampunan dan pahala yang mulia.” (Yaasiin 36:11).
إِنَّمَا ذَلِكُمُ الشَّيْطَانُ يُخَوِّفُ أَوْلِيَاءَهُ فَلَا تَخَافُوهُمْ وَخَافُونِ إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ
            إِنَّ الَّذِينَ يَخْشَوْنَ رَبَّهُمْ بِالْغَيْبِ لَهُمْ مَغْفِرَةٌ وَأَجْرٌ كَبِيرٌ
            Sesungguhnya orang-orang yang takut kepada Tuhannya Yang tidak nampak oleh mereka, mereka akan memperoleh ampunan dan pahala yang besar.” (Al Mulk 67:12).
            Dan tentu saja syurgaNya Allah.
وَلِمَنْ خَافَ مَقَامَ رَبِّهِ جَنَّتَانِ
            Dan bagi orang yang takut akan saat menghadap Tuhannya ada dua syurga”( Ar Rahman 55:46).
            Selanjutnya takut kepada hari akhir dan adzab pada hari itu. Karena takut terhadap hal ini adalah bagian dari takut terhadap Allah.
وَالَّذِينَ هُمْ مِنْ عَذَابِ رَبِّهِمْ مُشْفِقُونَ
             dan orang-orang yang takut terhadap azab Tuhannya.”(Al Ma’aarij 70:27).
            قُلْ إِنِّي أَخَافُ إِنْ عَصَيْتُ رَبِّي عَذَابَ يَوْمٍ عَظِيمٍ
            Katakanlah: "Sesungguhnya aku takut akan siksaan hari yang besar jika aku durhaka kepada Tuhanku."(Az Zumar 39:13).
            Sesungguhnya kami takut akan (azab) Tuhan kami pada suatu hari yang (di hari itu) orang-orang bermuka masam penuh kesulitan.”(Al Insaan 76:10).          
            Kita juga tidak boleh takut kepada setan maupun wali-walinya seperti orang musyrik dan orang kafir.
إِنَّمَا ذَلِكُمُ الشَّيْطَانُ يُخَوِّفُ أَوْلِيَاءَهُ فَلَا تَخَافُوهُمْ وَخَافُونِ إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ
            ”Sesungguhnya mereka itu tidak lain hanyalah syaitan yang menakut-nakuti (kamu) dengan kawan-kawannya (orang-orang musyrik Quraisy), karena itu janganlah kamu takut kepada mereka, tetapi takutlah kepadaKu, jika kamu benar-benar orang yang beriman.”(Ali ’Imran 3:175).
            Bahkan kepada manusia sekalipun.
فَلَا تَخْشَوُا النَّاسَ وَاخْشَوْنِ
”....Karena itu janganlah kamu takut kepada manusia, (tetapi) takutlah kepada-Ku....”(Al Maa’idah 5:44).
            Menurut Imam Thabari maknanya adalah perintah kepada ulama yahudi untuk tidak takut kepada manusia dalam menegakkan hukum Allah kepada hamba-hambaNya. Serta jangan takut dengan menyembunyikan ketentuan-ketentuan yang telah diturunkan Allah.[5]
            Allah juga melarang kita untuk takut dari kemiskinan dengan cara membunuh anak atau keturunan kita, sebab Allah sudah menjamin rizki mereka.
وَلَا تَقْتُلُوا أَوْلَادَكُمْ خَشْيَةَ إِمْلَاقٍ نَحْنُ نَرْزُقُهُمْ وَإِيَّاكُمْ إِنَّ قَتْلَهُمْ كَانَ خِطْئًا كَبِيرًا
            ”Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut kemiskinan. Kamilah yang akan memberi rezki kepada mereka dan juga kepadamu. Sesungguhnya membunuh mereka adalah suatu dosa yang besar. “ (Al Israa’ 17:31).
            Maksudnya yaitu takut akan kefakiran sebagaimana orang-orang jahiliyah yang membunuh anak-anak mereka karena takut miskin. Menurut Qatadah yaitu dengan cara membunuh anak perempuan. Sebab anak perempun dinilai tidak berguna. Tidak bisa perang dan tidak dapat mencari nafkah sehingga hanya menjadi beban hidup.[6]

            Menjadi Ahli Ilmu atau Penuntut Ilmu
            Agar ketakutan terhadap makhluk hilang, maka Allah mewasiyatkan kepada kita untuk menjadi ahli ilmu. Untuk itu maka tidak ada cara lain kecuali terus menerus menuntut ilmu. Baik ilmu agama maupun ilmu pengetahuan dan teknologi.
إِنَّمَا يَخْشَى اللَّهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاءُ إِنَّ اللَّهَ عَزِيزٌ غَفُورٌ       
”...Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.”(Faathir 35:28).
            Menurut Imam Ibnu Katsier yang dimaksud ulama adalah orang-orang yang mengetahui bahwa Allah adalah Maha Kuasa atas segala sesuatu. Ataau orang yang tidak menyekutukan Allah, menghalalkan yang halal dan mengharamkan yang haram.[7]
            Lalu tidak lupa banyak beribadah kepadaNya dengan menegakkan sholat, sedekah, berdzikir dan membersihkan jiwa dengan berbagai amalan dan ibadah lainnya.
                        إِنَّمَا تُنْذِرُ الَّذِينَ يَخْشَوْنَ رَبَّهُمْ بِالْغَيْبِ وَأَقَامُوا الصَّلَاةَ وَمَنْ تَزَكَّى فَإِنَّمَا يَتَزَكَّى لِنَفْسِهِ وَإِلَى اللَّهِ الْمَصِيرُ
            ”Sesungguhnya yang dapat kamu beri peringatan hanya orang-orang yang takut kepada azab Tuhannya (sekalipun) mereka tidak melihatNya dan mereka mendirikan sembahyang. Dan barangsiapa yang mensucikan dirinya, sesungguhnya ia mensucikan diri untuk kebaikan dirinya sendiri. Dan kepada Allahlah kembali(mu).”(Faathir 35:18).
تَتَجَافَى جُنُوبُهُمْ عَنِ الْمَضَاجِعِ يَدْعُونَ رَبَّهُمْ خَوْفًا وَطَمَعًا وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنْفِقُونَ
            Lambung mereka jauh dari tempat tidurnya dan mereka selalu berdoa kepada Rabbnya dengan penuh rasa takut dan harap, serta mereka menafkahkan apa apa rezki yang Kami berikan.”(As Sajadah 31:16).
رِجَالٌ لَا تُلْهِيهِمْ تِجَارَةٌ وَلَا بَيْعٌ عَنْ ذِكْرِ اللَّهِ وَإِقَامِ الصَّلَاةِ وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ يَخَافُونَ يَوْمًا تَتَقَلَّبُ فِيهِ الْقُلُوبُ وَالْأَبْصَارُ
            “laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli dari mengingati Allah, dan (dari) mendirikan sembahyang, dan (dari) membayarkan zakat. Mereka takut kepada suatu hari yang (di hari itu) hati dan penglihatan menjadi goncang.”(An Nuur 24:37).
            Dalam hadits Bukhari dan Muslim dari Utsman bin Affan, Rasulullah bersabda :
            [8]من بنى مسجدا يبتغي به وجه الله، بنى الله له مثله في الجنة
            “Barang siapa yang membangun masjid dengan mengharapkan wajah Allah, Allah akan membangunkan baginya yang seperti itu di syurga.”
            Hadits yang senada diriwayatkan oleh Ibnu Majah dari Umar bin Khattab RA, Rasulullah berkata :
            [9]من بنى مسجدا يذكر فيه اسم الله، بنى الله له بيتا في الجنة
            “Barang siapa yang membangun masjid untuk mengingat di dalamnya nama-nama Allah, Allah akan membangunkan baginya rumah di syurga.”
           
2.4.2.      Aqli (Akal atau Ilmiyah dan Kisah)

Melihat Ke Bawah
Secara akal banyak jalan untuk menghadapi gelisah. Diantaranya dengan cara banyak melihat ke bawah. Atau melihat orang lain yang kurang beruntung dibandingkan kita. Misalnya dengan cara menonton acara JIKA AKU MENJADI. Dalam acara ini kita menyaksikan betapa banyak orang yang lebih sulit kehidupannya dibandingkan diri kita.
Atau acara BEDAH RUMAH. Dalam acara ini kita menyaksikan banyak saudara kita yang rumahnya sangat sederhana. Seperti gubuk. Atau hanya terdiri dari bambu dan jerami. Atau rumahnya hampir rubuh. Serta penghuninya juga tidak memiliki penghasilan yang jelas dengan penghasilan pas-pasan.
Bisa pula dengan melihat kisah Taripin. Seorang anak kecil di daerah Jawa Timur yang harus menghidupi adik-adiknya. Dengan cara menjadi buruh. Dan hidup dalam rumah yang hampir rubuh serta disangga oleh berbagai balok. Karena ibunya meninggal dunia, sementara ayahnya merantau ke Kalimantan dan tidak ada kabar beritanya.
Bocah ini akhirnya dapat sekolah dan mereguk kebahagiaan setelah beritanya di televisi mendapatkan respon dari Presiden SBY dalam twiternya. Kemudian beliau mengirimkan staf khususnya untuk memberikan bantuan.  Bahkan kepala desa hingga militer disana dengan suka rela memperbaiki rumah Taripin yang hampir ambruk. Kebahagiaan tersebut semakin lengkap ketika ayahnyapun akhirnya pulang menjenguknya serta tidak akan merantau lagi demi mendidik anak-anaknya yang masih belum baligh tersebut.

Cara Pandang Yang Salah
Sebagian besar sumber kegelisahan atau ketakutan berada pada fikiran. Karena itu untuk menghancurkan sifat gelisah harus merubah mindset atau cara berfikir. Yaitu membalik rasa gelisah menjadi optimis. Sebab dibalik kesulitan itu selalu ada kemudahan. Bahkan menjadikannya sebagai peluang atau pemicu semangat.
Contohnya orang yang gelisah karena takut di-PHK, maka ia harus merubah fikiran bahwa rejeki Allah itu bukan hanya di perusahaan. Tapi ada di pasar-pasar, di internet, di jalan-jalan, bahkan di penjara.
Hamka misalnya menulis tafsir Al Azhar di penjara. Demikian halnya Sayyid Qutb menulis Fii Dzilaalil Qur’an dalam kungkungan rezim dikatator Mesir. Lalu Imam Ibnu Taymiyah dan Imam Ibnul Qayyim banyak menulis buku dalam penjara. Dan semuanya itu kini menjadi berkah atau rizki yang melimpah bagi para penerjemah, penerbit, distributor hingga pembacanya.

Instropeksi Diri
Selanjutnya melakukan instropeksi diri. Jangan-jangan kita banyak dosa dan kesalahan sehingga menimbulkan jiwa yang penakut. Jiwa yang lemah. Jiwa yang cengeng. Jiwa yang mudah diintervensi oleh setan melalui rasa takut, hilangnya rizki dan kemiskinan.

Minta Nasehat
Gelisah juga dapat diobati dengan bercerita kepada orang lain. Misalnya kepada istri, orang tua kita, guru kita atau orang shalih lainnya yang kita percaya. Dengan bercerita maka beban tersebut akan berkurang. Lebih-lebih jika disertai permintaan nasehat dari orang-orang shalih.
Sebab salah satu kewajiban muslim terhadap muslim lainnya adalah memberikan nasehat apabila diminta oleh saudaranya. Dengan nasehat-nasehat yang indah sebagaimana ditampilkan dalam buku Laa Tahzan,  maka akan membangkitkan gairah untuk menempuh hidup yang lebih baik lagi.

Pergi ke Psikolog
Jika langkah-langkah di atas tidak dapat diselesaikan tidak ada salahnya anda pergi ke psikolog atau psikiater. Karena merekalah orang yang ahli dalm ilmu jiwa. Tentunya kepada psikolog muslim yang shalih dan paham agama. Perlu diketahui pula bahwa orang yang pergi ke psikiater bukanlah orang yang sakit jiwa. Tapi orang yang memiliki masalah untuk dipecahkan.

Pergi Ke Dokter
Jika gelisah dan ketakutan sudah semakin akut dan menimbulkan penyakut fisik seperti maag hingga pening atau migren, maka sebaiknya segera ke dokter untuk mendapatkan terapi dan pengobatan. Sebab jika dibiarkan penyakit tersebut akan berkembang menjadi penyakit-penyakit lainnya yang lebih berbahaya semisal stroke.

Membaca Kisah Orang Shalih
Terapi lainnya yaitu dengan membaca kisah orang sahlih. Misalnya cara Ali bin Abi Thalib menghadapi gelisah. Beliau adalah khalifah keempat, sepupu dan menantu nabi SAW. Meskipun demikian hidupnya sangat sederhana dan pas-pasan. Namun apa yang dilakukan oleh beliau ketika gelisah, tiada lain beliau minta pertolongan kepadaNya. Dalam syairnya beliau berkata :
Kala hati diliputi dengan rasa putus asa
dan dada yang lapang sesak karenanya,
Kala hati disesaki dengan ketidak-enakan
Dan semua perkara bertumpuk menyatu,
Kala tak ada lagi terlihat bahaya yang akan tersingkap
tidak akan berguna segala upaya
Pertolongan akan datang pada keputusasaanmu
dari Yang Maha Dekat dan Maha Pengabul Permintaanmu
Jika semua peristiwa telah habis waktunya
akan bersambunglah pertolongan yang membukamu.”[10]
Demikian halnya yang dilakukan oleh Harun Ar Rasyid pada saat kritis akan menemui ajalnya. Ia menyenandungkan syair dan ketergantungan kepada Allah SWT.
”Kini di Thus aku bermukim
Tanpa seorangpun sahabat kumiliki
Aku berharap kepada Allah apa yang menimpaku
Sungguh selama ini Ia telah menyayangiku
Di Thus telah menghampiriku
Qadha-Nya yang telah ditetapkan bagiku
Tiada lain kupersembahkan kecuali
Keridhaan, kesabaran dan berserah diri.”[11]
Baca pula kisah sahabat Abdullah bin Hudzaifah di zaman khalifah kedua Umar bin Khatab. Tatkala beliau diangkat sebagai komandan perang menghadapi tenatara Salib Romawi yang sering mengganggu kaum muslimin di Syam (Syria, Palestina dan Yordania). Namun sayang karena pasukannya yang sedikit dan kalah kekuatan dari pasukan musuh, maka beliau ditangkap tentara Romawi dan dihadapkan kepada rajanya.
Maka terjadilah dialog antara raja dan Abdullah
”Sudilah engkau masuk dalam agama nashrani, saya akan mengajak engkau duduk dalam pemerintahan dan saya akan mengawinkan dengan putriku!”
”Andaikata engkau memberikan kepada saya segala apa yang dimiliki orang arab agar saya masuk murtad dari agama yang dibawa Nabi Muhammad SAW, walaupun hanya sesaat, saya tidak akan mau melakukan perbuatan itu.”
”Kalau begitu engkau akan saya bunuh.”
”Silahkan kalau itu maumu.”
Raja Rum pun memerintahkan untuk membunuhnya dengan cara di taruh pada kayu salib. Dalam keadaan tersalin raja memerintahkan regu penembak untuk mengeksekusinya. Abdullah ditembak dekat tangan dan kakinya (rupanya pelurunya meleset tidak mengenainya).
Melihat hal ini raja heran, namun demikian raja tetap mendesaknya untuk masuk agama Nashrani. Namun Abdullah tetap tidak bergeming. Akhirnya Abdulah diturunkan dari kayu salib.
Riwayat lainnya menyatakan beliau disiksa dengan dimasukkan dalam kuali besar kemudian dipanaskan dengan api.
Riwayat lainnya menyatakan bahwa raja memenjarakannya dan tidak diberikan makanan dan minuman hingga beberapa hari. Dalam keadaan lapar dan haus, raja mengirimkan kepada Abdulah khamr dan daging babi. Tetapi beliau tidak mau mendekatyi makanan dan minuman yang haram tersebut.
Raja keheranan dan kemudian memanggilnya.
”Apakah yang melarangku makan?”
Abdulah menjawab, ”Sebenarnya dalam keadaan darurat, saya boleh makan makanan dan minuman tersebut, tetapi aku tidak ingin menggembirakan engkau dengan perbuatan seperti itu.”
”Kalau begitu ciumlah kepalaku maka aku akan membebaskanmu.”
”Aku mau mencium kepalamu dengan syarat engkau membebaskan seluruh tawanan (kaum muslimin)!”
”Baiklah, ” kata raja.
Maka Abdulah pun mencium kepala raja Nashrani demi pembebasan kawan-kawannya yang ditawan. Maka kemudian raja melepaskan Abdullah dan seluruh tawanan.
Maka sekembali di kota Medinah beliau disambut meriah oleh khalifah Umar. Dan Umar mengumumkan kepada kaum muslimin tentang kedatangan komandan yang berani, memiliki mental baja dan gigih dalam imannya. Mak Umar kemudian mencium kepala Abdulah untuk menghormati kegagahan dan keperwiraannya. Yang selanjutnya disusul oleh kaum muslimin lainnya.
Itulah iman yang kuat. Iman yang mampu menghilangkan sifat gelisah, sedih dan gundah gulana. Untuk itu kenapa kita harus bersedih, padahal belum pernah datang ujian pada diri kita sebagaimana yang dialami Abdullah. Atau yang pernah dialami Bilal, bahkan Nabi sekalipun yang pernah ditaburi kotoran hewan ketika sholat di Masjidil haram dihadapan putrinya, fathimah RA.
Pada hari ini kita masih bisa makan dan minum. Masih bisa bekerja dengan baik. Masih sehat wal’afiat. Masih punya istri dan anak-anak yang berbakti. Masih hidup merdeka. Masih hidup bebas. Tidak dijajah. Tidak ditawan. Tidak pula di ujung pedang. Maka tetaplah tegar, optimis dan gembira dengan iman, islam dan nikmat sehat yang dikaruniakan Allah kepada kita semua.


[1]Lihat  Tafsir Jalalain atas surat Al Fushshilat 30
[2] Tafsir Thabari 21: 464:467, lihat juga tafsir Ibu Katsir 7:175-177
[3] Tafsir Thabari 22:365
[4] Tafsir Thabari 22:364
[5] Tafsir Thabari 10:344
[6] Tafsir Thabari 17:438
[7] Ibid 6:544
[8] Tafsir Ibnu Katsier 6:62
[9] Ibid Tafsir Ibnu Katsier
[10] Imam As Suyuthi, Tarikh Khulafa’, Pustaka Al Kautsar (Jakarta:2001), hal. 212.
[11] DR. Syauqi Abu Khalil, Pustaka Al Kautsar (Jakarta:2006), hal. 48.

No comments: