Translate

Mencari Artikel

FIND(Mencari)

Wednesday 12 June 2013

Ringkasan Panduan Ibadah Puasa

Pengantar

Marhaban Ya Ramadhan

Sebagai muslim, sudah seharusnya bila kedatangan Ramadhan yang penuh dengan keberkahan kita sambut dengan kegembiraan karena Insya Allah, kesempatan menikmati ibadah Ramadhan kembali kita peroleh. Target utama dari ibadah Ramadhan adalah semakin mantapnya ketaqwaan kepada Allah SWT sebagaimana difirmankan di dalam Al-Qur’an: Hai orang-orang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa (QS 2 : 183).

Sebagai wujud dari rasa gembira itulah, Ramadhan tahun ini tidak boleh kita lewatkan begitu saja tanpa aktivitas yang dapat meningkatkan ketaqwaan diri, keluarga dan masyarakat kita kepada Allah SWT. Maka, persiapan-persiapan itu sudah harus kita laksanakan, baik secara pribadi maupun bersama-sama.


Ramadhan yang penuh berkah harus kita jadikan sebagai momentum untuk menyelamatkan pribadi, keluarga dan masyarakat dengan melakukan taqorrub illahlah (mendekatkan diri kepada Allah), baik dengan taubat, munajat dan menjalankan sejumlah peribadatan maupun dengan khidmat yakni dengan memberikan pelayanan yang terbaik kepada masyarakat agar kehidupan kita betul-betul dapat dirasakan manfaatnya bagi orang lain, sedangkan perbaikan masyarakat dapat kita wujudkan dari waktu ke waktu, baik perbaikan diri, keluarga, masyarakat maupun bangsa dan negara.

KLASIFIKASI PROGRAM


Sekurang-kurangnya, ada tiga klasifikasi program yang harus kita persiapkan.

1.       Tarhib atau menyambut Ramadhan dengan mengkondisikan diri, keluarga dan masyarakat untuk menyambut dan mengisi Ramadhan yang Mubarok (penuh berkah) dengan berbagai aktivitas yang dapat memantapkan ketaqwaan. Secara pribadi, ada beberapa hal yang harus diperhatikan.
a.      Menjaga kondisi fisik agar tetap sehat sehingga ibadah Ramadhan semisal puasa, tarawih dan tilawah Qur’an dapat kita laksanakan dengan baik, karena bila kita sakit amat sulit bagi kita untuk melaksanakan berbagai aktivitas Ramadhan yang memang amat menuntut kesiapan fisik.
b.      Mengingat atau mengkaji kembali fiqih yang berkaitan dengan ibadah Ramadhan sehingga pelaksanaannya bisa berjalan dengan baik  karena di dasari dengan pemahaman  yang baik. Segera membayar atau mengqadha puasa dengan sebab-sebab tertentu kita tidak bisa melaksanakan puasa  pada ramadhan tahun lalu.
c.      Mengkondisikan diri dengan menunaikan ibadah-ibadah yang sunnah seperti puasa bulan sya’ban, tadarus Al-qur’an dan sebagainya.
d.      Saling maaf memaafkan dengan sesama kaum muslim sehingga dalam memasuki Ramadhan, dosa kita dengan sesama manusia sudah kita hapus sehingga pada bulan Ramadhan hanya menyelesaikan dosa kepada Allah SWT, ini di maksudkan agar ketika Ramadhan berakhir dan tiba hari Raya Idul Fitri, kita benar-benar berada dalam keadaan fitrah atau suci, tanpa dosa, baik kepada Allah Swt maupun dengan sesama manusia.
e.      Mempersiapkan keluarga dan masyarakat menunaikan aktivitas dan ibadah Ramadhan. Diantara aktivitas yang bisa kita lakukan untuk mengkondisikan masyarakat untuk menyambut Ramadhan antara lain : pemasangan spanduk dan stiker penyambutan Ramadhan dengan slogan-slogan yang menumbuhkan semangat beribadah Ramadhan dengan segala aktifitasnya, menyelenggarakan tabligh akbar menyambut kedatangan Ramadhan, membentuk panitia kegiatan Ramadhan di masjid, mushala dan kerohaniaan Islam baik di kantor, kampus maupun sekolah dan klub-klub seperti olah raga, klub kesenian dengan mencanangkan sejumlah program. Persiapan menyambut Ramadhanjuga harus dilakukan oleh semua komponen masyarakat.

Dengan demikian, semua pihak dari kaum muslimin harus mempersiapkan kedatangan Ramadhan tahun ini dengan perencanaan yang matang, untuk itu mutlak keharusan pembentukan penitia kegiatan Ramadhan agar aktivitas ramadhan bisa dilaksanakan dengan baik.

2. Ihya atau menghidupkan Ramadhan dengan berbagai aktivitas yang dapat mendekatkan diri kepada allah SWT dan sesama kaum muslimin. Hal-hal itu antara lain :
a.       Pelaksanaan ibadah puasa, shalat tarawih dan witir, berdo’a, tilawah, tasmi’ (memperdengarkan ayat-ayat Qur’an) dan tadabbur (mengkaji) Al-qur’an, khatam Al-qur’an dan I’tikaf sepuluh hari terakhir yang harus dilaksanakan sesuai dengan tuntunan ajaran Islam.
b.      Menghimpun dan zakat, infaq dan shadaqoh serta mengelola dan menyalurkan kepada yang berhak menerimanya, ifthor (berbuka puasa) bersama dan bazaar Ramadhan.
c.       Peningkatan kualitas dan kuantitas da’wah, misalnya pertama, menyelenggarakan ceramah tarawah, kuliah subuh dan zhuhur dengan topik-topik yang sesuai dengan kebutuhan jamaah agar tidak tumpang tindih atau pengulangan yang terlalu berlebihan, dalam kaitan ini juga harus ditetapkan pembicara atau penceramah yang tepat. Kedua, pelatihan-pelatihan (daurah) dalam rangka meningkatkan kualitas dan kuantitas da’wah seperti pelatihan khatib dan mubaligh, pengelolaan perpustakaan masjid, manajemen masjid, mengurus jenazah, pengelolaan zakat, penmgelolaan baitul mal wat tamwil (BMT) dan sebagainya
3.   Ba’da Ramadhan, yakni menindak lanjuti aktivitas Ramadhan sehingga Ramadhan tidak berakhir begitu saja tanpa sesuatu yang berarti. Aktivitas ba’da Ramadhan yang dimaksudkan untuk memberikan bekas yang dalam antara lain :
a.       Menyelenggarakan takbiran sebagaimana yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW, bukan takbiran yang hura-hura dan mengandung nilai kemaksiatan.
b.      Melaksanakan shalat Idul fitri yang berlangsung secara khusyu.
c.       Menyerukan atau mengingatkan kaum muslimin akan nilai-nilai Ramadhan yang harus ditindak lanjuti.
d.      Memperkokoh silaturahim antar keluarga dan masyarakat muslim agar tumbuh dan dapat direalisasikan semangat kebersamaan dalam menjalankan ajaran Islam.
e.       Melaksanakan puasa sunah lainnya yang disyariatkan dalam  ajaran islam.
f.        Melaksanakan puasa sunah bulan syawal enam hari.
g.       Memulai kembali aktivitas keisalaman yang dialihkan sementara kepada kegiatan Ramadhan.
Manakala sejak dini, aktivitas Ramadhan telah kita rencanakan dengan matang dan kita laksanakan pada waktunya dengan baik, niscaya banyak manfaat yang kita peroleh dalam upaya menyelamatkan diri, keluarga dan masyarakat dari sejumlah krisis kehidupan yang selalu menghantui.

BAB I
PANDUAN PRAKTIS AMALIYAH RAMADHAN

Bagi umat Islam , Ramadhan bukan sekedar salah satu nama bulan qomariyah, tetapi memiliki makna tersendiri. Ramadhan bagi seorang muslim adalah rihlah  dari kehidupan materealistis kepada kehidupan ruhiyah., dari kehidupan ruhiyah, dari kehidupan yang penuh dengan berbagai masalah keduniaan menuju kehidupan yang penuh tazkiyatus nafs (pembersihan jiwa) dan riyadhotur ruhiyah (olah rohani). Kehidupan yang penuh dengan amal taqorrub kepada Allah, mulai dari tilawah Al-qur’an, menahan syahwat dengan shiyam, sujud dalam qiyamul lail, ber’itkaf di masjid, dan lain-lain. Semua ini dalam rangka merealisasikan inti ajaran dan hikmah puasa Ramadhan yaitu : agar kalian menjadi orang yang bertakwa.

Ramadhan juga merupakan bulan latihan peningkatan kualitas pribadi seorang muslim. Hal itu terlihat pada esensi puasa yakni agar manusia selalu dapat meningkatkan nilainya dihadapan Allah SWT dengan bertaqwa, disamping melaksanakan amaliah-amaliah Ramadhan yang telah dicontohkan oleh Rasulullah SAW , baik itu amaliyah ibadah maupun amaliyah ijtima’iyah (sosial) adalah sebagai berikut :

1.       Shiyam (puasa)
Amaliyah terpenting pada bulan Ramadhan tentu saja adalah shiyam (puasa), sebagaimana termaktub dalam firman Allah pada Qs 2 : 183 –187. Diantaranya amaliayah shiyam Ramadhan yang diajarkan oleh Rasulullah adalah :

A.    Berwawasan yang benar tentang puasa dengan mengetahui dan menjaga rambu rambunya.
Puasa bukanlah sekedar tidak makan dan tidak minum, tapi ada rambu-rambu kehidupan yang harus ditaati sehingga puasa itu menjadi sarana tarbiyah (pendidikan) menuju kehidupan yang bertaqwa kepada Allah SWT. Puasa seperti  inilah yang bisa menghapus dosa seorang muslim, Rasulullah SAW bersabda: “Barangsiapa berpuasa Ramadhan kemudian mengetahui rambu-rambunya dan memperhatikan apa yang semestinya diperhatikan, maka hal itu akan menjadi pelebur dosa-dosa yang pernah dilakukan sebelumnya.” (HR. Ibnu Hibban dan baihaqi).

Beberapa hal yang perlu diketahui tentang fiqh shaum, diantaranya :
1.      Rukun Puasa
a.       Niat, “ Sesungguhnya amal perbuatan itu tergantung dari niatnya” (HR. Bukhari dan Muslim)
b.       Imsak, menahan diri untuk tidak makan, minum dan bersetubuh dari terbit fajar sampai dengan terbenamnya matahari.
2.      Syarat-syarat wajib puasa
a.       Islam
b.       Baligh
c.       Berakal sehat, “ Diangkat pena itu dari tiga (kelompok manusia, (1) dari orang gila yang tidak berakal waras sampai sembuh, (2) dari orang tidur sampai ia bangun (3) Dari anak kecil sampai (baligh)”.(HR. Ahmad, Abu dawud, Ibnu Majah dari Ali dan Umar R.a)
d.       Sehat tidak sakit
e.       Tidak dalam keadaan safar
f.         Suci dari haidh dan nifas (bagi perempuan) “ kami (para wanita yang mengalami haid) diperintah untuk mengqhodho puasa dan tidak diperintahkan mengqhodho shalat”(HR. Muslim dari “Aisayh ra)

Hal-hal yang membatalkan:
a.       Makan dan minum dengan sengaja
b.      Muntah dengan sengaja
c.       Haid
d.      Nifas
e.       Onani (orgasme)
f.        Memasukan sesuatu kedalam tubuh melalui mulut
g.       Niat (berazam/tekad kuat) untuk berbuka
h.       Melakukan kegiatan yang bertentangan dengan puasa karena keliru dalam memprediksikan terbitnya fajar atau tenggelamnya matahari.
i.         Bersetubuh

Sunnah dan Adab dalam puasa:
a.    Sahur, sekalipun hanya dengan seteguk air, “ Bersahurlah!, sesungguhnya pada sahur itu terdapat keberkahan.”
b.   Bersegera untuk berbuka apabila sudah waktunya “ Umatku senantiasa berada dalam kebaikan selama mereka menyegerakan waktu berbuka dan mentakhirkan (menunda) waktu sahur”. (HR. Ahmad)
c.   Banyak berdo’a, “ Ada tiga kelompok manusia yang do’anya tidak akan ditolak. (1) Pemimpin yang adil (2) Orang yang sedang berpuasa sampai berbuka (3) orang yang dizalimi (HR. Tirmidzi)
  1. Berbuka dengan kurma . Jika tidak ada berbukalah dengan air! Sesungguhnya air itu suci “(HR lima Ahli Hadits kecuali Nasa’I)
  2. Berdo’a sebelum berbuka,”Bagi orang yang berpuasa saat berbuka do’anya tidak akan ditolak.”(HR. Ibnu Majah)
  3. Banyak bersodaqhoh” Rasulullah SAW adalah orang yang sangat dermawan. Dan beliau lebih sangatdermawan lagi jika di bulan Ramadhan.”  (HR. Bukhori dan Muslim)
  4. Banyak membaca Al-qur’an
“Jibril selalu menemui Nabi SAW setiap malam di bulan Ramadhan untuk bertadarus Al-Qur’an beram Nabi SAW (dengan cara saling menyimak)”
HR Sahih.
h.       Memberi buka orang yang sedang berpuasa, “ Siapa yang memberikan makanan kepada orang yang berpuasa maka ia akan memperoleh seperti pahala puasa orang itu. Tanpa mengurangi sedikitpun pahala orang tersebut” (HR. Tirmidzi)
i.         Menjaga kebersihan mulut
Amir bin Rabi’ah berkata : ”Sering aku melihat Rasulullah SAW bersiwak dan beliau dalam keadaan berpuasa. ” (HR. Ahmad Abu Dawud dan Tirmidzi)
      J.   Menjaga anggota tubuh dan panca indra dari dosa dan maksiat.
      K. Memberikan perhatian kepada keluarga.
l.         Konsentrasi dan meningkatkan ibadah di penghujung Ramadhan.
m.     I’tikaf.


B. Tidak meninggalkan shiyam walaupun sehari, dengan sengaja tanpa alasan yang dibenarkan oleh syari’at Islam.

Puasa Ramadhan merupakan ibadah yang mesti ditunaikan, tanpa uzur syar’i (halangan yang bisa dibenarkan menurut syari’at), maka seorang muslim tidak boleh meninggalkan puasa. Ini merupakan dosa yang sangat besar sehingga tidak bisa ditebus meskipun seseorang berpuasa sepanjang masa, Rasululah SAW bersabda :” Barangsiapa tidak puasa pada bulan Ramadhan sekalipun sehari tanpa alasan rukhsoh atau sakit, hal itu (merupakan dosa besar) yang tidak bisa ditebus bahkan seandainya ia berpuasa selama seumur hidup”. (HR At-Turmurdzi).

C. Menjauhi hal-hal yang dapat mengurangi atau bahkan menggugurkan nilai- shiyam.

Puasa merupakan pendidikan untuk menahan diri dari hal-hal yang tidak bisa di tinggalkan, agar nilai ibadahnya tidak hilang atau berkurang, Rasulullah SAW bersabda: “Bukanlah (hakikat) shiyam itu sekedar meninggalkan makan dan minum, melainkan meninggalkan pekerti sia-sia (tidak ternilai) dan kata-kata bohong”(HR. Ibnu Hibban dan Ibnu Khuzaimah). Rasulullah juga pernah bersabda bahwa :” Barangsiapa yang selama berpuasa tidak juga meninggalkan kata-kata bohong bahkan mempraktekkannya, maka tidak ada nilai bagi ALLAH apa yang ia sangkakan sebagai puasa, yaitu sekedar meninggalkan makan dan minum”(HR. Bukhari dan Muslim).

D. Bersungguh-sungguh melakukan shiyam dengan menepati aturan-aturannya.

Ibadah puasa merupakan ibadah yang harus dilaksanakan dengan penuh kesungguhan sehingga apa yang menjadi ketentuannya harus dipatuhi, Rasulullah SAW bersabda :”Barangsiapa berpuasa Ramadhan dengan sepenuh iman dan kesungguhan maka akan diampunkanlah dosa-dosa yang pernah dilakukan.”
(HR. Bukhari, Muslim dan Abu Daud).

E. Bersahur.

Bagi orang yang hendak berpuasa, disunnahkan untuk makan sahur pada saat sebelum tiba waktu subuh (fajar), sahur merupakan makanan yang berkah.  Dalam hal ini Rasulullah pernah bersabda bahwa: ”Makanan sahur senuanya bernilai berkah, maka jangan anda tinggalkan, sekalipun hanya dengan seteguk air. Allah dan para malaikat mengucapkan salam kepada orang-orang yang makan sahur.” (HR.Ahmad)

F. Ifthor


Ketika waktu magrib telah tiba, yakni saat matahari talah terbenam, maka saat itulah waktu berbuka sehingga sangat ditekankan kepada orang yang berpuasa untuk segera berbuka puasa. Rasulullah pernah menyampaikan bahwa salah satu indikasi kebaikan umat manakala mereka mengikuti sunnah dengan mendahulukan ifthor dan mengakhirkan sahur. Bahkan beliau mendahulukan ifthor walaupun hanya dengan ruhtob (kurma mengkal), atau tamr (kurma) atau air saja (HR. Abu Daud dan Ahmad).



G. Berdo’a


Sesudah menyelesaikan ibadah puasa dengan ifthor, Rasulullah SAW sebagaimana yang beliau lakukan sesudah menyelesaikan suatu ibadah dan sebagai wujud syukur kepada ALLAH, beliau membaca do’a sebagai berikut :

“……………………………………………………………..”

Rasulullah bahkan mensyariatkan agar orang-orang yang berpuasa banyak memanjatkan do’a agar dikabulkan oleh ALLAH. Dalam hal ini beliau pernah bersabda bahwa :”Ada tiga kelompok manusia yang do’anya tidak ditolak  oleh Allah. Yang pertama ialah do’a orang-orang yang berpuasa sehingga mereka berbuka” (HR. Ahmad dan Turmudzi)

2. Tilawah (membaca) Al-qur’an

Ramadhan adalah bulan diturunkannya Al-qur’an (QS 2 :185). Pada bulan ini malaikat jibril pernah turun dan menderas al-qur’an dengan Rasulullah SAW (HR. Bukhari). Maka tidak aneh jika Rasulullah SAW lebih sering membacanya pada bulan Ramasdhan. Imam Az-Zahri pernah berkata:” Apabila dating Ramadhan maka kegiatan utama kita (selain syiam)ialah membaca Al-qur’an”. Hal ini tentu saja dilakukan dengan tetap memperhatikan tajwid dan esensi dasar diturunkannya Al-Qur’an untuk ditadabburi, dipahami, dan diamalkan (QS Shod : 29).

3. Ith’an Ath-Tho’am (memberikan makanan dan shadaqoh lainnya)

Salah satu amaliyah Ramadhan Rasulullah ialah memberikan ifthor (santapan berbuka puasa) kepada orang-orang yang berpuasa. Seperti sabda beliau :”Barangsiapa yang memberi ifthor kepada orang-orang yang berpuasa, maka ia mendapati pahala senilai pahala orang yang berpuasa itu, tanpa mengurangi pahala orang yang berpuasa tersebut”(HR Turmudzi dan An-nasa’I).

Memberikan makan dan sedekah selama bulan Ramadhan ini bukan hanya untuk keperluan ifthor melainkan juga untuk segala kebajikan. Rasullah yang dikenal dermawan dan penuh peduli terhadap nasib umt. Pada bulan Ramadhan kedermawanannya dan kepeduliannya tampil lebih menonjol, kesigapan beliau dalam hal ini bahkan dimisalkan sebagai “lebih cepat dari angin “(HR. Bukhari)

4. Memperhatikan Kesehatan

Rasulullah mencontohkan kepada umat agar selama berpuasa tetap memperhatikan kesehatan. Hal ini dapat terlihat dari beberapa peristiwa dibawah ini :

1.      Menyikat gigi dengan siwak (HR. Bukhari dan Abu Daud).
2.      Berobat seperti dengan berbekam (Al-Hijamah) sebagaimana diriwayatkan Bukhari dan Muslim.
3.      Memperhatikan penampilan seperti pernah diwasiatkan Rasulullah SAW kepada shahabat Abdullah ibnu  Mas’ud R.A, agar memulai puasa dengan penampilan baik dan tidak dengan wajah yang cemberut. (HR. Al-Haitsami)



5. Memperhatikan Harmoni Keluarga

Rasulullah mengajarkan agar selama berpuasa umat tidak mengabaikan harmoni dan hak-hak keluarga.  Seperti yang diriwayatkan oleh isteri beliau, Aisyah dan Ummu Salamah R.A, Rasulullah adalah tokoh yang paling baik untuk keluarga. Bahkan ketika Rasulullah berada dalam puncak praktek ibadah shaum yakni I’tikaf, harmoni itu tetap terjaga dan dijaga dengan baik.

6. Memperhatikan Aktifitas Da’wah dan Sosial.

Kontradiksi dengan kesan dan perilaku umum tentang berpuasa, Rasulullah SAW menjadikan bulan puasa sebagai bulan penuh amaliyah dan aktivitas positif. Selain yang telah tergambar seperti tersebut dimuka, beliau juga aktif melakukan dakwah, kegiatan sosial, perjalanan jauh dan jihad. Dalam sembilan kali Ramadhan yang pernah beliau alami, beliau misalnya melakukan perjalanan ke Badr (th 2 H), Mekkah (th 8 H) dan tabuk (th 9 H), mengirimkan 6 sariyah (pasukan jihad yang tidak secara langsung beliau ikuti/pimpin), melaksanakan pernikahan putrinya (Fathimah) dengan Ali R.A, menikahi Hafsah dan Zainab R.A, meruntuhkan berhala-berhala Arab seperti Lata, manta dan Suwa’. Meruntuhkan masjid adh-Dhiror dan lain sebagainya.

7. Qiyam Ramadhan (Shalat Tarawih)

Diantara kegiatan ibadah Rasulullah selama bulan Ramadhan ialah ibadah qiyam al-lail (shalat tarawih) yang dilakukan bersama para shahabat. Disaat Rasulullah khawatir akan diwajibkannya sholat tarawih secara berjamaah, akhirnya beliau tidak melakukannya sepanjang Ramadhan (HR. Bukhari dan Muslim). Pada saat Rasulullah SAW shalat tarawih berjamaah bersama sahabat, banyak riwayat menyebutkan bahwa beliau shalat 11 rakaat (termasuk witir) dengan bacaan-bacaan yang panjang (H.R. Bukhari dan Muslim). Tetapi disaat kekhawatiran akan diwajibkannya sholat tarawih tidak ada lagi, kita dapati riwayat-riwayat lain, juga dari Umar bin Khatab menyebutkan jumlah rakaat sholat tarawih (termasuk witir) adalah 21 atau 23 rakaat (HR. Abdur Rozzaq dan Baihaqi).

Menyikapi pernbedaan rakaat ini mari kita simak paparan salah seorang tokoh dibidang ilmu hadits, Ibnu Hajar al Asqolani as Syafi’I, beliau mengatakan : Beberapa riwayat yang sampai kepada kita tentang jumlah raka’at sholat tarawih menyiratkan ragam sholat sesuai dengan keadaan dan kemampuan masing-masing. Kadang ia mampu melaksanakan sholat 11 rakaat, kadang 21 dan terkadang 23 rakaat, tergantung semangat dan antusiasmenya masing-masing. Dahulu mereka sholat 11 rakaat dengan bacaan yang panjang sehingga mereka bertelekan dengan tongkat penyangga, sedangkan mereka membaca bacaa-bacaan yang pendek dengan tetap memperhatikan masalah thuma’ninah, sehingga tidak membuat mereka sulit.


8 I’tikaf

Diantara amaliyah sunnah yang selalu dilakukan Rasulullah pada bulan Ramadhan adalah I’tikaf, yakni berdiam diri di masjid dengan niat beribadah kepada Allah. Abu Sa’id al Khudri meriwayatkan bahwa Rasulullah pernah melakukan I’tikaf pada awal ramadahn, pertengahan dan paling akhir 10 hari terakhir bulan Ramadhan. Ibadah yang penting ini sering dianggap berat oleh kaum muslimin, sehingga banyak yang tidak melakukannya. Tidak aneh kalau Imam az-zuhri berkomentar : “Aneh benar keadaan orang Islam, mereka meninggalkan I’tikaf, padahal Rasulullah tidak pernah meninggalkannya sejak beliau datang ke Madinah sampai beliau wafat.”

9. Lailatul Qadar

Selama bulan Ramadhan ada satu malam yang sangat berkah, yaitu Lailatul qadr (Qs. Al-qodr : 1-5). Rasulullah tidak pernah melewatkan bulan Ramadhan untuk meraih lailatul qadr. Sabda Rasulullah SAW bersabda:  “Barangsiapa yang sholat pada malam lailatul qodr berdasarkan iman dan kesungguhan, maka Allah akan mengampunkan dosa-dosanya yang telah lalu (HR. Bukhari dan Muslim). Ketika kita mendapatkannya ,Rasulullah mengajarkan kita untuk membacanya doa sebagai berikut :

……………………………………………………………………………………….


10. Umrah

Umrah pada bulan Ramadhan juga sangat baik dilaksanakan, karena akan mendapatkan pahala yang berlipat-lipat, sebagaimana yang disebutkan dalam hadist Rasulullah kepada seorang wanita dari Anshar yang bernama Ummu Sinan : “Agar apabila datang bulan Ramadhan, hendaklah ia melakukan umrah, karena nilainya setara dengan haji bersama Rasulullah SAW”. (HR. Bukhari dan Muslim)

11. Zakat fitrah

Zakat fitrah yang dibayar pada hari-hari terakhir Ramadhan. Ia merupakan kewajiban yang harus dipenuhi oleh seluruh komponen umat Islam, baik laki-laki maupun perempuan, dewasa maupun anak-anak. (HR. Bukhari dan Muslim).

Zakat fitrah ini dibayarkan dengan tujuan untuk menyucikan orang yang melaksanakan puasa dan untuk membantu kaum fakir miskin. (HR. Abu Dawud dan Ibnu Majah).

12. Ramadhan bulan taubat menuju fitrah

Selama sebulan penuh, umat Islam berlomba kembali kepada Allah yang Maha Pemurah lagi maha Pengampun. Allah mengatakan bahwa Dia setiap malam bulan Ramadhan membebaskan banyak hamba-hamba-Nya dari api neraka (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah).

Oleh sebab itu, Ramadhan adalah kesempatan emas agar ketika mereka selesai melaksanakan ibdah puasa mereka benar-benar kembali kepada Fitrahnya.


BAB II
HAL-HAL KHUSUS BUAT MUSLIMAH DI BULAN RAMADHAN

A. Muqaddimah

Dalam surah al-baqoroh ayat 185  Allah SWT memerintahkan umat Islam untuk mlaksanakan puasa dengan tujuan menggapai taqwa. Perintah ini adalah umum, artinya berlaku untuk laki-laki dan perempuan

Tetapi dalam rincian pelaksanaan puasa, ada beberapa hal yang khusus untuk wanita, karena adanya perbedaan fitrah antara laki-laki dan permpuan.

B. Panduan Umum

1.      Wanita, sebagaimana pria disyariatkan memanfaatkan bulan suci Ramadhan untuk banyak beribadah. Seperti memperbanyak membaca al’qur’an, dzikir, do’a, karena pada bulan ini seluruh amalan dilipat gandakan pahalanya.
2.      Mengajarkan kepada anak-anak akan pentingnya bulan Ramadhan bagi ummat Islam, dan membiasakan mereka berpuasa secara bertahap (tadarruj) serta menerangkan hukum-hukum puasa yang bisa mereka cerna sesuai dengan tingkat kefahaman yang mereka miliki.
3.      Tidak menghabiskan waktu hanya di dapur atau di Pasar dengan membuat berbagai macam variasi makanan,  bermegah-megahan dalam membuat menu buka puasa, pakaian dan berbelanja menjelang hari raya Idul Fitri. Sehingga kewajiban ibadah kepada Allah jadi terbengkalai. Karena lebih menitikberatkan pada unsur lahir daripada ruhiyah dan ibadah.
4.      Melaksanakan shalat tepat pada waktunya.

C. Hukum Berpuasa bagi Muslimah

Berdasarkan surah Al-Baqoroh : 183 dan Hadist Rasulullah, maka ulama sepakat bahwa puasa bagi muslimah wajib, apabila memenuhi syarat-syarat, yaitu : berakal, baligh, mukim dan tidak ada hal-hal yang menghalanginya untuk berpuasa.

D. Shalat Tarawih, I’tikaf dan lailatul qadar

Wanita diperbolehkan melaksanakan shalat tarawih dimasjid jika aman dari fitnah. Rasululah SAW bersabda:” Janganlah kalian melarang wanita untuk mengunjungi masjid-masjid Allah”. (HR. Bukhari). Perbuatan ini juga dilakukan oleh ulama salafus saleh.

Namun demikian wanita diharuskan untuk berhijab (memakai busana muslimah), tidak mengeraskan suaranya, tidak menampakkan perhiasan-perhiasannya, tidak memakai wangi-wangian, dan hendaknya keluar setelah mendapatkan izin dari suami atau orang tua.

Shaf wanita berada dibelakang shaf pria dan sebaik-baiknya shaf wanita adalah yang paling belakang (HR Muslim).

Tetapi jika ia ke masjid hanya untuk sholat, tidak untuk yang lainnya seperti mendengarkan pengajian, mendengarkan bacaan Al-qur’an yang dibacakan dengan indah, maka shalat dirumahnya adalah lebih afdhol.

Wanita juga diperbolehkan untuk berlomba menggapai lailatul qadr sebagaimana yang pernah dilakukan oleh sebagian isteri Rasulullah (lebih lanjut dapat membaca buku tentang I’tikaf dan lailatul Qadar.

E. Haid dan Nifas

Wanita yang haid nifas tidak boleh berpuasa.
§         Apabila haid atau nifas keluar meskipun sekejap sebelum magrib, ia wajib membatalkan puasanya dan mengqhodo’nya pada waktu yang lain.
§         Apabila ia suci pada siang hari, maka untuk hari itu ia tidak boleh berpuasa, sebab pada pagi harinya ia tidak dalam keadaan suci.
§         Apabila ia suci pada malam hari, maka ia wajib berpuasa di siang harinya meskipun ia suci sesaat sebelum fajar dan baru sempat mandi setelah terbit fajar.

F. Hamil dan Menyusui

1.      Jika wanita hamil itu takut akan keselamatan kandungannya, ia boleh berbuka. Apabila kekhawatiran ini terbukti dengan pemeriksaan secara medis dari dua dokter yang terpercaya, maka hukum berbuka bahkan menjadi wajib, demi keselamatan janin yang ada dalam kandungan.
2.      Apabila ibu hamil atau menyusui khawatir akan kesehatan dirinya, bukan kesehatan anak atau janin, meyoritas ulama membolehkan ia untuk berbuka dan ia wajib untuk mengqhodo’ puasanya. Dalam kondisi seperti ini, ia diqiyaskan seperti orang sakit.
3.      Apabila Ibu hamil atau menyusui khawatir akan keselamatan janin atau anaknya, ia boleh berbuka. Setelah itu apakah ia wajib mengqhodo’ atau membayar fidyah?  Para ulama berbeda pendapat dalam hal ini :
a.       Ibnu Umar dan Ibnu Abbad membolehkan hanya dengan membayar fidyah, yaitu memberikan makan orang miskin setiap hari sejumlah hari yang ditinggalkan.
b.       Mayoritas ulama hanya mewajibkan mengqhodo’ puasa.
c.       Sebagian yang lain mewajibkan kedua-duanya, puasa dan qodho’
d.       Dr. Yusuf Qordhowi dalam Fatwa Mu’ashirahnya mengatakan bahwa ia cenderung kepada pendapat yang mengatakan cukup dengan membayar fidyah (memberi makan orang miskin setiap hari), jika wanita yang bersangkutan tidak henti-hentinya hamil dan menyusui. Artinya tahun ini hamil, tahun berikutnya menyusui dan seterusnya, sehingga ia tidak mendapatkan kesehatan untuk mengqhodo’ puasanya. Apabila kita membebani wanita tersebut dengan juga mengqhodo’ puasa yang tertinggal, berarti ia harus berpuasa beberapa tahun berturut-turut setelah itu, dan itu sangat memberatkan, sedangkan Allah tidak menghendaki kesulitan bagi hambaNya.





G. Wanita Yang Berusia Lanjut

Apabila puasa membuatnya sakit, maka dalam kondisi ini ia tidak boleh berpuasa. Secara umum, orang yang sudah berusia lanjut tidak bisa diharapkan untuk mengqhodo’ puasanya pada tahun-tahun berikutnya, karena itu ia hanya wajib membayar fidyah.


H.  Wanita dan Tablet Pengentas Haid

Syeik Ibnu Utsaimin, salah seorang ulama terkemuka Arab Saudi mengatakan bahwa penggunaan obat yang dapat menunda haid tidak dianjurkan. Bahkan bisa berakibat tidak baik bagi kesehatan wanita. Karena haid adalah hal yang telah ditakdirkan bagi wanita, dan kaum wanita pada zaman Rasulullah tidak pernah membebani diri mereka dengan melakukan hal tersebut.

Namun apabila ada wanita yang melakukan hal ini, bagaimana hukumnya? Ada dua hal yang perlu menjadi perbincangan :

1.      Apabila darah betul-betul terhenti, maka puasanya sah dan tidak diwajibkan untuk mengulang puasa.
2.      Tetapi apabila ia ragu apakah darah tersebut benar-benar berhenti atau tidak, maka hukumnya seperti wanita haid, ia tidak boleh melakukan puasa, ia tidak boleh melakukan puasa. (Masail ash Shiyam Hal. 63 dan Jami’il ahkam An-nisa : 2/393)

I. Mencicipi Makanan

Wanita yang bekerja didapur mungkin khawatir akan masakan yang diolahnya pada bulan puasa, karena ia tidak dapat merasakan apakah masakan tersebut keasinan, tawar atau yang lainnya. Bolehkah ia mencicipi masakan tersebut ? para ulama menfatwakan tidak mengapa wanita mencicipi rasa masakannya, asal sekedar dan tidak sampai ketenggorokan. Hal ini diqiyaskan dengan berkumur-kumur. (Jamiul ahkam An-nisa)


BAB III
MELESTARIKAN NILAI-NILAI RAMADHAN

Setelah Ramadhan kita akhiri, bukan berarti berakhir sudah suasana ketaqwaan kepada Allah SWT, tapi justru tugas berat kita untuk membuktikan keberhasilan ibadah Ramadhan itu dengan peningkatan ketaqwaan kepada Allah SWT, karena bulan sesudah Ramadhan adalah syawal yang artinya peningkatan. Disinilah letak pentingnya melestarikan nilai-nilai ibadah Ramadhan. Sekurang-kurangnya, ada lima nilai ibadah ramadhan yang harus kita lestarikan, paling tidak hingga Ramadhan tahun yang akan datang.

1. TIDAK MUDAH BEBRBUAT DOSA

Ibadah Ramadhan yang kita kerjakan dengan sebaik-baiknya membuat kita mendapatkan jaminan ampunan dari dosa-dosa yang kita lakukan selama ini. Karena itu semestinya setelah melewati ibadah Ramadhan kita tidak gampang lagi melakukan perbuatan yang bisa bernilai dosa. Ramadhan secara bahasa artinya membakar, yakni membakar dosa, kalau dosa itu kita ibaratkan seperti pohon, maka kalau sudah dibakar, pohon itu tidak  tumbuh lagi, bahkan bisa jadi mati, sehingga dosa-dosa itu selayaknya kita matikan dalam diri kita yaitu dengan meninggalkan perbuatan bathil, keji dan munkar.

Dengan demikian, jangan sampai dosa yang kita tinggalkan pada bulan Ramadhan hanya sekedar ditahan-tahan umtuk selanjutnya dilakukan lagi sesudah Ramadhan berakhir dengan kualitas dan kuantitas yang lebih besar. Kalau demikian jadinya, ibarat pohon, hal ini bukan dibakar, tapi hanya ditebang sehingga satu cabang ditebang tumbuh lagi tiga, empat bahkan lima cabang beberapa waktu kemudian.

2. HATI-HATI DALAM BERSIKAP DAN BERTINDAK

Selama beribadah Ramadhan, kita cenderung berhati-hati dalam melakukan segala sesuatu. Secara harfiyah, Ramadhan juga berarti mengasah, yakni mengasah ketajaman hati agar dengan mudah bisa membelah atau membedakan antara yang haq dan yang bathil. Ketajaman hati itulah yang akan membuat seseorang menjadi sangat berhati-hati dalam bersikap dan betingkah laku. Sikap seperti ini merupakan sikap yang sangat penting, sehingga dalam hidupnya, seorang muslim tidak asal melakukan sesuatu. Tapi sealu menimbang-nimbang berdasarkan hukum Allah dan sunnah Rasulullah.

Kehati-hatian dalam hidup ini menjadi amat penting mengingat apapun yang kita lakukan akan dimintai pertanggung jawaban dihadapan Allah SWT.  Karenanya apa yang hendak kita lakukan harus kita pahami secara baik dan dipertimbangkan secara matang, sehingga tidak sekedar ikut-ikutan dalam melakukannya.  Allah berfirman yang artinya : “Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya, Sesungguhnya pendenganran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggung jawabannya.” (QS 17 : 36)

3. BERSIKAP JUJUR

Ketika kita berpuasa Ramadhan, kejujuran mewarnai kehidupan kita sehingga kita tidak berani makan dan minum meskipun tidak ada orang yang mengetahuinya. Hal ini karena kita yakin Allah SWT yang memerintahkan kita untuk bepuasa senantiasa mengawasi kita. Dan kita tidak mau membohongi diri sendiri karena hal itu memang tidak mungkin, inilah kejujuran yang sesungguhnya.

Ibadah puasa telah mendidik kita untuk berlaku jujur kepada hati nurani kita yang sehat dan tajam, bila kejujuran ini tidak mewarnai kehidupan kita sebelas bulan mendatang, maka tarbiyah (pendidikan) dari ibadah Ramadhan kita telah menemukan kegagalan, meskipun secara hukum ibadah puasanya sah.


4. MEMILIKI SEMANGAT BERJAMAAH

Kebersamaan kita dalam proses pengendalian diri membuat syaitan merasa kesulitaan dalam menggoda manusia sehingga syaitan menjadi belenggu pada bulan Ramadhan. Hal ini diperkuat lagi dengan samangat yang tinggi bagi kita dalam menunaikan shalat lima waktu secara berjamaah di bulan Ramadhan. Mungkin inilah shalat berjamaah yang paling banyak kita laksanakan secara berjama’ah baik di masjid atau dimushala.

Karena itu, semangat berjamaah kita sesudah Ramadhan ini semestinya menjadi sangat baik. Apalagi kita menyadari bahwa kita tidak mungkin bisa hidup sendirian. Sehebat apapun kekuatan dan potensi diri yang kita miliki, kita tetap sangat memerlukan pihak lain. Itu pula sebabnya, dalam konteks perjuangan,  Allah mencintai hamba-hamba-Nya yang berjuang secara berjama’ah.

5. MELAKUKAN PENGENDALIAN DIRI

Kemampuan kita dalam mengendalikan hal-hal yang pokok seperti makan dan minum semestinya membuat kita mampu mengendalikan diri dari kebutuhan kedua, ketiga, bahkan dari hal-hal yang kurang pokok  dan tidak perlu sama sekali. Namun sayangnya, banyak orang yang telah dilatih untuk menahan makan dan minum yang sebenarnya pokok, tapi tidak dapat menahan diri dari hal-hal yang tidak perlu , misalnya ada orang yang mengatakan:”saya lebih baik tidak makan daripada tidak merokok”. Padahal makan itu pokok dan merokok itu tidak perlu. Bahkan sebagian ulama mengharamkannya.


Dengan demikian, harus kita sadari bahwa Ramadhan adalah bulan pendidikan dan latihan. Keberhasilan ibadah Ramadhan justru tidak hanya terletak pada amaliyah Ramadhan yang kita kerjakan dengan baik. Tapi yang sangat penting adalah peningkatan taqwa ibadah kita pascra Ramadhan atau dari bulan syawal hingga Ramadhan tahun akan datang. Wallahu ‘alam.



Rujukan

Sayyid Sabiq, Fiqhus Sunnah
Yusuf Al Qaradhawi, Fatwa Muasyirah
Ali Ash Shabuni, Tafsir Ayat-Ayat Hukum












No comments: