Translate

Mencari Artikel

FIND(Mencari)

Wednesday 26 June 2013

Aliran-Aliran di Masa Lalu

Syi’ah[1]
          Pada masa khalifah Utsman RA sudah lahir bibit-bibit firqah Syi’ah yang diusung oleh Abdullah bin Saba’. Seorang yahudi yang berasal dari Yaman dan berpura-pura masuk Islam.[2]
          ”....kelompok Syi’ah adalah kelompok atau golongan yang memuja dan mengkultuskan Ali bin Abi Thalib dan ahlul bait, bahkan mereka ada yang menilai Ali adalah Nabi dan ada pula yang mengatakan Ali sebagai Tuhan seperti dikatakan Abdullah bin Saba’ salah seorang Yahudi tulen yang membidani munculnya syi’ah.”[3]
            DR, Daud Rasyid, MA dosen UIN Sunan Gunung Jati menyatakan, ”Dalam peristiwa fitnah, aktor intelektualnya sudah terbongkar yaitu Abdullah bin Saba’, seorang Yahudi dari Yaman yang berpura-pura masuk Islam. Dialah yang merancang skenario huru-hara sejak pemerintahan Utsman hingga ke masa Ali.  Dia masuk ke negeri-negeri Islam untuk menyebar fitnah....”[4]
          Namun tidak semua ajaran syi’ah sesat dan menyesatkan. Karena ada juga aliran syi’ah yang mendekati ahlu sunnah wal jama’ah (Aswaja).[5]


Khawarij
          Lalu pada masa Ali RA lahir khawarij. Meskipun bibit-bibitnya sudah muncul di zaman Rasulullah SAW dan juga khalifah Ustman RA. Namun yang paling tepat khawarij muncul pada masa Ali RA ketika terjadi peristiwa tahkim antara Ali RA dengan Mu’awiyah RA. [6] Dengan perkataannya yang sangat terkenal, ”Laa hukma illaa lillaah” (tidak ada hukum kecuali dari Allah).[7]
          Serta doktrin-doktrin agamanya yang sangat keras. Antara lain yaitu menyatakan bahwa Ali RA, Muawiyah RA dan yang setuju dengan tahkim adalah kafir. Orang yang melakukan dosa besar dan tidak bertaubat kekal dalam neraka. Tidak ada hukum yang bersumber selain daripada Alqur’an. Anak orang kafir yang mati sebelum baligh masuk neraka. Semua dosa adalah dosa besar tidak ada dosa kecil. Serta ibadah termasuk rukun iman.[8]

Qadariyah
          Lalu pada sekitar tahun 70 H di masa pemerintahan Khalifah Abdul Malik bin Marwan di Iraq lahir faham Qadariyah yang dipelopori Ma’bad bin Juhani Al Bisriy dan Al Jad bin Dirham.
          Pokok ajarannya adalah manusia bersifat muthlaq menentukan nasib dan perbuatannya. Nasib manusia terjadi atas kehendaknya sendiri tanpa campur tangan Allah SWT.  Iman adalah pengetahuan dan pemahaman. Sedang amal perbuatan tidak mempengaruhi iman. Artinya berbuat dosa besar tidak mempengaruhi iman yang dapat menjadikannya kafir.  Orang beriman tidak perlu bergegas untuk melakukan ibadah dan amal shalih lainnya.[9]

Jabariyah
          Sekitar tahun 70 H muncul aliran Jabariyah yang pertama kali yaitu di Khurasan (Persia). Dengan pelopornya Jahm bin Shafwan. Sehingga aliran ini disebut dengan nama Jahmiyah. Dengan pernyataannya yang sangat terkenal yaitu bahwa manusia itu terpasung, tidak mempunyai kebebasan apapun dan semua perbuatan manusia ditentukan oleh Allah tanpa campur tangan manusia. Sesuai dengan nama alirannya yaitu jabar yang berarti memaksa, dipaksa atau terpaksa.[10]
          Ciri-ciri ajaran jabariyah antara lain adalah manusia tidak memiliki kebebasan dalam berikhtiar, setiap perbuatannya baik atau buruk Allah-lah yang menentukannya. Allah tidak mengetahui sesuatu apapun sebelum terjadi. Ilmu Allah bersifat huduts atau baru. Iman cukup dalam hati saja dan tidak perlu dilafadzkan. Surga dan neraka tidak kekal dan akan hancur bersama penghuninya karena yang kekal hanya Allah SWT. Allah tidak dapat dilihat di syurga. Alqur’an adalah makhluk bukan firman Allah. [11]

Murji’ah
          Pada akhir abad pertama hijriyan muncul ajaran Murji’ah pertama kali di Damaskus dengan pelopornya Al Hasan bin Muhammad bin Hanafiyah.[12] Asal kata murji’ah dari ’irja yang artinya menangguhkan. Kaum murji’ah artinya kaum yang menangguhkan. Artinya mereka menangguhkan semua urusan dihadapan Allah SWT. Dan berpangku tangan terhadap segala persoalan dunia dengan meninggalkan ikhtiar, amal, jihad dan daya usaha. [13]
          Ciri utama ajarannya antara lain bahwa orang berbuat dosa besar tetap mukmin selama telah beriman. Bila meninggal dalam kondisi melakukan dosa besar ketentuannya tergantung Allah SWT di akherat kelak. Kemaksiyatan tidak berdampak apapun bagi orang beriman. Dalam arti dosa sebesar apapun tidak dapat mempengaruhi keimanan seseorang. Golongan ini tidak mau mengkafirkan orang Islam meskipun orang tersebut melakukan kemaksiyatan dan dosa besar. Mereka juga berpendapat bahwa orang yang terlihat lahirnya kafir, namun bila hatinya tidak, maka orang tersebut tidak dapat dihukumi kafir. Karena kafir tidaknya seseorang tidak dilihat dari segi lahirnya namun batinnya.[14]

Mu’tazilah
            Pada sekitar tahun 120 H lahir aliran mu’tazilah yang dimotori oleh Wasil bin Atha’.[15]  Ajaran ini berasal dari kata ’itizal yang berarti berpisah. Karena Wasil bin Atha’ memisahkan diri dari gurunya yang merupakan salah seorang imam besar ahlu sunnah wal jama’ah yaitu Imam Hasan Al Bashri.[16]
        Penyebabnya adalah karena perbedaan pendapat mengenai dosa besar. Menurut Imam Hasan Al Bashri kaum muslimin yang melakukan dosa besar maka orang itu tetap muslim tetapi muslim yang durhaka. Jika ia wafat sebelum taubat dari dosanya maka ia dimasukkan ke dalam neraka untuk sementara. Namun setelah menjalani hukuman ia akan dimasukkan ke dalam syurga.
       Tapi menurut Wasil bin Atho’ orang semacam itu keluar dari mukmin tapi tidak kafir. Karena itu tempatnya bukan di neraka dan bukan pula di syurga. Atau yang dikenal dengan istilah Al manzilah baina manzilataini (Tempat yang berda diantara dua tempat).[17]
        Pokok-pokok ajarannya antara lain menyatakan bahwa akal merupakan hukum tertinggi. Alqur’an adalah makhluk bukan firman Allah. Allah tidak dapat dilihat di syurga oleh penghuninya. Isra’ dan mi’raj nabi dengan ruh bukan dengan jasad. Syurga dan neraka tidak kekal, yang kekal hanya Allah SWT. Mizan (timbangan amal) dan shirat (jembatan yang melintas di atas neraka jahanam) dan haudh (sungai atau telaga dalam syurga) tidak ada. Tidak ada nikmat dan adzab kubur.[18] Rukun iman mereka ada lima yaitu Tauhid, keadilan Tuhan, Janji baik dan janji buruk, tempat diantara dua tempat serta amar ma’ruf nahi munkar.[19]



[1]Aliran-aliran tersebut dan lainnya hanya akan saya bahas garis-garis besar saja, untuk detilnya silahkan baca buku-buku yang menjadi rujukan penulis.
[2]Wamy, Gerakan Keagamaan dan Pemikiran, Jilid 1, Al Ishlahy Press (Jakarta, 1993), hal. 219.
[3]KH. M. Sufyan Raji Abdullah, Mengenal Aliran-Aliran Dalam Islam dan Ciri-Ciri Ajarannya, Pustaka Ar Riyadh (Jakarta:2007), hal. 76.
[4]Pengantar beliau dalam buku  Fitnah Kubro (Tragedi Pada Masa Sahabat) karya Prof. DR.  Muhammad Ahmazun , LP2SI Al Haramain, (Jakarta:1999), hal. xiii,
[5]Ibid KH. M. Sufyan Raji Abdullah, hal. 84
[6]Ibid hal. 40
[7]KH. Siradjudin Abbas, I’tiqad Ahlu Sunnah Wal Jama’ah, Pustaka Tarbiyah (Jakarta:2005), hal. 168.
[8]KH. M. Sufyan Raji Abdullah hal. 41.
[9]Ibid hal. 48.
[10]Ibid hal. 55
[11]Ibid hal 55-56. Lihat juga buku kraya KH Siradjudin Abbas,  I’tiqad Ahlu Sunnah Wal Jamah hal. 276-277.
[12]Ibid KH. M. Sufyan Raji Abdullah, hal. 50.
[13]KH Siradjuddin Abbas hal. 182-183.
[14]Ibid KH. M. Sufyan Raji Abdullah hal. 51.
[15]KH Siradjudin Abbas hal. 191
[16]KH. M. Sufyan Raji Abdullah hal. 57.
[17]Ibid hal. 66
[18]Ibid hal 67.
[19]KH Siradjuddin Abbas hal. 199.

No comments: