Translate

Mencari Artikel

FIND(Mencari)

Wednesday 29 May 2013

Memahami Hadits berdasarkan sebab turunnya




يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا إِذَا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلَاةِ فَاغْسِلُوا وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى الْمَرَافِقِ وَامْسَحُوا بِرُءُوسِكُمْ وَأَرْجُلَكُمْ إِلَى الْكَعْبَيْنِ وَإِنْ كُنْتُمْ جُنُبًا فَاطَّهَّرُوا وَإِنْ كُنْتُمْ مَرْضَى أَوْ عَلَى سَفَرٍ أَوْ جَاءَ أَحَدٌ مِنْكُمْ مِنَ الْغَائِطِ أَوْ لَامَسْتُمُ النِّسَاءَ فَلَمْ تَجِدُوا مَاءً فَتَيَمَّمُوا صَعِيدًا طَيِّبًا فَامْسَحُوا بِوُجُوهِكُمْ وَأَيْدِيكُمْ مِنْهُ مَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيَجْعَلَ عَلَيْكُمْ مِنْ حَرَجٍ وَلَكِنْ يُرِيدُ لِيُطَهِّرَكُمْ وَلِيُتِمَّ نِعْمَتَهُ عَلَيْكُمْ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
 “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki, dan jika kamu junub maka mandilah, dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, maka bertayammumlah dengan tanah yang baik (bersih); sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu. Allah tidak hendak menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, supaya kamu bersyukur.  (Al Maaidah :6)

Sebagamana kita ketahui bahwa Alqur’an adalah mutawatir, sementara hadits sebagian besar adalah ahad.

Karena itu yang ahad harus tunduk kepada yang mutawatir. Bahkan dalam madzab Maliki hadits ahad harus tunduk dengan tradisi masyarakat Medinah.

Sebab tradisi Medinah adalah warisan Rasulullah bersama sahabat-sahabatnya yang kemudian diwarisi turun temurun dari generasi ke generasi dan dilakukan oleh masyarakat banyak.

Sedangkan hadits ahad hanya diriwayatkan oleh sebagian orang (dibawah 10 perawi). Tentu saja pendapat masyarakat luas lebih kuat daripada pendapat perorangan. Itulah pendapat dalam madzhab Maliki.

Abu Bakar dan Umar RA hanya mau menerima hadits yang diriwayatkan oleh dua orang sahabat yang langsung menerima dari Rasulullah. Jika kita gunakan kaidah dua khalifah tersebut tentu saja akan banyak sekali hadits ahad yang diriwayatkan oleh satu perawi (gharib) akan tertolak. Karena itulah ahli fikih menyatakan bahwa pada dasarnya dan pada umumnya hukum hadits ahad adalah sunnah. Yaitu jika dikerjakan mendapatkan pahala dan jika ditinggalkan tidak berdosa. Sedangkan perintah dalam Alqur’an pada dasarnya dan pada umumnya hukumnya wajib.

Adapun ‘Aisyah RA hanya mau menerima hadits yang isinya bersesuaian dengan Alqur’an. Yaitu maknanya  tidak bertentangan dengan Alqur’an. Untuk itulah diperlukan verifikasi matan hadits dengan Alqur’an. Jadi hadits dapat diamalkan jika ia shahih secara sanad dan shahih secara matan. Yaitu tidak bertentangan dengan Alqur’an. Atau dengan kata lain memahami hadits dalam naungan Alqur’an.

Bersuci dengan Batu

Ada sebuah jama’ah di dunia ini yang hanya mau bersuci dengan tiga batu padahal disana ada air. Karena mereka  membaca hadits Nabi SAW dalam kitab thaharah bahwa Nabi bersuci dengan batu atau tiga batu atau batu yang memiliki tiga sisi atau lebih.

 عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ اتَّبَعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَخَرَجَ لِحَاجَتِهِ فَكَانَ لَا يَلْتَفِتُ فَدَنَوْتُ مِنْهُ فَقَالَ ابْغِنِي أَحْجَارًا أَسْتَنْفِضْ بِهَا أَوْ نَحْوَهُ وَلَا تَأْتِنِي بِعَظْمٍ وَلَا رَوْثٍ فَأَتَيْتُهُ بِأَحْجَارٍ بِطَرَفِ ثِيَابِي فَوَضَعْتُهَا إِلَى جَنْبِهِ وَأَعْرَضْتُ عَنْهُ فَلَمَّا قَضَى أَتْبَعَهُ بِهِنَّ

Dari Abu Hurairah RA, “Saya mengikuti Nabi Saw, ketika beliau keluar untuk buang hajat dan beliau tidak menoleh ke belakang. Ketika aku telah dekat kepada beliau, beliau berkata kepadaku : Carikan aku beberapa buah batu untuk bersuci atau perkataan yang sama dengan itu. Dan jangan kau bawa tulang atau tahi yang sudah keras.” “Lalu kubawakan beberapa batu dengan ujung kainku dan kuletakkan di dekatnya, kemudian aku menjauh daripadanya. Setelah itu beliau buang hajat dan bersuci dengan batu itu” (HR Bukhari).

عَبْدَ اللَّهِ يَقُولُ أَتَى النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْغَائِطَ فَأَمَرَنِي أَنْ آتِيَهُ بِثَلَاثَةِ أَحْجَارٍ فَوَجَدْتُ حَجَرَيْنِ وَالْتَمَسْتُ الثَّالِثَ فَلَمْ أَجِدْهُ فَأَخَذْتُ رَوْثَةً فَأَتَيْتُهُ بِهَا فَأَخَذَ الْحَجَرَيْنِ وَأَلْقَى الرَّوْثَةَ وَقَالَ هَذَا رِكْسٌ
Dari Abdullah bin Mas’ud dia berkata : “Pada suatu hari nabi SAW pergi buang air. Aku disuruhnya mencarikan tiga buah batu tetapi aku hanya dapat dua buah. Kucari sebuah lagi, tetapi tetap tidak kudapat.  Maka kuambil sepotong tahi yang sudah keras/kering, lalu kuberikan kepada beliau. Nabi mengambil dua buah batu tersebut dan membuang tahi yang keras dan berkata : Ini kotor.” (HR Bukhari).

Sekiranya mereka mau membaca ayat Alqur’an dalam mukadimah di atas dan mau mengkaji hadits-hadits lainnya secara tuntas atau mau membaca kitab fikih tentu mereka tidak perlu mempersulit diri sendiri dengan mengumpulkan batu-batu untuk bersuci.

Namun kalau anda katakan kepada mereka, maka mereka akan segera berkata “Anda telah menyelisihi sunnah Rasulullah.” Atau “Anda telah menghina sunnah Rasulullah.”

Tidak ada zakat pada uang kertas???

Contoh lainnya adalah fatwa yang menyatakan  tidak ada zakat pada uang kertas. Alasan kelompok ini karena mereka membaca hadits-hadits nabi SAW yang berbicara mengenai uang dinar (emas) dan dirham (perak). Namun tidak ada satupun hadits yang berbicara tentang uang kertas, giro, cek, saham,  deposito, PT, CV dsb.

 أَبَا سَعِيدٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ يَقُولُ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَيْسَ فِيمَا دُونَ خَمْسِ أَوَاقٍ صَدَقَةٌ وَلَيْسَ فِيمَا دُونَ خَمْسِ ذَوْدٍ صَدَقَةٌ وَلَيْسَ فِيمَا دُونَ خَمْسِ أَوْسُقٍ صَدَقَةٌ
Dari Abu Sa’id Ra berkata, Rasulullah bersabda : “Tidak wajib zakat pada mata uang perak yang kurang dari lima uqiah, tidak pula pada pada unta yang kurang dari lima ekor dan pada kurma yang kurang dari lima wasaq” (HR Bukhari).

Pada hadits tersebut dan yang semakna tidak disebut uang kertas. Apalagi saham, giro dan deposito. Sekiranya mereka mau memahami hadits tersebut berdasarkan petunjuk Alqur’an tentu akan dapat kesimpulan bahwa yang menjadi substansi pembayaran zakat adalah nilainya. Bukan alat tukarnya.

Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”(At Taubah 9:103) .
Jika mereka mau tunduk pada ayat tersebut tentu mereka akan paham  bahwa amwal jama’ dari maal (harta) adalah apa saja yang dimiliki oleh manusia. Baik dalam bentuk emas, perak, ternak, sawah, ladang, bangunan, mobil, saham, uang, giro, cek, tanaman dsb. Semua harus dikeluarkan zakatnya jika  telah memenuhi syarat-syarat zakat.
Mengharamkan Mandi Lebih dari 3  Liter Air???
 أَنَسًا يَقُولُ كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَغْسِلُ أَوْ كَانَ يَغْتَسِلُ بِالصَّاعِ إِلَى خَمْسَةِ أَمْدَادٍ وَيَتَوَضَّأُ بِالْمُدِّ
Dari Anas bin Malik RA berkata : “Adalah nabi SAW mandi dengan segantang air hingga lima mud air (3 liter) dan berwudhu dengan satu mud  air.”
Ada  yang berdalil dengan hadits tersebut dan yang semakna untuk mengharamkan mandi lebih dari 3 liter air dan wudhu lebih dari 1 mud air (3/5) liter air.

Padahal jika kita baca Alqur’an tak satupun ayat yang membatasi pemakaian air. Dan hadits itupun tidak berbicara pelarangan, ia hanya bicara kebiasaan Nabi SAW. Artinya masalah penghematan air adalah tergantung tradisi, situasi dan kondisi. Sebab pada zaman nabi di jazirah arab air termasuk barang yang langka.

Berbeda dengan negeri kita dan dunia  saat ini yaitu dengan ditemukannya mesin air, jet pump maupun pengolahan air laut menjadi air tawar, sehingga air menjadi mudah dan melimpah. Karena itu inti dan ruh hadits tersebut adalah pengehematan air. Bukan pembatasan apalagi pengharaman pemakaian air di atas 3 liter.
Fatwa yang menyulitkan tersebut akhirnya dilanggar sendiri oleh pembuatnya, karena beliau pernah mandi lebih dari 3 liter air.  Serta tidak memiliki kekuatan hukum di dunia nyata.

No comments: