PANDANGAN UMAT TERHADAP BID’AH
“ ……… pada hari Ini
Telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan Telah Ku-cukupkan kepadamu
nikmat-Ku, dan Telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu….” (AL Maidah ayat
3)
Tiga Kelompok
Dalam mensikapi masalah bid’ah umat Islam
terbagi menjadi tiga kelompok besar. Kelompok pertama adalah kelompok yang
kerjanya tiada lain hanya membid’ahkan segala sesuatu yang tidak sesuai dengan
doktrin guru/syaikhnya. Bahkan kadang sampai berlebihan hingga masuk ke wilayah
muamalah. Misalnya membid’ahkan musyawarah anggota, musyawarah kerja dan
membentuk sebuah organisasi da’wah. Padahal dalilnya sangat jelas. Pepatah
menyatakan bukan mata yang buta tapi hatilah yang buta.
Diantaranya adalah ayat-ayat Allah yang
menyuruh kita bermusyawarah. Wa amruhun syura bainahum (Dan urusan
mereka dimusyawarahkan diantara mereka). Wa syawirhum fil amri (dan
mereka bermusyawarah dalam urusan mereka).
Allah juga menyuruh kita untuk berjuang
dengan rapi bershof-shof bagaikan bangunan yang kokoh (Ash Shof ayat 4). Serta
menyuruh kita untuk membuat perencanaan. Waltanzhur nafsun maa qaddamat
lighad ( Dan hendaklah setiap jiwa memperhatikan pa-apa yang telah
diperbuatkan untuk hari esok). Dan menyuruh ada segolongan umat Islam untuk
berda’wah. Waltakun minkum ummatun yad’uuna ilal khair. (Dan hendaklah ada sebagian dari kalian yang
menyeru kepada kebaikan).
Tidak berhenti sampai disitu kelompok ini juga membid’ahkan hal-hal yang
masih khilafiyah / ikhtilaful ummah (perbedaan pendapat dikalangan
umat). Contohnya membid’ahkan qunut, dzikir berjamaah setelah sholat, dizkir
dengan tasbih, sajadah di atas sajadah, memotong jenggot, perempuan menyopir
mobil dll. Maaf jangan-jangan suatu saat mereka akan sholat pakai
sandal, karena Rasulullah sholat dengan sandal. Atau membid’ahkan naik pesawat
karena Rasulullah dulu naik onta dan keledai. Sekali lagi afwan jiddan.
Kelompok
kedua adalah kelompok yang tidak peduli sama sekali dengan bid’ah. Mereka sibuk
dengan ritual-ritual yang baru yang tidak memiliki dasar hukum atau dasar
hukumnya lemah seperti sarang laba-laba. Padahal jika mereka mau sunnah
Rasulullah sangat banyak. Misalnya puasa Daud , Senin Kamis sudah sangat
membuat kita sibuk. Membaca Alqur’an dan sholat malam yang dengan tegas
dierintahkan oleh Allah dalam Alqur’an (baca surat Al Muzammil dan Al
Muddatsir). Belum lagi berdzikir dalam keadaan berdiri, duduk dan berbaring.
Kelompok ketiga adalah kelompok pertengahan. Yaitu kelompok yang membedakan
mana bid’ah dan mana ikhtilaful ummah. Kelompok ini
memprioritaskan memerangi bid’ah-bid’ah yang kubro. Seperti kejawen,
sekaten, sihir, puasa untuk sakti, puasa ngebleng, puasa mutih, santet dan
pelet. Serta bid’ah-bid’ah di bidang aqidah seperti Ahmadiyah, syiah, LDII, wihdatul
wujud (manunggaling kawula gusti), nyanyian sebagai sarana ibadah sambil
thawaf mengelilingi syaikhnya dll. Bagi yang ingin mendalami silahkan baca buku
Aliran-Aliran Sesat di Indonesia karangan Hartono A. Jaiz dan buku terbitan
WAMY tentang aliran-aliran pemikiran di dunia.
Membatasi Pengertian dan
Memprioritaskan
Dalam hadits Rasulullah yang diriwayatkan oleh Bukhari-Muslim dan Imam
Muslim Rasulullah bersabda yang artinya : “Barangsiapa yang membuat sesuatu
yang baru dalam urusan kami (agama) yang tidak kami perintahkan maka tertolak. “Barang
siapa membuat amal yang tidak kami perintahkan maka tertolak”.
Berdasarkan dua hadits ini ulama berkesimpulan bahwa bid’ah adalah
urusan-urusan baru di bidang aqidah dan ibadah. Bukan di bidang muamalah. Ini
sesuau kaidah fiqih bahwa pada dasarnya ibadah adalah haram kecuali yang
diperintahkan sementara muamalah pada dasarnya mubah kecuali yang dilarang. Khulafaur
rasyidin juga membuat hal-hal yang baru seperti membuat peradilan, mengumpulkan
dan membukukan Alqur’an, adzan jum’at dua kali, membuat kesatuan-kesatuan
militer dan barak militer, belajar membaca dan menulis dll. Apa-apa yang baru
di zaman khalifah empat tersebut bukan bid’ah karena ada dalilnya yaitu hadits
Nabi yang artinya “hendaklah kalian berada di atas sunnahku dan sunnah
khulafaur rasyidin.” Jadi sekali lagi bid’ah adalah di bidang Aqidah dan
ibadah bukan mua’amalah.
Bahkan pasca generasi terbaik umat Islam juga mulai meriwayatkan,
mengumpulkan dan membukukan hadits Nabi. Padahal sebelumnya dilarang
memperbanyak meriwayatkannya karena akan melalaikan dari Alqur’an. Melakukan
kodifikasi di bidang fikih. Membuat metodologi pengambilan hukum (istimbath)
dll.
Selanjutnya dalam memerangi bid’ah kita perlu memprioritaskan bid’ah-bid’ah
di bidang Aqidah sebagaimana yang dilakukan oleh Ustadz Hartono A. Jaiz dengan LPPI-nya. Serta
bid’ah-bid’ah yang disepakati oleh ummat (bukan bid’ah yang masih ikhtilaf). Sebagaimana
yang dilakukan oleh majalah Ghaib dengan menghantam bid’ah perdukunan, jimat,
ajian, churafat, sesaji, ruwat, nginjek telor (untung ayamnya kagak protes),
mandi kembang 7 warna, puasa ngebleng
dll.
Sedangkan untuk masalah ikhtilaf penulis menyarankan lebih baik dijauhi
atau kita hindarkan. Lebih baik kita
menyibukkan diri pada hal-hal yang sudah jelas dalil hukumnya. Seperti puasa
sunnah, baca Qur’an, dzikir, baca buku, sholat malam, sholat dhuha, sholat
sunnah tahiyatul masjid, istikhrah, ‘Id, qabliyah dan ba’diyah dll.
Mudah-mudahan kita termasuk orang-orang yang selalu ingat ayat di mukadimah
yang menjelaskan bahwa Islam telah sempurna, jadi tidak perlu membuat
ibadah-ibadah baru lagi. Dan ingat hadits Nabi yang artinya “Setiap yang baru
adalah bid’ah, setiap yang bid’ah adalah sesat, dan setiap yang sesat tempatnya
di neraka.” Wallahu ‘alam bish showab.
No comments:
Post a Comment