Translate

Mencari Artikel

FIND(Mencari)

Wednesday 10 July 2013

Kaya Mendadak:Mau?

            Menikah dengan janda kaya. Ini bukan guyonan. Apalagi ngeledek. Tapi memang kenyataan. Kalau anda ingin segera kaya, nikahlah dengan janda yang kaya. Di dunia banyak janda kaya. Misalnya ada anak mantan presiden atau mantan presiden. Atau istri mantan pejabat. Atau mantan istri milyuner.

            Coba perhatikan di sekitar kita. Ada pengacara yang menikahi artis yang sudah menjanda dengan membawa beberapa anak. Ada penyanyi dangdut yang kawin dengan janda yang merupakan pengusaha yang kaya. Maka saat itu juga hidupnya berubah total. Demikian pula popularitas dan bisnisnya karena mendapatkan dukungan finansial dari istrinya. Semuanya ini sah-sah saja dan sama sekali tidak melanggar hukum maupun syareat Islam. Selama tujuannya adalah dalam rangka membangun keluarga yang sakinah ma wadah wa rahmah.
            Rasulullah juga menikah dengan janda kaya Khadijah RA. Beliau bukan hanya kaya tapi dermawan, cantik, berakhlak mulia,  dari kalangan bangsawan, gigih, teguh, shalihat, sekaligus wanita yang selalu mendampingi nabi dalam suka dan duka. Bahkan Nabi tidak berpoligami selama Khadijah di sisinya. Wanita yang selalu diingat dan disebut-sebut kebaikannya sehingga kadang menimbulkan kecemburuan istri lainnya.
            Dialah wanita yang mendidik Nabi menjadi pedagang yang sukses. Pedagang yang mengetahui dunia perdagangan beserta seluk beluknya. Padahal Nabi sebelumnya adalah pemuda yang sederhana, namun setelah dibina oleh Khadijah Nabi menjadi pedagang yang sukses.
            Syaikh Mahmud Al Mishri dalam bukunya Shahabiyah Haul Ar Rasul[1] menyatakan :
            ”Bukti yang paling kuat atas kebijaksanaan, kepintaran dan kecerdikan Khadijah adalah ketika menjatuhkan pilihannya kepada Nabi SAW sebagai suaminya. Padahal saat itu beliau adalah laki-laki yang misikin, sedangkan dirinya wanita kaya yang didambakan oleh tokoh-tokoh Qurays. Namun Khadijah menolak mereka. Penolakannya tersebut berdasarkan kebijaksanaan dan kematangan pikirannya bahwa kesempurnaan jati diri seseorang laki-laki adalah pada kemuliaan hati dan kebikan sifatnya, bukan kekayaan materi dan harta benda yang bersifat sementara. ”
            Lebih lanjut Syaikh Mahmud berkata, ”Sesungguhnya Khadijah ingin mencari kepuasaan dan  kekayaan dalam bentuk lain. Yakni kepuasaan jiwa, kekayaan hati,  dank emuliaan akhlak. Dan semua itu tidak dimiliki seorangpun kecuali Muhammad SAW.”
            Di sisi lain, Muhammad tidak akan menerima tawaran Khadijah walaupun seandainya dia wanita paling kaya di dunia dan wanita paling cantik sejagat raya, jika saja beliau tidak melihat wanita tersebut memiliki pikiran yang matang dan bijaksana. Beliau juga mendengar kesaksian kaumnya tentang diri Khadijah yang memiliki sifat-sifat mulia, karya-karya yang terpuji, pandai menjaga kehormatan diri, kepribadian yang bersih dan garis keturunan yang terpandang.[2]
            Berkat bimbingan Khadijah Nabi menjadi pemuda yang kaya raya. Buktinya ketika menikahi Khadijah, Nabi memberian emas kawin 20 ekor unta muda dan 12 uqiyah emas.[3] 25 ekor unta jika dirupiahkan dengan harga unta Rp. 10 juta per buah maka jumlahnya senilai Rp. 250 juta. Sedangkan  12 uqiyah dengan nilai 1 uqiyah Rp. 15,4 juta maka jumlahnya senilai Rp. 184,8 juta. Sehingga total mas kawin yang disampaikan nabi sebesar Rp. 434,80 juta. Hampir setengah milyar rupiah. Coba bandingkan dengan mas kawin yang kita berikan paling-paling hanya 5 sampai 25 gram. Atau senilai Rp. 3 juta sampai dengan Rp. 15 juta rupiah. Atau sekitar 1/144 hingga yang terbaik 1/29 dari mas kawin Nabi SAW. Maknanya mas kawin nabi sebesar 144 atau yang paling bagus 29 kali dari mas kawin yang kita berikan kepada istri-istri kita. Ini menunjukkan bahwa Nabi lebih kaya 29 kali hingga 144 kali lipat dibandingkan kita.
            Hal itu adalah berkat seorang janda. Tentu saja bukan sembarang janda. Tapi carilah janda yang kaya, cantik, sholihat, dermawan, baik budi, penyabar dan penyayang seperti Khadijah.
             



[1]Mahmud Al Mishri, 35 Sirah Shahabiyah Jilid 1, Al I’tishom(Jakarta:2006), hal. 24.
[2] Ibid hal. 25
[3] M. Syaafii Antonio, Muhammad SAW, The Super Leader Super Manager, PLM (Jakarta:2007), hal. 92.

No comments: