BAB II
PENDAHULUAN
2.1.
Pengertian Gelisah
Menurut Imam Ibnu Qayyim rahimahullah
dalam Madarijus Saalikiin, hammi dan hazan sebagaimana tertera
dalam do’a Rasul di atas memiliki perbedaan. Hammi adalah bentuk
kesedihan atas sesuatu yang akan datang. Sedangkan hazan adalah perasaan
sedih atas sesuatu yang sudah dialami. Dalam tafsir Jalalain ketakutan akan
masa yang akan datang disebut khauf, sedangkan terhadap apa yang sudah
terjadi disebut hazan.[1]
Hammi dalam bahasa Indonesia diartikan gelisah. Yang
artinya adalah tidak tenteram hatinya, selalu merasa khawatir, tidak tenang,
tidak sabar dan cemas. Kegelisahan dapat diketahui dari gejala tingkah laku
atau gerak-gerik dalam situasi tertentu yang lain dari biasanya. Kegelisahan pada dasarnya merupakan ekspresi
dari kecemasan. Karena itu dalam kehidupan sehari-hari kegelisahan juga
diartikan sebagai kecemasan, kekhawatiran ataupun ketakutan.
2.2.
Ciri-Ciri Gelisah
Untuk mengetahui seseorang sedang gelisah
atau tidak dapat dilakukan dengan melihat pembicaraan, tingkah laku maupun
perasaannya. Berdasarkan pembicaraannya maka dia akan banyak berbicara tentang
hal-hal yang menakutkan pada masa yang akan datang. Dia nampak pesimis akan
kehidupan hari esok. Atau karena adanya ancaman terhadap diri, keluarganya,
karir dan kehidupannya.
Berdasarkan tingkah laku biasanya
ditunjukkan dengan berjalan tak tentu tujuan, mondar-mandir, menundukkan badan,
mengepal-kepalkan tangannya, murung, lemas, tiduran hingga wajahnya sayu.
Adapun dari perasaannya dapat dilihat
melalui tes psikologi oleh psikolog. Berdasarkan tes tersebut maka akan dapat
ditentukan seberapa besar tingkat stres yang bersangkutan sehingga dapat
ditentukan tingkat keparahan kegelisahannya.
2.3.
Dampak Gelisah
Gelisah memiliki dampak mulai dari yang
ringan hingga yang berat. Mulai tidak bergairah, lesu, letih, lemah, pesimis,
sakit kepala, saraf, sakit pencernaan, maag, penyakit dalam lainnya hingga
bunuh diri.
Gelisah pada mulanya menyerang pikiran
berupa ketakutan terhadap masa depan. Bila dibiarkan maka kegelisahan ini akan menyelimuti otak dan pikiran
setiap saat. Akibatnya makan, tidur dan istirahat menjadi tidak nyaman. Bila
dibiarkan maka lama-kelamaan akan menyerang perut karena tidak enak makan. Dari
perut inilah maka akan lahir berbagai macam penyakit yang berbahaya. Semisal
maag, tipus, darah tinggi, stroke hingga hilangnya keseimbangan tubuh.
Di dunia entertainment banyak kita
temui orang yang hidup dalam kegelisahan. Banyaknya artis yang terjangkit
narkoba, para penyanyi pop yang kecanduan alkohol hingga mereka yang bunuh diri
dan menembakkan pistol ke kepalanya.
2.4.
Mengobati Gelisah
Dalam mengobati gelisah banyak cara
dilakukan oleh manusia. Mulai
dari cara yang baik hingga yang berbahaya. Mulai dari relaksasi, olah raga, rekreasi,
menonton tv, bioskop, film, minum obat penenang, mengkonsumsi narkoba bahkan
hingga mengakhiri hidupnya. Lalu bagaimanakah Al Islam memberikan bimbingan dan
petunjuk dalam menghadapi kegelisahan hidup ini?
2.4.1. Naqli (Alqur’an dan Sunnah)
إِنَّ الَّذِينَ قَالُوا
رَبُّنَا اللَّهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوا تَتَنَزَّلُ عَلَيْهِمُ الْمَلَائِكَةُ
أَلَّا تَخَافُوا وَلَا تَحْزَنُوا وَأَبْشِرُوا بِالْجَنَّةِ الَّتِي كُنْتُمْ
تُوعَدُونَ
”Sesungguhnya orang-orang yang
mengatakan: "Tuhan kami ialah Allah" kemudian mereka meneguhkan
pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka dengan mengatakan:
"Janganlah kamu takut dan janganlah merasa sedih; dan gembirakanlah mereka
dengan jannah yang telah dijanjikan Allah kepadamu” (Al Fushshilat 41:3).
Imam Thabari menyatakan bahwa yang
dimaksud dengan Tuhan kami ialah Allah bermakna Allah
yang tunggal tiada sekutu bagiNya dan tiada tuhan maupun
tandingan-tandingan bagiNya. ”Kemudian istiqomah: maksudnya mentauhidkan
Allah dan tidak mengotorinya dengan kemusyrikan maupun selainnya dengan cara
mentaatiNya, mengamalkan perintahNya dan menjauhi laranganNya.
Para ulama berbeda pendapat dalam
menafsirkan, namun intinya adalah tidak menyekutukan Allah atau menjauhi dosa
terhadapNya. Tunduk patuh kepadaNya. Atau meninggal di atas kalimat tauhid. Atau
isitiqomah di atas kalimat syahadat Laa Ilaaha Illallaah. Turunnya malaikat
artinya datangnya malaikat pada saat kematian.
Janganlah takut maksudnya adalah
terhadap apa-apa yang akan datang, menurut imam Ibnu Katsir adalah
urusan-urusan akherat . Adapun janganlah bersedih adalah terhadap apa-apa yang
ada di belakang, menurut ibnu Katsir adalah urusan-urusan dunia.
Sedangkan ulama lainnya menyatakan
Janganlah takut terhadap apa-apa yang didepannya (setelah kematian). Dan
janganlah sedih terhadap apa-apa yang sudah terjadi.[2]
Berdasarkan pendapat tafsir Thabari,
tafsir Jalalain, maka dapat disimpulkan bahwau khauf adalah hammi
yaitu gelisah atau sedih terhadap masa depan. Penulis tidak hanya membatasai
dalam urusan akherat tapi juga masa depan kita mulai dari hari ini hingga hari
kiamat kelak. Sedangkan hazan adalah sedih terhadap hal-hal yang telah
berlalu.
Oleh karena itu untuk mencari obat
atas kegelisahan (hammi) maka kita perlu menelusuri ayat-ayat Alqur’an yang terkait
dengan kata-kata khauf dan padanannya.
Berdasarkan penelusuran tersebut maka ada beberapa terapi yang diajarkan Allah
melalui Alqur’an dalam menghadapi hammi ini.
Dari Takut Kepada Makhluk Menjadi Takut KepadaNya
Diantaranya yaitu mengobati takut
dengan takut. Yaitu dari takut kepada makhluk menjadi takut kepada Allah.
Dengan kata lain berani terhadap makhluk dan takut kepadaNya.
الَّذِينَ يُبَلِّغُونَ رِسَالَاتِ اللَّهِ
وَيَخْشَوْنَهُ وَلَا يَخْشَوْنَ أَحَدًا إِلَّا اللَّهَ وَكَفَى بِاللَّهِ حَسِيبًا
”(yaitu)
orang-orang yang menyampaikan risalah-risalah Allah (para
Rasul), mereka takut
kepada-Nya dan mereka tiada merasa takut
kepada seorang(pun) selain kepada Allah. Dan cukuplah Allah sebagai Pembuat
Perhitungan.” (Al Ahzab 33:39).
مَنْ خَشِيَ الرَّحْمَنَ بِالْغَيْبِ وَجَاءَ بِقَلْبٍ مُنِيبٍ
”(Yaitu) orang yang takut kepada Tuhan Yang Maha
Pemurah sedang Dia tidak kelihatan (olehnya) dan dia datang dengan hati yang
bertaubat” (Qaaf 50:33).
Yang dimaksud takut kepada Allah
adalah orang-orang yang takut kepada Allah di dunia sebelum bertemu Allah
dengan cara taat kepadaNya. Dan mengikuti apa-apa yang diperintahkanNya. [3]
Dalam tafsir Thabari sebagaimana
diriwayatkan oleh Anas Bin Malik bahwa Rasululah menceritakan tentang dialog
antara neraka dan syurga. Neraka berkata, ”Masuklah ke neraka orang-orang yang
berkuasa dan orang-orang yang sombong.” Berkata syurga, ”Masuk ke dalam syurga
orang-orang yang fakir dan miskin.”
Dan Allah SWT berfirman kepada
surga, ”engkau adalah rahmatku yang diberikan kepada siapa saja yang Dia
kehendaki.” Dan dia mewahyukan kepada neraka, ”engkau adalah adzabku yang
ditimpakan kepada siapa saja yang Allah kehendaki.”[4]
Karena takut terhadap Allah ternyata
memberikan fadhilah yang besar diantaranya berupa ampunan dan pahala yang
besar.
إِنَّمَا تُنْذِرُ مَنِ اتَّبَعَ الذِّكْرَ
وَخَشِيَ الرَّحْمَنَ بِالْغَيْبِ فَبَشِّرْهُ بِمَغْفِرَةٍ وَأَجْرٍ كَرِيمٍ
”Sesungguhnya kamu hanya memberi
peringatan kepada orang-orang yang mau mengikuti peringatan dan yang takut kepada Tuhan Yang Maha
Pemurah walaupun dia tidak melihatnya. Maka berilah mereka kabar gembira dengan
ampunan dan pahala yang mulia.” (Yaasiin 36:11).
إِنَّمَا ذَلِكُمُ الشَّيْطَانُ يُخَوِّفُ
أَوْلِيَاءَهُ فَلَا تَخَافُوهُمْ وَخَافُونِ إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ
إِنَّ الَّذِينَ يَخْشَوْنَ رَبَّهُمْ بِالْغَيْبِ لَهُمْ مَغْفِرَةٌ وَأَجْرٌ
كَبِيرٌ
”Sesungguhnya orang-orang yang takut kepada Tuhannya Yang tidak
nampak oleh mereka, mereka akan memperoleh ampunan dan pahala yang besar.”
(Al Mulk 67:12).
Dan tentu saja syurgaNya Allah.
وَلِمَنْ خَافَ مَقَامَ رَبِّهِ جَنَّتَانِ
”Dan bagi orang yang takut akan saat menghadap
Tuhannya ada dua syurga”( Ar Rahman 55:46).
Selanjutnya takut kepada hari akhir
dan adzab pada hari itu. Karena takut terhadap hal ini adalah bagian dari
takut terhadap Allah.
وَالَّذِينَ هُمْ مِنْ عَذَابِ رَبِّهِمْ
مُشْفِقُونَ
”dan orang-orang yang takut terhadap azab Tuhannya.”(Al
Ma’aarij 70:27).
قُلْ إِنِّي أَخَافُ إِنْ عَصَيْتُ رَبِّي عَذَابَ يَوْمٍ عَظِيمٍ
”Katakanlah: "Sesungguhnya
aku takut akan siksaan hari
yang besar jika aku durhaka kepada Tuhanku."(Az Zumar 39:13).
”Sesungguhnya kami takut akan (azab) Tuhan kami pada
suatu hari yang (di hari itu) orang-orang bermuka masam penuh kesulitan.”(Al
Insaan 76:10).
Kita juga tidak boleh takut kepada setan
maupun wali-walinya seperti orang musyrik dan orang kafir.
إِنَّمَا ذَلِكُمُ الشَّيْطَانُ يُخَوِّفُ
أَوْلِيَاءَهُ فَلَا تَخَافُوهُمْ وَخَافُونِ إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ
”Sesungguhnya mereka itu tidak
lain hanyalah syaitan yang menakut-nakuti (kamu) dengan kawan-kawannya
(orang-orang musyrik Quraisy), karena itu janganlah kamu takut kepada mereka, tetapi
takutlah kepadaKu, jika kamu benar-benar orang yang beriman.”(Ali ’Imran 3:175).
Bahkan kepada manusia sekalipun.
فَلَا تَخْشَوُا النَّاسَ وَاخْشَوْنِ
”....Karena
itu janganlah kamu takut
kepada manusia, (tetapi) takutlah kepada-Ku....”(Al Maa’idah 5:44).
Menurut Imam Thabari maknanya adalah
perintah kepada ulama yahudi untuk tidak takut kepada manusia dalam menegakkan
hukum Allah kepada hamba-hambaNya. Serta jangan takut dengan menyembunyikan
ketentuan-ketentuan yang telah diturunkan Allah.[5]
Allah juga melarang kita untuk takut
dari kemiskinan dengan cara membunuh anak atau keturunan kita, sebab Allah
sudah menjamin rizki mereka.
وَلَا تَقْتُلُوا أَوْلَادَكُمْ خَشْيَةَ
إِمْلَاقٍ نَحْنُ نَرْزُقُهُمْ وَإِيَّاكُمْ إِنَّ قَتْلَهُمْ كَانَ خِطْئًا
كَبِيرًا
”Dan janganlah kamu membunuh
anak-anakmu karena takut
kemiskinan. Kamilah yang akan memberi rezki kepada mereka dan juga kepadamu. Sesungguhnya
membunuh mereka adalah suatu dosa yang besar. “ (Al Israa’ 17:31).
Maksudnya yaitu takut akan kefakiran
sebagaimana orang-orang jahiliyah yang membunuh anak-anak mereka karena takut
miskin. Menurut Qatadah yaitu dengan cara membunuh anak perempuan. Sebab anak
perempun dinilai tidak berguna. Tidak bisa perang dan tidak dapat mencari
nafkah sehingga hanya menjadi beban hidup.[6]
Menjadi Ahli Ilmu atau Penuntut
Ilmu
Agar ketakutan terhadap makhluk hilang,
maka Allah mewasiyatkan kepada kita untuk menjadi ahli ilmu. Untuk itu maka
tidak ada cara lain kecuali terus menerus menuntut ilmu. Baik ilmu agama maupun
ilmu pengetahuan dan teknologi.
إِنَّمَا يَخْشَى اللَّهَ مِنْ عِبَادِهِ
الْعُلَمَاءُ إِنَّ اللَّهَ عَزِيزٌ غَفُورٌ
”...Sesungguhnya
yang takut kepada Allah di
antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi
Maha Pengampun.”(Faathir 35:28).
Menurut Imam Ibnu Katsier yang
dimaksud ulama adalah orang-orang yang mengetahui bahwa Allah adalah Maha Kuasa
atas segala sesuatu. Ataau orang yang tidak menyekutukan Allah, menghalalkan
yang halal dan mengharamkan yang haram.[7]
Lalu tidak lupa banyak beribadah
kepadaNya dengan menegakkan sholat, sedekah, berdzikir dan membersihkan jiwa
dengan berbagai amalan dan ibadah lainnya.
إِنَّمَا تُنْذِرُ الَّذِينَ يَخْشَوْنَ رَبَّهُمْ
بِالْغَيْبِ وَأَقَامُوا الصَّلَاةَ وَمَنْ تَزَكَّى فَإِنَّمَا يَتَزَكَّى
لِنَفْسِهِ وَإِلَى اللَّهِ الْمَصِيرُ
”Sesungguhnya yang dapat kamu
beri peringatan hanya orang-orang yang takut kepada azab Tuhannya (sekalipun) mereka tidak melihatNya
dan mereka mendirikan sembahyang. Dan barangsiapa yang mensucikan dirinya,
sesungguhnya ia mensucikan diri untuk kebaikan dirinya sendiri. Dan
kepada Allahlah kembali(mu).”(Faathir 35:18).
تَتَجَافَى جُنُوبُهُمْ عَنِ الْمَضَاجِعِ
يَدْعُونَ رَبَّهُمْ خَوْفًا وَطَمَعًا وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنْفِقُونَ
“Lambung
mereka jauh dari tempat tidurnya dan mereka selalu berdoa kepada Rabbnya dengan
penuh rasa takut dan harap,
serta mereka menafkahkan apa apa rezki yang Kami berikan.”(As Sajadah
31:16).
رِجَالٌ لَا تُلْهِيهِمْ تِجَارَةٌ وَلَا
بَيْعٌ عَنْ ذِكْرِ اللَّهِ وَإِقَامِ الصَّلَاةِ وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ
يَخَافُونَ يَوْمًا تَتَقَلَّبُ فِيهِ الْقُلُوبُ وَالْأَبْصَارُ
“laki-laki
yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli dari
mengingati Allah, dan (dari) mendirikan sembahyang, dan (dari) membayarkan
zakat. Mereka takut kepada
suatu hari yang (di hari itu) hati dan penglihatan menjadi goncang.”(An Nuur
24:37).
Dalam
hadits Bukhari dan Muslim dari Utsman bin Affan, Rasulullah bersabda :
“Barang
siapa yang membangun masjid dengan mengharapkan wajah Allah, Allah akan
membangunkan baginya yang seperti itu di syurga.”
Hadits yang
senada diriwayatkan oleh Ibnu Majah dari Umar bin Khattab RA, Rasulullah
berkata :
“Barang
siapa yang membangun masjid untuk mengingat di dalamnya nama-nama Allah, Allah
akan membangunkan baginya rumah di syurga.”
2.4.2.
Aqli (Akal atau Ilmiyah dan Kisah)
Melihat Ke
Bawah
Secara akal banyak
jalan untuk menghadapi gelisah. Diantaranya dengan cara banyak melihat ke
bawah. Atau melihat orang lain yang kurang beruntung dibandingkan kita.
Misalnya dengan cara menonton acara JIKA AKU MENJADI. Dalam acara ini kita
menyaksikan betapa banyak orang yang lebih sulit kehidupannya dibandingkan diri
kita.
Atau acara BEDAH
RUMAH. Dalam acara ini kita menyaksikan banyak saudara kita yang rumahnya
sangat sederhana. Seperti gubuk. Atau hanya terdiri dari bambu dan jerami. Atau
rumahnya hampir rubuh. Serta penghuninya juga tidak memiliki penghasilan yang
jelas dengan penghasilan pas-pasan.
Bisa pula dengan
melihat kisah Taripin. Seorang anak kecil di daerah Jawa Timur yang harus
menghidupi adik-adiknya. Dengan cara menjadi buruh. Dan hidup dalam rumah yang
hampir rubuh serta disangga oleh berbagai balok. Karena ibunya meninggal dunia,
sementara ayahnya merantau ke Kalimantan dan tidak ada kabar beritanya.
Bocah ini akhirnya
dapat sekolah dan mereguk kebahagiaan setelah beritanya di televisi mendapatkan
respon dari Presiden SBY dalam twiternya. Kemudian beliau mengirimkan staf
khususnya untuk memberikan bantuan.
Bahkan kepala desa hingga militer disana dengan suka rela memperbaiki
rumah Taripin yang hampir ambruk. Kebahagiaan tersebut semakin lengkap ketika
ayahnyapun akhirnya pulang menjenguknya serta tidak akan merantau lagi demi
mendidik anak-anaknya yang masih belum baligh tersebut.
Cara Pandang
Yang Salah
Sebagian besar
sumber kegelisahan atau ketakutan berada pada fikiran. Karena itu untuk
menghancurkan sifat gelisah harus merubah mindset atau cara berfikir.
Yaitu membalik rasa gelisah menjadi optimis. Sebab dibalik kesulitan itu selalu
ada kemudahan. Bahkan menjadikannya sebagai peluang atau pemicu semangat.
Contohnya orang
yang gelisah karena takut di-PHK, maka ia harus merubah fikiran bahwa rejeki
Allah itu bukan hanya di perusahaan. Tapi ada di pasar-pasar, di internet, di jalan-jalan, bahkan di penjara.
Hamka misalnya
menulis tafsir Al Azhar di penjara. Demikian halnya Sayyid Qutb menulis Fii
Dzilaalil Qur’an dalam kungkungan rezim dikatator Mesir. Lalu Imam Ibnu
Taymiyah dan Imam Ibnul Qayyim banyak menulis buku dalam penjara. Dan semuanya
itu kini menjadi berkah atau rizki yang melimpah bagi para penerjemah, penerbit,
distributor hingga pembacanya.
Instropeksi Diri
Selanjutnya
melakukan instropeksi diri. Jangan-jangan
kita banyak dosa dan kesalahan sehingga menimbulkan jiwa yang penakut. Jiwa
yang lemah. Jiwa yang cengeng. Jiwa yang mudah diintervensi oleh setan melalui
rasa takut, hilangnya rizki dan kemiskinan.
Minta Nasehat
Gelisah juga dapat
diobati dengan bercerita kepada orang lain. Misalnya kepada istri, orang tua
kita, guru kita atau orang shalih lainnya yang kita percaya. Dengan bercerita
maka beban tersebut akan berkurang. Lebih-lebih jika disertai permintaan
nasehat dari orang-orang shalih.
Sebab salah satu
kewajiban muslim terhadap muslim lainnya adalah memberikan nasehat apabila
diminta oleh saudaranya. Dengan nasehat-nasehat yang indah sebagaimana ditampilkan
dalam buku Laa Tahzan, maka akan
membangkitkan gairah untuk menempuh hidup yang lebih baik lagi.
Pergi ke Psikolog
Jika
langkah-langkah di atas tidak dapat diselesaikan tidak ada salahnya anda pergi
ke psikolog atau psikiater. Karena merekalah orang yang ahli dalm ilmu jiwa.
Tentunya kepada psikolog muslim yang shalih dan paham agama. Perlu diketahui
pula bahwa orang yang pergi ke psikiater bukanlah orang yang sakit jiwa. Tapi
orang yang memiliki masalah untuk dipecahkan.
Pergi Ke Dokter
Jika gelisah dan
ketakutan sudah semakin akut dan menimbulkan penyakut fisik seperti maag
hingga pening atau migren, maka sebaiknya segera ke dokter untuk mendapatkan
terapi dan pengobatan. Sebab jika dibiarkan penyakit tersebut akan berkembang
menjadi penyakit-penyakit lainnya yang lebih berbahaya semisal stroke.
Membaca Kisah
Orang Shalih
Terapi lainnya
yaitu dengan membaca kisah orang sahlih. Misalnya cara Ali bin Abi Thalib
menghadapi gelisah. Beliau adalah khalifah keempat, sepupu dan menantu nabi SAW. Meskipun demikian
hidupnya sangat sederhana dan pas-pasan. Namun apa yang dilakukan oleh beliau
ketika gelisah, tiada lain beliau minta pertolongan kepadaNya. Dalam syairnya beliau berkata :
“Kala hati
diliputi dengan rasa putus asa
dan dada yang
lapang sesak karenanya,
Kala hati
disesaki dengan ketidak-enakan
Dan semua
perkara bertumpuk menyatu,
Kala tak ada
lagi terlihat bahaya yang akan tersingkap
tidak akan
berguna segala upaya
Pertolongan
akan datang pada keputusasaanmu
dari Yang Maha
Dekat dan Maha Pengabul Permintaanmu
Jika semua
peristiwa telah habis waktunya
akan
bersambunglah pertolongan yang membukamu.”[10]
Demikian halnya
yang dilakukan oleh Harun Ar Rasyid pada saat kritis akan menemui ajalnya. Ia
menyenandungkan syair dan ketergantungan kepada Allah SWT.
”Kini di Thus aku
bermukim
Tanpa seorangpun
sahabat kumiliki
Aku berharap
kepada Allah apa yang menimpaku
Sungguh selama ini
Ia telah menyayangiku
Di Thus telah
menghampiriku
Qadha-Nya yang
telah ditetapkan bagiku
Tiada lain
kupersembahkan kecuali
Keridhaan,
kesabaran dan berserah diri.”[11]
Baca pula kisah
sahabat Abdullah bin Hudzaifah di zaman khalifah kedua Umar bin Khatab. Tatkala
beliau diangkat sebagai komandan perang menghadapi tenatara Salib Romawi yang
sering mengganggu kaum muslimin di Syam (Syria, Palestina dan Yordania). Namun
sayang karena pasukannya yang sedikit dan kalah kekuatan dari pasukan musuh,
maka beliau ditangkap tentara Romawi dan dihadapkan kepada rajanya.
Maka terjadilah
dialog antara raja dan Abdullah
”Sudilah engkau
masuk dalam agama nashrani, saya akan mengajak engkau duduk dalam pemerintahan
dan saya akan mengawinkan dengan putriku!”
”Andaikata engkau
memberikan kepada saya segala apa yang dimiliki orang arab agar saya masuk
murtad dari agama yang dibawa Nabi Muhammad SAW, walaupun hanya sesaat, saya
tidak akan mau melakukan perbuatan itu.”
”Kalau begitu
engkau akan saya bunuh.”
”Silahkan kalau
itu maumu.”
Raja Rum pun
memerintahkan untuk membunuhnya dengan cara di taruh pada kayu salib. Dalam
keadaan tersalin raja memerintahkan regu penembak untuk mengeksekusinya.
Abdullah ditembak dekat tangan dan kakinya (rupanya pelurunya meleset tidak
mengenainya).
Melihat hal ini
raja heran, namun demikian raja tetap mendesaknya untuk masuk agama Nashrani.
Namun Abdullah tetap tidak bergeming. Akhirnya Abdulah diturunkan dari kayu
salib.
Riwayat lainnya
menyatakan beliau disiksa dengan dimasukkan dalam kuali besar kemudian
dipanaskan dengan api.
Riwayat lainnya
menyatakan bahwa raja memenjarakannya dan tidak diberikan makanan dan minuman
hingga beberapa hari. Dalam keadaan lapar dan haus, raja mengirimkan kepada
Abdulah khamr dan daging babi. Tetapi beliau tidak mau mendekatyi makanan dan
minuman yang haram tersebut.
Raja keheranan dan
kemudian memanggilnya.
”Apakah yang
melarangku makan?”
Abdulah menjawab,
”Sebenarnya dalam keadaan darurat, saya boleh makan makanan dan minuman
tersebut, tetapi aku tidak ingin menggembirakan engkau dengan perbuatan seperti
itu.”
”Kalau begitu
ciumlah kepalaku maka aku akan membebaskanmu.”
”Aku mau mencium
kepalamu dengan syarat engkau membebaskan seluruh tawanan (kaum muslimin)!”
”Baiklah, ” kata
raja.
Maka Abdulah pun
mencium kepala raja Nashrani demi pembebasan kawan-kawannya yang ditawan. Maka
kemudian raja melepaskan Abdullah dan seluruh tawanan.
Maka sekembali di
kota Medinah beliau disambut meriah oleh khalifah Umar. Dan Umar mengumumkan
kepada kaum muslimin tentang kedatangan komandan yang berani, memiliki mental
baja dan gigih dalam imannya. Mak Umar kemudian mencium kepala Abdulah untuk
menghormati kegagahan dan keperwiraannya. Yang selanjutnya disusul oleh kaum
muslimin lainnya.
Itulah iman yang
kuat. Iman yang mampu menghilangkan sifat gelisah, sedih dan gundah gulana.
Untuk itu kenapa kita harus bersedih, padahal belum pernah datang ujian pada diri
kita sebagaimana yang dialami Abdullah. Atau yang pernah dialami Bilal, bahkan
Nabi sekalipun yang pernah ditaburi kotoran hewan ketika sholat di Masjidil
haram dihadapan putrinya, fathimah RA.
Pada hari ini kita
masih bisa makan dan minum. Masih
bisa bekerja dengan baik. Masih sehat wal’afiat. Masih punya istri dan
anak-anak yang berbakti. Masih hidup merdeka. Masih hidup bebas. Tidak dijajah.
Tidak ditawan. Tidak pula di ujung pedang. Maka tetaplah tegar, optimis dan
gembira dengan iman, islam dan nikmat sehat yang dikaruniakan Allah kepada kita
semua.
[1]Lihat
Tafsir Jalalain atas surat Al Fushshilat 30
[2] Tafsir Thabari 21: 464:467, lihat
juga tafsir Ibu Katsir 7:175-177
[3] Tafsir Thabari 22:365
[4] Tafsir Thabari 22:364
[5] Tafsir Thabari 10:344
[6]
Tafsir Thabari 17:438
[7] Ibid 6:544
[8] Tafsir Ibnu Katsier 6:62
[9] Ibid Tafsir Ibnu Katsier
[10] Imam As Suyuthi, Tarikh Khulafa’, Pustaka
Al Kautsar (Jakarta:2001), hal. 212.
[11] DR. Syauqi Abu Khalil, Pustaka Al Kautsar
(Jakarta:2006), hal. 48.
No comments:
Post a Comment