KUPAS TUNTAS
PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU
BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 &
KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI
REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP. 100/MEN/VI/2004
DILENGKAPI DENGAN BERBAGAI CONTOH KASUS
DAN CONTOH PERJANJIAN KERJA
HARYANTO, S.H.
Kata Pengantar Penulis
Terbitnya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan telah membawa berbagai perubahan yang signifikan dalam hukum perburuhan dan pengelolaan Sumber Daya Manusia (SDM) dalam suatu perusahaan. Satu diantaranya adalah tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu.
Namun sayang dalam prakteknya masih banyak praktisi atau pengelola SDM yang belum secara utuh dan tuntas memahami hal ini. Bahkan tidak sedikit diantara mereka yang masih terpengaruh oleh ketentuan lama. Yaitu Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor PER-06/MEN/1985 tentang Perlindungan Pekerja Harian Lepas, Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor PER-02/MEN/1993 tentang Kesepakatan Kerja Waktu Tertentu dan Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor PER-05/MEN/1995 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu pada Perusahaan Pertambangan Minyak dan Gas Bumi
Disamping itu, tidak sedikit yang salah dalam memahami ketentuan yang berlaku saat ini. Yaitu Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI Nomor 100/MEN/VI/2004 tentang Ketentuan Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu.
Disisi lain ada juga yang tidak mampu mengoptimalkan ketentuan ini atau bahkan bingung dalam menerapkan hal ini dalam pelaksanaan kegiatan bisnis sehari-hari.
Hal itu jika dibiarkan tentu akan menimbulkan berbagai dampak yang signifikan bagi perusahaan. Diantaranya adalah dampak finansial sebagai akibat kesalahan dalam menerapkan PKWT sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Selain juga potensi timbulnya perselisihan hubungan industrial yang akan menguras pikiran, biaya, waktu dan tenaga yang tidak sedikit.
Melihat kondisi tersebut, penulis berusaha membantu para praktisi SDM untuk dapat memahami permasalahan PKWT ini secara baik, benar dan bijak. Yaitu dengan cara memahami ketentuan PKWT secara utuh, tuntas, terpadu dan komprehensif.
Agar buku ini dapat langsung diterapkan, penulis menyertakan berbagai contoh kasus riil dalam dunia kerja dan berbagai contoh Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) yang aplikatif.
Akhirnya penulis berharap semoga buku ini dapat bermanfaat bagi semua pihak. Khususnya bagi para pengelola SDM, dosen dan mahasiswa hukum serta masyarakat pada umumnya. Mudah-mudahan Allah SWT menerima hal ini sebagai amal jariyah yang pahalanya terus mengalir hingga hari akhir kelak.
Jakarta, 31 Maret 2011
ii
DAFTAR ISI
Kata Pengantar Penerbit
|
.....
|
i
|
Kata Pengantar Penulis
|
.....
|
ii
|
.....
|
iii
| |
1
1
3
5
7
| ||
8
8
10
20
20
23
23
24
25
25
25
26
| ||
28
28
29
30
30
31
32
| ||
35
35
39
| ||
40
40
42
| ||
BAB I
PENDAHULUAN
Dalam kehidupan ini banyak sekali terjadi hubungan antar individu atau antar organisasi atau antar instansi atau antar kelompok atau antar jenis kelamin.
Namun tidak semua hubungan yang terjadi merupakan hubungan kerja. Misalnya hubungan kekerabatan, persahabatan, perkawinan, paguyuban dan keorganisasian.
Karena itulah kita dituntut untuk mengetahui apa itu hubungan kerja dan bagaimana ciri-cirinya?
1.1. Hubungan Kerja
Hubungan kerja adalah hubungan antara pengusaha dengan pekerja/buruh berdasarkan perjanjian kerja, yang mempunyai unsur pekerjaan, upah, dan peri ntah.[1]
Berdasarkan pengertian ini maka ada empat syarat terjadinya hubungan kerja. Yaitu adanya perjanjian kerja, pekerjaan, upah dan peri ntah.
Perjanjian kerja ini dapat dibuat secara tertulis maupun secara lisan. Khusus untuk perjanjian kerja waktu tertentu harus dibuat secara tertulis. Sedangkan perjanjian kerja waktu tidak tertentu dapat dilakukan secara lisan. Namun sebaiknya, kedua-duanya dibuat secara tertulis. Karena hal ini terkait dengan masalah pembuktian di pengadilan hubungan industrial bila suatu saat terjadi perselisihan hubungan industrial.
Adapun unsur pekerjaan pada umumnya memiliki nama posisi pekerjaan atau jabatan atau job title yang biasanya dituangkan secara terperi nci dalam bentuk uraian pekerjaan atau job description. Pengetahuan masalah ini secara terperi nci dijelaskan dalam ilmu yang bernama analisa pekerjaan (job analysis).
Contoh posisi pekerjaan antara lain sekretaris, auditor, manajer pemasaran, kepala gudang, kepala cabang hingga kepala divisi. Sedangkan pekerjaannya dapat berupa mengetik, mencatat, menghubungi, mengepel, menganalisa, mengevaluasi, memasarkan hingga mengambil keputusan.
Sedangkan upah adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/buruh yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan, atau peraturan perundang‑undangan, termasuk tunjangan bagi pekerja/buruh dan keluarganya atas suatu pekerjaan dan/atau jasa yang telah atau akan dilakukan.[2]
Upah ini dibayarkan secara langsung dari pengusaha kepada pekerja baik dengan cara tunai maupun melalui transfer bank.
Upah dapat terdiri dari upah pokok dan tunjangan tetap maupun upah clean wages yang besarnya tidak boleh kurang dari upah minimum propinsi atau upah minimum regional.
Adapun peri ntah dapat dilakukan secara lisan maupun tertulis. Dengan lisan yaitu dengan cara memberikan peri ntah langsung kepada pekerja untuk melaksanakan suatu pekerjaan.
Secara tertulis dapat dilakukan melalui uraian pekerjaan, RKAP, program kerja ataupun disposisi. Namun pada umumnya dilakukan melalui job description.
Bedanya dengan penyerahan sebagian pelsanaan pekerjaan kepada perusahaan pemborongan pekerjaan atau penyedia jasa pekerja / buruh adalah bahwa pada pemborongan pekerjaan atau penyediaan jasa pekerja / buruh, perjanjian kerjanya dibuat antara perusahaan pemborong pekerjaan atau perusahaan penyedia jasa pekerja / buruh dengan pekerja / buruh yang dipekerjakan untuk melaksanakan sebagian pekerjaan perusahaan pemberi pekerjaan yang diserahkan pelaksanaannya kepada perusahaan pemborong pekerjaan atau perusahaan penyedia jasa pekerja / buruh, dan yang membayar upah kepada pekerja tersebut adalah perusahaan pemborong pekerjaan atau perusahaan penyedia jasa pekerja / buruh. Dengan demikian tidak ada hubungan kerja antara pekerja perusahaan pemborong pekerjaan atau perusahaan penyedia jasa pekerja / buruh dengan perusahaan pemberi pekerjaan.
Ketentuan penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lain secara terperi nci diatur dalam 64, 65 dan 66 Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 dan Kepmenakertrans Nomor Kep. 220/MEN/X/2004 tentang Syarat-Syarat Penyerahan Sebagian Pelaksanaan Pekerjaan kepada perusahaan lain serta Kepmenakertrans Nomor Kep. 101/MEN/VI/2004.
Ingin Tahu lebih jauh HUBUNGI KAMI
No comments:
Post a Comment