PRIORITAS CINTA
قُلْ إِنْ كَانَ آَبَاؤُكُمْ وَأَبْنَاؤُكُمْ وَإِخْوَانُكُمْ
وَأَزْوَاجُكُمْ وَعَشِيرَتُكُمْ وَأَمْوَالٌ اقْتَرَفْتُمُوهَا وَتِجَارَةٌ
تَخْشَوْنَ كَسَادَهَا وَمَسَاكِنُ تَرْضَوْنَهَا أَحَبَّ إِلَيْكُمْ مِنَ اللَّهِ
وَرَسُولِهِ وَجِهَادٍ فِي سَبِيلِهِ فَتَرَبَّصُوا حَتَّى يَأْتِيَ اللَّهُ
بِأَمْرِهِ وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الْفَاسِقِينَ
”Katakanlah: "jika bapak-bapak, anak-anak,
saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu
usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang
kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan Rasul-Nya dan dari berjihad
di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya." Dan
Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik.” (At Taubah 9:24).
Menurut Stefen Covey dalam bukunya The Seven Habits, ciri
orang yang sukses diantaranya adalah dapat mendahulukan mana yang harus
didahulukan. Atau dalam kata lain ia mengerti dan memahami mana yang prioritas
mana yang bukan. Mana yang mendesak, penting dan perlu.
Dalam bahasa fiqih ia harus mampu membedakan mana yang dharurat
(mendesak), mana yang hajiyyat dan mana yang tahsinat.
Dharurat terdiri dari hal. Yaitu memelihara agama, jiwa, akal, keturunan dan
harta.
Yang hajjiyat adalah yang terkait dengan masalah
kebutuhan hidup. Misalnya sandang, pangan dan papan. Sehingga ia mampu menopang
kebutuhan yang darurat. Sedangkan yang tahsinat, hanyalah tambahan atau
bersifat tersier. Yang boleh ada dan boleh tidak. Misalnya perhiasan, hobi atau
asesoris lainnya.
Kita juga harus mengerti al ahkam al khamsah.
Yaitu lima hukum dalam fiqih. Mulai dari fardhu, sunnah, mubah, makruh hingga
haram. Kita harus memprioritaskan yang fardhu di atas yang sunnah. Yang sunnah
di atas yang mubah. Yang mubah di atas yang makruh. Dan yang haram di atas yang
makruh.
Jangan sampai terbalik. Yang sunnah didahulukan daripada
yang wajib. Contohnya dzikir itu sunnah. Tapi anehnya banyak orang yang
berdzikir yang mengganggu aktivitas orang lain. Misalnya dengan menutup jalan
atau memenuhi bahu jalan. Padahal salah satu cabang iman adalah menghilangkan
duri dari jalanan. Lalu bagaimana dengan orang yang justru menghalangi dan
menutup jalan umum?.
Atau berdzikir hingga larut malam sehingga mengganggu
tetangga kanan dan kiri. Mengganggu bayi yang mau tidur atau orang yang sedang
sakit. Padahal menghormati tetangga, bayi, orang yang sakit adalah kewajiban.
Sementara berdzikir adalah sunnah yang dapat dilakukan kapan saja dan dimana
saja, baik tidur, duduk maupun berdiri. Baik di rumah, di motor, di mobil, di
kantor maupun di Masjid.
Kembali kepada ayat di atas. Ayat tersebut berbicara tentang
urutan-urutan cinta. Yaitu mulai dari cinta kepada Allah, Rasulullah, jihad
hingga tempat tinggal. Dengan mengenal prioritas ini, semoga kita tidak terbolak-balik
dalam bercinta.
Jangan sampai cinta kepada makhluk mengalahkan cinta
kepada Allah. Atau cinta kepada istri mengalahkan cinta kepada suami. Atau cinta kepada mobil
mengalahkan cinta kepada anak. Akibat mobil rusak oleh anak, kemudian anak
dipukuli hingga masuk rumah sakit. Atau karena cinta kepada wanita lain, istri
sendiri justru dicerai. Karena itu lebih baik menambah istri daripada mencerai
istri, meskipun itu halal.
Menurut tafsir Jalalain[1]
yang dimaksud dengan عَشِيرَتكُمْ
(saudara-saudara
kalian) adalah أَقْرِبَاؤُكُمْ. Yaitu saudara-saudara
dekat atau sanak kerabat. Sedangkan وَأَمْوَال اقْتَرَفْتُمُوهَا maknanya adalah اكْتَسَبْتُمُوهَا yaitu harta hasil usaha kalian. وَتِجَارَة تَخْشَوْنَ كَسَادهَا
Artinya adalah عَدَم نَفَادهَا yaitu perniagaan yang
kalian khawatir tidak laku. Sehingga hal tersebut sampai masalah jihad di jalan
Allah adalah فَقَعَدْتُمْ لِأَجْلِهِ
عَنْ الْهِجْرَة وَالْجِهَاد menyebabkan
kalian enggan melakukan hijrah dan berjihad kepada Allah SWT. Adapun فَتَرَبَّصُوا maknanya انْتَظِرُوا (maka tunggulah). حَتَّى يَأْتِيَ اللَّه بِأَمْرِهِ artinya adalah Allah mengancam kepada mereka.
Berdasarkan tafsir ini
sangat jelas bahwa ayat ini turun di Mekah dan berkaitan dengan masalah hijrah
Nabi SAW dari Mekah ke Medinah.
Senada dengan itu adalah
pernyataan Imam Thabari[2]
yang mengatakan bahwa makna ayat ini merupakan ancaman Allah kepada orang-orang
yang berpaling atau malas untuk melaksanakan hijrah dari negeri yang penuh
syirik ke negeri islam. Dikarenakan
mereka lebih mencintai bapak-bapak, istri-istri, saudara-saudara, harta, bisnis
hingga tempat tinggal dibandingkan cinta kepada Allah, Rasulullah dan jihad di
jalan Allah untuk mendapatkan pertolongan Allah dan keridhan-Nya.
Menurut Imam Thabari yang
dimaksud sampai Allah mendatangkan keputusanNya adalah sampai adanya kemenangan
Mekah (Fathu Makah). Sedangkan yang dimaksud dengan orang-orang fasik
adalah orang-orang yang keluar dari ketaatan kepada Allah dan melakukan
maksiyat kepadaNya.
No comments:
Post a Comment